Dipolisikan, Koordinator Bali Tolak Reklamasi ‘Banjir’ Dukungan

Anton Muhajir
2016.08.16
Denpasar
160816_ID_Gendo_1000.jpg I Wayan ‘Gendo’ Suardana (tengah) yang didampingi para kuasa hukum usai jumpa pers di Denpasar, Bali, 16 Agustus 2016.
Anton Muhajir/BeritaBenar

Sebanyak 15 pengacara mendampingi I Wayan Suardana yang akrab dipanggil Gendo, saat menggelar jumpa pers di Denpasar, Bali, Selasa, 16 Agustus 2016, sehubungan dengan dilaporkannya ke polisi Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI) itu oleh organisasi Pos Perjuangan Rakyat (Pospera).

Ketua DPD Pospera Bali, Kadek Agus Ekanata, yang melaporkan Gendo ke Mapolda Bali sehari sebelumnya, mengatakan pelaporan itu karena Pospera merasa dilecehkan oleh kicauan (twit) Gendo.

Pada 19 Juli 2016, Gendo melalui akun Twitternya @Gendovara menulis, “Ah muncul lagi akun2 bot asuhan si pembina pos pemeras rakyat si napitufulus Sok2 bela susi. Tunjukin muka jelekmu nyet. Cc @Johntir”.

Menurut Ekanata, twit itu diduga kuat ditujukan kepada Adian Napitupulu, anggota DPR dari PDI Perjuangan yang juga pembina Pospera.

Karena itu, Pospera melaporkan Gendo ke polisi setelah dua kali meminta klarifikasi kepada Gendo ataupun Walhi Nasional namun tidak ada tanggapan.

Ekanata menyebutkan, laporan di Bali hanya bersifat sebagai saksi karena pelaporan utama dilakukan di Jakarta oleh DPP Pospera. Dalam laporan itu, Gendo disangkakan melanggar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

“Silakan berbeda pendapat namun etika dan tata krama berkomunikasi tetap harus dijaga agar tak menimbulkan gejolak di masyarakat,” kata Ekanata kepada wartawan usai melaporkan isu tersebut di Mapolda Bali.

Dia juga menegaskan bahwa pelaporan tersebut tidak terkait dengan gerakan tolak reklamasi melainkan murni karena kepentingan organisasi Pospera.

Pembelaan

Menanggapi pelaporan itu, Gendo dan tim Hukum ForBALI menggelar jumpa pers. Selain 15 dari 30 pengacara yang menyatakan siap mendampingi Gendo, hadir sekitar 100 perwakilan desa adat, organisasi masyarakat sipil, dan kelompok pemuda yang menjadi basis ForBALI.

Koordinator Tim Hukum ForBALI, I Made Ariel Suardana, mengatakan laporan Pospera adalah upaya untuk membungkam suara aktivis yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa.

“Meski Pospera mengaku laporan itu tak terkait dengan gerakan tolak reklamasi, tapi kita tidak bisa menafikan fakta bahwa para pelapor termasuk bagian dari tim yang menginginkan reklamasi Teluk Benoa,” kata Ariel.

Dia menambahkan upaya menafsirkan twit Gendo ke arah pelecehan suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) seperti dituduhkan Pospera hanya pengalihan isu tolak reklamasi Teluk Benoa.

”Pelaporan ini salah satu cara merusak barisan perlawanan tolak reklamasi. Isu SARA rawan digunakan untuk menaklukkan gerakan tolak reklamasi,” ujarnya.

Tak bermaksud menyinggung

Gendo mengaku dia tak bermaksud menyinggung pihak manapun melalui cuitannya tersebut. Menurutnya, twit itu harus dilihat dari konteks lebih luas dalam gerakan tolak reklamasi Teluk Benoa.

Saat itu, Gendo membuat twit berseri yang mengkritik kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang membiarkan izin lokasi bagi investor reklamasi Teluk Benoa.

Tapi, kritik dengan tanda pagar #KecewaAmaSusi kemudian dijawab dengan akun-akun bot, atau akun palsu, yang menggunakan tagar #BravoSusi.

Pernyataan Gendo dalam twit yang kemudian dipersoalkan tidak menyebut satu pun pihak ataupun etnis sebagaimana dituduhkan Pospera.

“Twit itu saya tujukan pada akun-akun bot. Tidak saya tujukan pada institusi ataupun perorangan. Saya tidak mengerti kenapa kemudian ada yang merasa tersinggung dengan twit no mention itu,” kata Gendo yang juga adalah Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional.

Dukungan terhadap Gendo juga datang dari netizen dengan memasang tagar #SayaAdalahGendo, #LawanKriminalisasiAktivisForBALI, dan #SayaTolakReklamasi yang bermunculan di Twitter, Facebook, dan Instagram sejak Senin malam. Para pengguna Internet juga memasang gambar profil mereka dengan tagar-tagar dukungan itu.

Dukungan juga datang dari basis-basis gerakan Tolak Reklamasi, terutama desa adat. Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kedonganan Ketut Raka Budana misalnya, mengatakan bahwa pelaporan terhadap Gendo justru semakin menguatkan gerakan Bali tolak reklamasi.

“Perjuangan kami tidak akan melemah hanya karena pelaporan Gendo. Sebaliknya, ini akan memperkuat perlawanan kita untuk melawan reklamasi!” tandas Raka.

Sejak dua tahun terakhir, penolakan menentang reklamasi terhadap kawasan Teluk Benoa di wilayah Bali selatan itu semakin marak. Menurut Perpres Nomor 45 tahun 2011, Teluk Benoa adalah wilayah konservasi. Tapi, sebelum akhir masa jabatannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Perpres Nomor 51 tahun 2014 yang mengubah status Teluk Benoa menjadi kawasan pemanfaatan. Di teluk seluas lebih dari 1.000 hektar itu, investor dilaporkan akan membangun pusat bisnis dan wisata di atas 12 pulau baru dengan total luas 638 hektar.

Pemerintah Provinsi Bali sudah menyetujui rencana pembangunan itu dengan alasan kawasan wisata elit akan mendatangkan lebih banyak turis dan pemasukan bagi daerah. Namun hal ini ditentang oleh sebagian anggota masyarakat yang melihat bahwa reklamasi hanya menguntungkan para investor dan kelompok tertentu saja sedangkan masyarat kebanyakan hanya akan menjadi korban dari kerusakan alam dan dampak negatif lainnya dari reklamasi itu.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.