Solidaritas Aleppo, Perwakilan Rusia dan Iran di Jakarta Didemo

Pemerintah Indonesia menyerukan para pihak di Suriah segera melakukan gencatan senjata dan membuka akses bantuan kemanusiaan untuk warga Aleppo.
Arie Firdaus
2016.12.19
Jakarta
161219_ID_Aleppo_1000.jpg Para demonstran membawa poster dan bendera saat berunjuk rasa di depan Kedutaan Rusia di Jakarta, 19 Desember 2016.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Sejumlah kelompok organisasi massa Islam berunjuk rasa di depan Kedutaan Rusia dan Iran di Jakarta, Senin, 19 Desember 2016, sebagai bentuk solidaritas terhadap korban pemboman dan operasi militer di Aleppo, Suriah.

Sekitar seratusan massa yang yang menamakan diri mereka Gerakan Kemanusiaan 212 (Gema 212) berkumpul di ruas Jalan Rasuna Said di depan Kedutaan Rusia sejak pukul 10.00 WIB.

Mereka berorasi meneriakkan kecaman terhadap Rusia, yang mendukung aksi militer pemerintah Suriah di Aleppo, serta menuntut Pemerintah Indonesia bersikap tegas pada Rusia dan Iran.

"Putuskan hubungan diplomatik dengan Rusia dan Iran," teriak Ferry Nur dari kelompok Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina (KISPA) dalam orasinya.

"Seluruh dunia sudah tahu pembantaian yang dilakukan Rusia dan Iran."

Meski massa tak terlalu ramai, demo ini membuat kepolisian menutup jalur lambat ruas jalan di depan Kedutaan Rusia.

Tak ada respons dari Kedutaan Rusia terkait protes ini. Permintaan bertemu Duta Besar Rusia untuk Indonesia tak dipenuhi.

"Lima menit saja bahkan tak berani. Hanya kepala keamanan yang menemui," tambah Ferry, disambut teriakan massa.

Selain berorasi, para pendemo juga mengibarkan beragam spanduk dan bendera oposisi Suriah: hijau-putih-hitam dengan tiga bintang merah; aksi teaterikal menggambarkan nasib warga Aleppo; dan shalat zhuhur berjamaah di jalan.

Usai shalat sekitar pukul 12.00 WIB, mereka berjalan kaki ke Kedutaan Iran yang terletak di Jalan H.O.S Cokroaminoto Menteng, Jakarta Pusat, dalam pengawalan polisi. Kedua tempat terpisah jarak sekitar tiga kilometer.

Tak berbeda dibanding aksi sebelumnya, demo ini juga berisi orasi kecaman, khususnya terkait peran Pemerintah Iran dalam serangan militer di Aleppo.

Kepada BeritaBenar seorang pengunjuk rasa, Bobby Amran, mengatakan kehadirannya semata-mata karena ingin membela warga Aleppo yang tertindas.

"Panggilan iman. Kalau sudah bersyahadat, wajib membela," katanya.

Tak berbeda pernyataan Taufik Hidayat, pengunjuk rasa lain.

"Muslim itu bersaudara. Jika ada yang disakiti, yang lain harus membela," katanya.

"Maka, jika Presiden Joko Widodo merasa dirinya seorang Muslim, wajib membantu warga Aleppo."

Rangkaian demonstrasi

Kedutaan Rusia dan Iran memang menjadi sasaran unjuk rasa setelah serangan militer Pemerintah Suriah yang didukung Rusia dan Iran dilancarkan ke Aleppo, beberapa waktu lalu.

Di Turki, misalnya, ratusan orang berunjuk rasa di depan kantor Konsulat Jenderal Rusia di Ankara dan Konsulat Jenderal Iran di Istanbul.

Aksi serupa juga terjadi Kuwait City, Kuwait. Massa berunjuk rasa di depan Kedutaan Rusia, meminta pemerintah Rusia menghentikan serangan di Aleppo.

Protes juga terjadi di belahan dunia lain. Di Berlin, Jerman, protes meminta kekerasan di Aleppo diakhiri dihadiri ribuan orang.

Pun, di Auckland, Selandia Baru; Regina di Kanada; Sarajevo, Bosnia; London, Inggris; dan Paris, Prancis. Tuntutan mereka serupa, agar dunia internasional menghentikan kekerasan militer di Aleppo.

Unjuk rasa terkait Aleppo juga terjadi di Bandung, Jumat pekan lalu. Sekitar seratus massa berdemo di depan kantor Gubernur Jawa Barat. Mereka meminta Pemerintah Indonesia mengirimkan kekuatan militer ke Aleppo.

Serukan perdamaian

Mengenai permintaan kelompok yang menginginkan Pemerintah Indonesia terlibat aktif dengan mengirimkan pasukan militer ke Aleppo, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyebutnya sebagai perihal yang tak mungkin dilakukan.

Menurut juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir, pemerintah Indonesia menghargai masalah domestik Suriah dan mendorong penyelesaian melalui jalur perundingan damai.

"Indonesia menyerukan proses perundingan perdamaian yang bersifat non-sektarian antara pihak yang bertikai," kata Nasir saat dihubungi BeritaBenar.

"(Jalur militer) dikhawatirkan semakin memperburuk situasi kemanusiaan di Aleppo."

Selain itu, tambah Nasir, Indonesia juga mendorong Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mengambil langkah konkret dalam percepatan gencatan senjata dan dan penghentian kekerasan.

"Agar kekerasan bisa dihentikan," pungkasnya.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Jumat lalu, menyerukan para pihak di Suriah segera melakukan gencatan senjata dan membuka akses bantuan kemanusiaan di Aleppo.

“Indonesia mendesak dibuka askes penuh untuk bantuan kemanusiaan tanpa adanya hambatan bagi penyaluran bantuan kemanusiaan untuk warga Suriah di Aleppo dan wilayah Suriah lainnya,” kata Retno.

Menurutnya, saat ini ada sekitar 50.000 warga Aleppo yang masih harus dievakuasi.

“Indonesia sangat prihatin terhadap perkembangan yang terjadi terutama memburuknya situasi kemanusiaan di Aleppo. Konflik di Suriah telah memakan banyak korban warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak,” ujarnya, kepada sejumlah wartawan.

Dia berharap proses perundingan perdamaian secara inklusif dan bersifat non-sectarian antara pihak yang bertikai segera dimulai kembali.

“Bantuan Suriah sudah kami sampaikan, Indonesia membantu sejumlah uang dan bahan yang dibutuhkan,” jelasnya.

Tia Asmara di Jakarta turut berkontribusi dalam artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.