Ekonom Dorong Keseriusan Pemerintah Bangun SDM

Arie Firdaus
2015.09.02
150902_ID_IMF_620.jpg Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde (kanan) bersama Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro di Jakarta, 2 September 2015.
AFP

Pakar ekonomi menyambut baik seruan Direktur Pelaksana Dana Moneter International (IMF) Christine Lagarde agar Indonesia tak lagi bergantung kepada sumber daya alam untuk menopang pertumbuhan ekonomi. Namun, mereka meminta keseriusan pemerintah dalam membangun sumber daya manusia (SDM).

"Indonesia harus beralih mengoptimalkan sumber daya manusia yang dimilikinya. Sudah bukan saatnya lagi bergantung pada komoditas," ujar Lagarde di forum Konferensi Keuangan Asia bertajuk Future of Asia's Finance: Financing for Development 2015 di gedung Bank Indonesia, Rabu, 2 September.

Pertimbangan Lagarde tersebut merujuk pada data yang menyebutkan bahwa pada 2030, 70 persen porsi demografi Indonesia akan diisi penduduk usia produktif. Dia menambahkan, besarnya jumlah penduduk usia produktif itu akan menjadi aset berharga.

"Bayangkan, 180 juta penduduk usia muda akan mendominasi Indonesia. Dengan populasi sebesar itu, Indonesia bisa menciptakan kelas masyarakat baru sebagai pangsa pasar yang potensial, " ujar Lagarde.

"Ketika itu, penduduk usia produktif Indonesia akan menguasai setengah dari jumlah golongan usia tersebut di Asia Tenggara,” tambahnya.

‘Telat membangun’

Akan tetapi Ekonom Universitas Indonesia, Dr. Lana Soelistyoningsih menyatakan ragu Indonesia bisa segera memiliki angkatan kerja yang berkualitas. 

"Membangun SDM butuh 20 sampai 30 tahun. Kita memang telat membangun, bisa ya diperbaiki dari sekarang," kata Lana kepada BeritaBenar, Rabu, 2 September 2015.

Menurut Lana, Indonesia belum memiliki cetak biru pembangunan SDM. Padahal, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan hanya bisa tercapai jika SDM dibangun dan disesuaikan dengan visi negara. Misalnya, menjadi negara berbasis industri, pertanian atau yang lain. 

"Kalau mau jadi negara industri, harus ada perhitungan butuh berapa insinyur atau teknisi," ucapnya.

Ketertinggalan Indonesia dalam pembangunan SDM, kata Lana, tampak pada Indeks Pembangunan Manusia (IPN) seperti dirilis United Nations Development Programme (UNDP).

IPN Indonesia hanya 0,68 persen, di bawah rata-rata dunia yang sebesar 0,7 persen.

Untuk menaikkan indeks tidaklah mudah. Lana menjelaskan, ada beberapa hal yang harus dibenahi, di antaranya tingkat kelulusan anak di sekolah.

"Yang diinginkan school attainment itu 100 persen, kalau itu tidak dibenahi, indeks sulit terangkat," ucapnya.

Ia menambahkan, pemerintah harus mengambil tanggung jawab rumah tangga dalam pendidikan anak.

Dengan begitu, anak-anak Indonesia dipastikan mendapat pendidikan di sekolah berkualitas dan bisa melanjutkan ke universitas.

Lana menyarankan agar pemerintah bersungguh-sungguh dalam membangun SDM. Jika tidak, Indonesia bisa mengalami jebakan kelas menengah (middle income trap). Ujungnya, status Indonesia bisa melorot dari negara middle income menjadi lower middle income

"Ada rencana pemerintah lewat Kartu Indonesia Pintar, tapi prakteknya belum sesuai harapan," kata dia.

Harus terarah

Kepala Ekonom Bank Central Asia, David Sumual lebih optimistis Indonesia bisa mempersiapkan SDM sehingga bisa memiliki peran unggul di pasar global, kala terjadi ledakan populasi penduduk usia produktif.

David memprediksi, besaran penduduk usia produktif bakal berkisar 62-63 persen dari total penduduk pada 2030, sedikit dibawah prediksi IMF.

Meski begitu, David juga mengingatkan agar pemerintah Indonesia harus memiliki arah dalam membangun SDM yang dimilikinya.

Dia memberi contoh Malaysia, yang berfokus membangun SDM di bidang bioteknologi atau Korea Selatan, yang membangun SDM di bidang industri berat. 

"Jadi, kita perlu perencanaan matang, kalau tidak, hanya akan ada sumber daya manusia yang tak terampil," ujarnya kepada BeritaBenar.

Menurut data Badan Pusat Statistik per Februari lalu, jumlah penduduk usia produktif di Indonesia tercatat sebanyak 128,3 juta jiwa. Angka itu naik 3 juta dari periode sama di tahun sebelumnya.

Sedangkan angka pengangguran, berdasarkan data BPS pada periode sama, tercatat sekitar 8 juta jiwa.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.