Mewujudkan Kursi Roda Ramah Pengguna

Hasil riset akan menjadi dasar advokasi bagi pembuat kebijakan untuk menyediakan kursi roda yang tepat bagi kaum difabel.
Anton Muhajir
2017.07.25
Denpasar
170725_ID_Wheelchair_1000.jpg Gede Ketut Santosa duduk di kursi roda yang telah dipasang sensor saat ditemui di rumahnya di Tabanan, Bali, 23 Juli 2017.
Anton Muhajir/BeritaBenar

Sudah lebih dua bulan, Gede Ketut Santosa (40) mendapat kursi roda baru. Berbeda dengan yang digunakannya sejak enam tahun lalu, kali ini kursi rodanya dilengkapi alat sensor.

Sensor bermerek Sensen dipasang di roda bagian kanan. Fungsi utamanya merekam sejauh mana perjalanan Santosa yang difabel sejak kecil.

Dengan cara itu, dia berharap, rekaman itu akan bisa digunakan untuk menganalisis apakah kursi roda yang dia pakai sudah tepat.

Setiap pengguna kursi roda, katanya, punya masalah berbeda. Makanya, kebutuhan kursi roda pun berbeda-beda.

Santosa yang banyak bergerak, misalnya, memakai kursi roda rough rider. Model ini tak punya tempat lengan untuk istirahat (arm rest), memakai roda dengan ban angin, dan yang paling penting, stabil.

“Saya jadi lebih mudah bergerak kalau bekerja,” kata warga Baturiti di Tabanan, Bali, yang sehari-hari bekerja merakit kursi roda.

Dia juga biasa melakukan kegiatan berat, seperti merenovasi atau mengecat rumah. Pekerjaan ini membuatnya sesekali harus mengangkat beban puluhan kilo. Biasanya, ia letakkan beban berat di bagian depan kursi rodanya.

“Tak masalah kalau pakai kursi model ini karena lebih stabil,” tuturnya kepada BeritaBenar, Minggu, 23 Juli 2017.

Karena itulah, Santosa mengaku antusias terlibat dalam program penelitian Google yang bekerja sama dengan UCP Wheels for Humanity. Pihak lain yang terlibat adalah WHO, Massachusetts Institute of Technology (MIT), Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, dan International Society of Wheelchair Professionals.

Sebagai pelaksana program, mereka menggandeng Pusat Pemberdayaan Difabel Bali (Puspadi Bali), lembaga swadaya masyarakat yang memberi advokasi bagi difabel.

Menurut data Puspadi Bali, setidaknya terdapat 11 juta penyandang disabilitas di Indonesia, atau sekitar 4,5 persen dari jumlah penduduk.

Secara global, ada 70 juta orang di dunia yang butuh kursi roda. Namun, hanya 5-15 persen di antara mereka yang bisa mendapatkannya.

‘Karena kasihan’

Menurut Direktur Puspadi Bali, I Nengah Latra, penelitian pertama di negara berkembang ini ingin melihat sejauh mana kaum difabel terbantu dan nyaman dengan kursi roda yang mereka gunakan saat ini.

Latra meyatakan selama ini banyak lembaga bantuan hanya menyerahkan kursi roda tanpa melihat kebutuhan pengguna.

“Mereka memberi bantuan kursi roda hanya karena kasihan sehingga ngasih begitu saja,” katanya.

Akibatnya, kursi roda yang diberikan kadang tidak sesuai kebutuhan penggunanya. Misalnya ukuran, medan, dan kegiatan sehari-hari pemakai.

Latra menambahkan, pemerintah sudah meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas, yang di dalamnya termasuk pemenuhan hak-hak difabel.

“Kursi roda adalah hak penyandang disabilitas,” ujar pendiri Puspadi Bali ini.

Melalui proyek Google Users Voice (GUV) yang kemudian diubah jadi Wheelchair Users Voice (WUV), para pihak ingin mendapatkan data bagaimana penggunaan kursi roda di masing-masing pengguna.

“Hasil risetnya akan dipakai oleh pengguna itu sendiri, pembuat kebijakan, pembuat kursi roda, maupun lembaga pemberi bantuan,” jelas Latra.

Sejak Mei 2017, Puspadi Bali membagi 120 kursi roda kepada difabel di Bali. Mereka tersebar di semua kabupaten dan kota.

Putu Warjita, Koordinator Program Kursi Roda mengatakan ada lima jenis kursi roda yang dibagikan. Mereka diklasifikasi sesuai intensitas dan lokasi penggunaan dari yang ringan hingga berat.

Pertama, jenis standar seperti umumnya dipakai orang lumpuh karena stroke yang tidak banyak bergerak. Kedua, jenis motivation active folding yang bisa dilipat jika bepergian.

Ketiga, expression yaitu model yang dipakai untuk mereka yang bergerak setidaknya 5 jam sehari. Keempat, jenis rough rider untuk pekerja aktif dan jalanan lebih menantang, seperti Santosa.

Kelima, motivation rough terrain yang dipakai di medan-medan berat semacam jalanan terjal dan berbatu. “Ini biasanya digunakan di pedesaan,” kata Warjita.

Sebelum menggunakan kursi roda jenis baru tersebut, para difabel mendapatkan pelatihan dari Puspadi Bali.

Alat sensor yang dipasang di kursi roda untuk mencatat jarak tempuh, daya tahan, dan lama penggunaan kursi roda. (Anton Muhajir/BeritaBenar)

Pilot Project

Warjita menambahkan, masing-masing jenis kursi roda telah dipasang sensor, yang akan mengirimkan data seperti berapa jam kegiatan penggunanya dan berapa jauh jarak ditempuh dalam sehari.

Setiap bulan, para pengguna kursi roda akan mendapat pesan singkat (SMS). Isinya pertanyaan tentang intensitas penggunaan dan kepuasan maupun kenyamanan. Data dikumpulkan peneliti dari MIT dan UGM Yogyakarta untuk kemudian dianalisis.

“Saat ini kami masih mengumpulkan data itu,” kata Latra, seraya menambahkan, kegiatan di Bali baru sebatas pilot project.

Hasil pengumpulan data selama tiga bulan, sampai Agustus 2017, jadi dasar riset serupa di Nikaragua. Riset lebih panjang akan dilakukan selama 15 bulan antara Indonesia dan Nikaragua dengan jumlah responden 300 orang.

Menurut Latra, hasil riset akan diberikan untuk empat pihak yaitu difabel pengguna kursi roda, pembuat kursi roda, pemerintah, dan lembaga pemberi bantuan.

“Ini akan jadi dasar advokasi untuk pembuat kebijakan agar nantinya menyediakan kursi roda lebih tepat,” ujarnya.

Dia juga berharap pemerintah bisa menyediakan fasilitas publik yang lebih ramah difabel.

“Melalui proyek ini, kami berharap suara pengguna kursi roda akan lebih ditangkap dan didengar,” pungkas Latra.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.