Kilau Emas Yang Membutakan
2015.08.28
Panas yang membakar kulit tak menghalangi para penambang emas tradisional di Dusun Vatutempa, Kelurahan Poboya, Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, untuk terus mengayunkan martil dan memahat bebatuan cadas. Mayoritas penambang berasal dari pelbagai daerah di Sulawesi, sebagian bahkan datang dari luar pulau.
Setiap penambang yang bekerja penuh dalam satu hari bisa mendapatkan sedikitnya 5 gram emas murni. Jika harga emas saat ini Rp 300 ribu per gram, dalam satu hari pendapatan para penambang bisa mencapai Rp 1,5 juta.
Akibatnya, tak kurang dari sekitar 45 hektar lahan yang masuk dalam kawasan konservasi Taman Hutan Rakyat itu kini meranggas akibat penggalian dan pemahatan gunung-gunung batu di dalamnya.
Penelitian yang dilakukan oleh individu dan Dinas Kesehatan setempat selama tiga tahun terakhir menyebutkan, kawasan itu telah tercemar kandungan kimia sianida dan air raksa yang sudah di ambang batas. Udang kecil yang ditangkap nelayan di sekitar pantai Teluk Palu yang menjadi pembuangan limbah pengolahan emas itu kini telah terkontaminasi zat mematikan tersebut.
Ini juga menjadi peringatan serius bagi warga yang bermukim di sekitarnya, karena persediaan air bersih bagi penduduk di ibukota, Palu, berasal dari kawasan tersebut.
Meski pemerintah daerah setempat menyadari dampak lingkungan pertambangan emas rakyat, aktivitas pertambangan komersial dan tradisional masih dilegalkan. Kawasan itu membuka lapangan kerja dan mengurangi tingkat kriminalitas di daerah sekitarnya, sehingga para pengambil kebijakan menghadapi dilema.
Kilauan emas di Poboya telah membutakan mata dan mengancam kelangsungan hidup anak dan cucu mereka kelak.