Dua Pelaut Korban Penyanderaan di Libya Tiba di Indonesia
2021.02.12
Jakarta
Dua pelaut Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Italia tiba di Indonesia pada Jumat (12/2), setelah dibebaskan bulan Desember lalu oleh milisi bersenjata Libya yang menyandera mereka 100 hari lebih di Benghazi, demikian kata Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Kementerian juga berkomitmen bahwa mereka pada tahun 2021 akan memprioritaskan perlindungan dan pendampingan pelaut asal Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan asing yang tersandung masalah.
Giri Indra Gunawan dan Mohammad Samsudin, yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di MP Antartide, ditangkap milisia anggota Libyan National Army (LNA) bersama 16 pelaut lainnya saat melintas di perairan sekitar 80 mil dari Benghazi pada awal September 2020.
Kedutaan Besar Indonesia di Roma mengatakan kru kapal telah dibebaskan sejak 17 Desember 2020, namun, pemberlakuan pembatasan mobilitas karena pandemi COVID-19 membuat kedua mereka harus melalui menunggu kepulangan selama lebih dari satu bulan, sambil menjalani pemeriksaan psikologis.
“Sejak menerima kabar mengenai kasus penangkapan MP Antartide, KBRI Roma bekerja sama dengan berbagai pihak, utamanya Kementerian Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Italia untuk mengupayakan pembebasan kedua ABK dan meminta consular access bagi keduanya,” kata Duta Besar Indonesia di Roma, Esti Andayani, Jumat.
Kementerian Luar Negeri mengatakan kedua pelaut itu meninggalkan Roma melalui Abu Dhabi.
Kepada KBRI Roma, kedua ABK mengungkapkan kebahagiaan mereka setelah bebas dari penyanderaan.
“Kami sampaikan terima kasih atas bantuan KBRI dalam memfasilitasi pembebasan kami berdua, hingga membantu proses administrasi pemulangan dengan pemberi kerja dan otoritas di Mazara del Vallo,” ungkap mereka dalam pernyataan melalui Kemlu mangacu pada kota di Sisilia, Italia.
Pasukan LNA pimpinan Khalifa Haftar menangkap 18 pelaut dan dua kapal—MP Antartide dan MP Medinea, dengan tudingan melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan yang menjadi sengketa antara Italia dan Libya sejak dua dekade silam, tulis laporan The Guardian. Oleh para milisi, ke-18 pelaut kemudian dipindahkan ke sebuah penjara dekat Benghazi.
Giovanni Bonomi, salah satu dari kru kapal yang disandera, mengatakan kepada DW.com bahwa selama di tahanan, petugas kerap mengancam akan membunuh para pelaut dengan mengarahkan pistol ke mereka. Para pelaut juga mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi, di antaranya seperti kondisi sanitasi yang tidak baik hingga tempat tidur yang tidak memadai.
Seminggu setelah penyanderaan, Haftar mengatakan para pelaut akan diizinkan pulang jika empat pemain sepak bola Libya yang dihukum karena perdagangan manusia oleh Italia sejak 2015 dibebaskan.
Tidak diketahui apakah pemerintah Italia sepakat membebaskan keempat tahanan tersebut, namun pembebasan 18 pelaut terjadi setelah upaya diplomasi langsung Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte dan Menteri Luar Negeri Luigi Di Maio di Benghazi pada pertengahan Desember lalu.
Di Maio mengklaim kesepakatan pembebasan terjadi tanpa imbalan apapun, seraya menekankan bahwa ini merupakan hasil kerja intelijen dan diplomasi eksternal pemerintah.
Insiden penyanderaan dan penyitaan kapal penangkap ikan Italia oleh militer Libya kerap terjadi sejak Muammar Gaddafi, tokoh revolusi negara Afrika Utara itu, mengklaim wilayah perairan teritorial secara sepihak diperpanjang hingga 74 mil dari laut lepas pantai, melebihi batas 12 mil yang diakui secara internasional.
Dalam 25 tahun terakhir, sekitar 30 nelayan menjadi korban penyanderaan dengan lebih dari 50 kapal yang ditangkap oleh militer Libya, sebut Distretto della Pesca, organisasi gabungan para pemangku kepentingan perikanan di Italia.
Prioritaskan perlindungan ABK
Sementara itu, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kemlu, Andy Rachmianto, mengatakan pada 2021, kementerian bakal memprioritaskan perlindungan dan pendampingan pelaut asal Indonesia yang bekerja di kapal-kapal ikan asing yang tersandung masalah.
Selain ratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) 188 di sektor perikanan, Kemlu juga akan memfinalisasi sejumlah nota kesepahaman bilateral dengan beberapa negara terkait penempatan, perlindungan, dan pendampingan ABK.
“Agar ABK-ABK Indonesia mendapat perlindungan yang lebih baik, sesuai dengan standar internasional yang diatur oleh konvensi ILO,” kata Andy dalam pertemuan virtual dengan jurnalis pada pertengahan Januari.
Pada awal Februari, dua pelaut asal Indonesia yang menjadi korban penyanderaan militer Iran di kapal penangkap ikan berbendera Korea Selatan juga berhasil dibebaskan.
Aji Winursito dan Muhammad Amin, bersama 18 kru kapal lain di MT Hankuk Chemi ditangkap Korps Garda Revolusi Iran saat melintas di Teluk Iran pada 4 Januari 2021. Militer Iran menuding kapal telah melakukan pencemaran laut dan memutuskan membawa mereka ke Pelabuhan Bandar Abbas.
Pemerintah Iran sepakat membebaskan kru, sementara kapten dan tanker MT Hankuk Chemi akan tetap berada di Bandar Abbas untuk menyelesaikan proses hukum. Kedua kru Indonesia saat ini masih berada di Bandar Abbas untuk menyelesaikan proses administrasi sebelum dipulangkan ke Indonesia, sebut KBRI Tehran.