Pertemuan Ahmadiyah di Papua Barat Dibubarkan

Untuk beribadah, warga Ahmadiyah yang diklaim mencapai raturan orang di Papua Barat menggelar di rumah anggota jamaah secara bergantian.
Duma Sanda
2017.05.23
Manokwari
170523_ID_ahmadiyah_1000.jpg Ketua MUI Papua Barat Ahmad Nasrau (kiri), Kapolres Manokwari AKBP Christian Ronny Putra (tengah), dan Ketua Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) setempat La Abidin (kedua dari kanan), terlibat perdebatan di Manokwari, 19 Mei 2017.
Duma Sanda/BeritaBenar

Puluhan anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) duduk bersila berhadapan di sebuah rumah di Kota Manokwari, Papua Barat, Sabtu sore, 20 Mei 2017. Rumah di bibir pantai itu menghadap ke laut yang ditumbuhi tanaman bakau.

Mualif, seorang dari mereka terus menatap fokus ke arah mubalig Mustahidin, yang sedang berceramah. Mustahidin berasal dari Jayapura, sementara Mualif dari Merauke. Kedua daerah itu berada di Provinsi Papua.

Mualif dan Mustahidin berada di Manokwari bersama puluhan JAI lain, yang berasal dari Papua Barat seperti Manokwari, Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Kaimana, dan Fakfak.

Mereka terpaksa melaksanakan Jalsa Salanah atau pertemuan tahunan di situ, yang merupakan rumah salah satu anggota jamaah setelah sehari sebelumnya kegiatan mereka dibubarkan dari sebuah hotel.

"Sejak diusir, kami pindah kesini. Kami terpaksa mempercepat kegiatan, dari rencana tiga hari menjadi dua hari," kata Ketua Wilayah JAI Papua Barat La Abidin, kepada BeritaBenar di lokasi tersebut.

Dibubarkan

Puluhan JAI Papua dan Papua Barat, pada Jumat siang pekan lalu, berkumpul di Hotel Soribo, tak jauh dari pasar tradisional terbesar kedua di Manokwari, mengikuti pertemuan tahunan, yang juga dihadiri anak-anak.

Saat berlangsung ceramah, mereka didatangi pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua Barat, yang dipimpin ketuanya Ahmad Nasrau, bersama Kepolisian Resor Manokwari di bawah komando Kapolres AKBP Christian Ronny Putra, sejumlah pejabat setempat, dan pengurus masjid Manokwari.

Kedatangan yang tiba-tiba itu bermaksud untuk membubarkan aktivitas Ahmadiyah. Sempat terjadi debat antara pengurus masjid dan anggota Ahmadiyah di luar ruangan pertemuan, sehingga memicu ketegangan.

Beberapa tulisan besar yang melekat di dinding dilepas paksa pengurus masjid. Tetapi, debat itu tidak sampai melebar setelah dilerai pihak kepolisian. Namun debat berpindah ke dalam ruang pertemuan.

Ahmad mengimbau pengurus Ahmadiyah agar membubarkan akivitas mereka. Mengutip fatwa MUI Nomor 2/2008 dan Nomor 7/2005, Ahmad menegaskan Ahmadiyah dilarang berkembang di Indonesia, karena tak sejalan dengan pokok-pokok ajaran agama Islam.

Ia juga mengutip Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri tahun 2008 yang membatasi aktivitas Ahmadiyah di Indonesia. Pengurus Ahmadiyah mengatakan, sesuai SKB mereka tidak dilarang oleh pemerintah.

Meski begitu aktivitas Ahmadiyah tetap dipaksa untuk dibubarkan. “Bapak Ibu, sekarang juga saya minta untuk bubar. Hentikan kegiatan ini dan tidak boleh ada kegiatan-kegiatan apapun atas nama Ahmadiyah di Papua Barat,” tegas Ahmad.

Menurut dia, pihaknya sudah koordinasi dengan Kapolda (Papua Barat) agar kegiatan tersebut segera dibubarkan, karena tidak mengantongi izin dan meresahkan umat Islam.

“Saudara mendakwakan sesuatu yang bertentangan dengan pokok-pokok agama Islam dan itu jelas tidak bisa diterima. MUI pusat juga sudah berikan petunjuk agar kegiatan ini dibubarkan,” ujarnya.

Pihak kepolisian juga mengimbau Ahmadiyah membubarkan aktivitas mereka. Christian Ronny mengatakan pihak Ahmadiyah tak mengantongi izin keramaian. “Kami minta dibubarkan demi kondusivitas daerah,” katanya.

Debat tersebut berlangsung lebih dari 30 menit, dan Ahmadiyah akhirnya membubarkan diri secara sukarela.

Tanggapan Ahmadiyah

Abidin mengaku, pihaknya hanya menggelar kegiatan internal dan tidak menyebarkan ajaran kepada pihak di luar jamaah Ahmadiyah. Karena itu, pihaknya masih berpegang pada koridor aturan (SKB), sehingga tak pantas dibubarkan.

Pembubaran, menurutnya, merupakan bentuk diskriminasi terhadap kebebasan beragama. “Kami juga sudah melayangkan pemberitahuan kepada pihak kepolisian,” ujarnya.

Terkait pembubaran itu, Hamid Sirfefa, mubalig Kaimana, menyesalkannya, dan mengatakan, “Pesan orang tua kepada kami, agar menghargai saudara-saudara kami, baik beragama Islam maupun yang berbeda agama.”

Hamid juga menyebut bahwa pihak kepolisian tak mengambil tindakan untuk mengamankan pertemuan tahunan Ahmadiyah hingga selesai.

Abidin menambahkan, pertemuan tahunan Ahmadiyah di Papua Barat, hanya berisi ceramah keagamaan, yang juga digelar di sejumlah daerah lain di Indonesia; seperti Banten, Padang, Bogor dan Kalimantan.

Di Papua Barat, pertemuan dihadiri sekitar 70 peserta, sebagian besar dari Papua Barat. Ia tak menjelaskan relasi Ahmadiyah di Papua Barat dengan ormas Islam lain, tapi menyebut selama ini kegiatan Ahmadiyah berlangsung aman.

Lebih lanjut, Abidin mengatakan, warga Ahmadiyah di Papua Barat telah ada sejak tahun 2000 yang jumlahnya mencapai ratusan orang. Namun untuk beribadah mereka masih menggelarnya di rumah anggota jamaah, secara bergantian.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.