Jokowi Perintah Berantas Narkoba Lebih Tegas Lagi
2016.06.27
Jakarta
Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengungkapkan kegeramannya terhadap peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) yang makin meluas di Indonesia, bahkan sudah mengancam lingkungan terkecil masyarakat, seperti pedesaan dan taman kanak-kanak.
Untuk itu, Jokowi memerintahkan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) dan aparat keamanan, terutama kepolisian, supaya bertindak lebih tegas lagi dalam memberantas narkoba.
“Kejahatan luar biasa ini sudah merengkuh berbagai lapisan masyarakat,” ujarnya dalam sambutan pada peringatan Hari Anti Narkotika Internasional di Taman Sari, Jakarta Barat, Minggu, 26 Juni 2016.
“Tadi sudah disampaikan Kepala BNN, anak di TK sudah ada yang terkena narkoba, anak di SD juga sudah ada yang terkena narkoba. Dan tidak hanya di desa, di kampung, tidak hanya di kota. Tidak hanya orang dewasa, remaja, anak, bahkan yang di TK pun sudah terasuki narkoba,” tambahnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan para pengedar narkoba terus bergerak dan menemukan cara-cara baru untuk mengelabui masyarakat dan aparat hukum, dengan memanfaatkan anak-anak dan wanita sebagai kurir narkoba.
“Semua itu harus dihentikan, harus dilawan dan tidak bisa dibiarkan lagi. Kita tegaskan perang melawan narkoba di Indonesia,” lanjut Jokowi.
“Saya ingin ingatkan kepada kita semua, di kementerian, di lembaga, di aparat-aparat hukum kita, terutama di Polri. Saya tegaskan sekali lagi kepada seluruh Kapolda, jajaran Polda, kepada jajaran Polres, Polsek, semuanya kejar mereka, tangkap mereka, hajar mereka, hantam mereka. Kalau UU memperbolehkan, dor mereka.”
“Untungnya undang-undang tidak memperbolehkan itu, kalau memperbolehkan, akan saya perintahkan langsung Kapolri dan Kepala BNN,” tegas presiden.
Darurat narkoba
Hasil penelitian BNN yang bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitkes UI) tahun 2014 menunjukkan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba secara nasional adalah 2,18% dari jumlah penduduk Indonesia berusia 10 – 59 tahun atau sekitar 4 juta jiwa.
Jika tidak ada upaya pencegahan dan pemberantasan komprehensif, BNN memprediksi jumlah penyalahgunaan narkoba akan meningkat menjadi 5 juta jiwa di tahun 2020.
Sampai dengan Juni 2016, BNN telah mengamankan 100 orang tersangka dari 42 kasus tindak pidana narkotika, dengan barang bukti berupa lebih dari satu ton sabu, 600 ribu butir ekstasi dan 40 kilogram ganja.
Dari segi ekonomi, estimasi kerugian akibat narkoba diperkirakan sekitar Rp. 63,1 triliun di tahun 2014. Jumlah tersebut naik sekitar dua kali lipat dibandingkan tahun 2008, atau naik sekitar 31% dibandingkan tahun 2011.
Diperkirakan sebesar Rp. 56,1 triliun untuk kerugian biaya pribadi dan Rp 6,9 triliun untuk kerugian biaya sosial. Angka kematian akibat penyalahgunaan narkoba sendiri mencapai 12.044 orang per tahunnya.
“Saat ini sangat mengkhawatirkan, apalagi kalau perintah UU tidak dilaksanakan dan membiarkan peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Bukan tidak mungkin perilaku atau kejahatan ikutan akan meningkat akibat penyalahgunaan narkotika,” ujar juru bicara BNN Slamet Pribadi kepada BeritaBenar, Senin, 27 Juni 2016.
Tak hanya program pemberantasan, Slamet mengatakan BNN juga terus melanjutkan program pencegahan terhadap tiga kelompok sasaran pengedar narkoba, yakni primer, sekunder dan tersier. Kelompok primer adalah mereka yang belum tersentuh narkotika, sekunder yang rawan tersentuh narkotika, dan tersier adalah yang sudah kecanduan.
“Saat ini memang kami fokus pendekatan pada anak-anak, remaja dan pemuda, karena mereka sasaran strategis sindikat narkotika. Mereka belum banyak paham tentang akibat narkoba, hanya mengerti dari sisi euforia saja. Itu karena tanggung jawab mereka belum terlalu besar,” ujar Slamet.
Desakan hukuman mati
Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Fahira Idris menegaskan bahwa Indonesia memang sudah bukan lagi negara tujuan perederan narkoba, namun juga produsen.
“Artinya kita sudah darurat narkoba. Jumlah pengguna narkotika, psikotropika dan zat adiktif saat ini sudah mengkhawatirkan,” ujar Fahira kepada BeritaBenar.
Menurut dia, sebanyak 22 persen pengguna narkoba adalah remaja. “Artinya narkoba sudah masuk ke berbagai lapisan masyarakat dan tidak peduli latar belakangnya. Baik remaja, bahkan hingga oknum aparat penegak hukum dan pejabat,” tegasnya.
Dia berharap Presiden Jokowi segera mengeksekusi para gembong pengedar narkoba. Indonesia, imbuhnya, harus belajar dari Singapura dan Malaysia yang tanpa ampun menghukum pengedar narkoba.
“Cara itu ampuh melindungi negara dari narkoba. Pengedar narkoba mengancam negara-negara yang hukumnya masih lemah terhadap pemberantasan narkoba,” tambah Fahira.
Menurut rencana, seperti disampaikan Jaksa Agung beberapa waktu lalu bahwa belasan terpidana narkoba yang sudah ada ketetapan hukum tetap akan dieksekusi mati setelah Lebaran nanti.