ASEAN dan Australia Sepakat Tekan Sumber Masalah Radikalisme

Perdana Menteri Australia menyebutkan negara-negara ASEAN telah berhasil melawan ekstremis, tapi teroris tetap ada dan ancamannya nyata.
Ismira Lutfia Tisnadibrata
2018.03.19
Jakarta
180319-ASEAN-620 Presiden Joko Widodo (dasi merah) ketika menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi antara ASEAN dan Australia di Sydney, 18 Maret 2018.
Dok. Biro Pers Istana

ASEAN dan Australia sepakat mempererat kerja sama untuk mencegah dan menekan pergerakan militan asing di wilayah Asia Tenggara dan mengatasi akar masalah yang menyebabkan timbul dan berkembangnya ekstremisme kekerasan dan radikalisme.

Hal itu dinyatakan ke-11 negara dalam Deklarasi Sydney yang ditandatangani kepala negara dan kepala pemerintah masing-masing pada akhir pertemuan tingkat tinggi ASEAN-Australia di Sydney, Australia, Minggu, 18 Maret 2018.

Mereka juga sepakat mengutuk keras segala bentuk terorisme dan menguatkan komitmen untuk bekerja sama lebih erat untuk melawannya.

Kerja sama ini dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, Lim Jock Hoi dan Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop di akhir konferensi mengenai kontraterorisme, Sabtu, 17 Maret dan disaksikan pimpinan 11 negara.

Mereka mengatakan dalam deklarasi itu bahwa “nota kesepahaman kerjasama kontra terorisme internasional antara ASEAN dan Pemerintah Australia akan memperdalam dan memperluas kerja sama yang sudah terjalin.”

“Saya ingin menyampaikan apresiasi kepada Australia atas upaya memajukan kerja sama kontra terorisme dengan ASEAN,” ujar Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar.

“Kerja sama di bidang kontra terorisme menjadi perhatian semua negara. Hal ini sangat dapat dipahami mengingat ancaman terorisme tidak berkurang, termasuk di kawasan kita.”

Jokowi menyebutkan kerja sama sub-regional yang diinisiasi Indonesia dan Australia bersama Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam dan Selandia Baru tahun lalu untuk mengantisipasi pergerakan militan terafiliasi dengan Negara Islam (IS) di Marawi, Filipina Selatan, sebagai contoh kerja sama yang cepat dan efektif.

“Kerja sama ini merupakan kerja sama yang sangat praktis dan hasilnya langsung dapat dirasakan,” lanjutnya.

Jokowi menyebutkan peran dua organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dalam membantu pemerintah untuk menyebarkan nilai toleransi dan perdamaian, serta peran anak-anak muda generasi millenial yang mengkomunikasikan pesan damai pemerintah dengan bahasa khas yang dipahami oleh generasinya.

Dua pendekatan

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen. Pol. Suhardi Alius yang juga hadir di konferensi itu menyebutkan Indonesia menggunakan pendekatan keras dan pendekatan lunak dalam deradikalisasi dan mengatasi ekstremisme.

Salah satu pendekatan keras yang dilakukan Indonesia adalah memperkuat perangkat hukum seperti undang-undang, peraturan presiden dan peraturan perundang-undangan lain, seperti Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2017 mengenai Tata Cara Penerimaan dan Pemberian Sumbangan oleh Organisasi Kemasyarakatan dalam Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Menurut Suhardi, perlu ada pengawasan terhadap lembaga swadaya masyarakat atau organisasi massa karena mereka sangat beresiko terhadap penyalahgunaan oleh teroris atau kelompok teroris untuk pendanaan kegiatan mereka.

Pendekatan lunak yang dilakukan BNPT antara lain merangkul 124 mantan terpidana teroris yang sudah insaf untuk menjadi duta damai untuk melakukan kontra-narasi dan menyampaikan pesan-pesan damai.

“Yang terpenting kami sampaikan bahwa ‘jangan sampai mantan teroris, keluarga dan anak-anaknya dimarginalisasikan dalam masyarakat, karena akan menyebabkan mereka tambah radikal’,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.

 

Pernyataan PM Australia

Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull dalam sambutannya mengatakan negara-negara ASEAN telah berhasil melawan ekstremis, tapi teroris tetap ada dan ancamannya tantangan nyata bagi semua.

Menurutnya, serangan terorisme adalah tindakan mengerikan yang dilakukan oleh “sekelompok teroris yang mencemarkan dan menistakan agama Islam.”

Turnbull menambahkan perang melawan terorisme tidak mudah, tidak cepat dan menjadi semakin kompleks karena cara yang mereka gunakan terus berkembang, salah satunya dengan media sosial dan aplikasi pesan singkat.

Menurutnya, aplikasi pesan terenkripsi yang dibuat untuk mendekatkan manusia malah dipakai generasi baru teroris yang coba memisahkan masyarakat dengan mengeksploitasi platform tersebut.

Hal lain yang menjadi perhatian dalam kerja sama ini adalah mengatasi masalah pendanaan terorisme yang menurut Turnbull semakin nyata karena aliran dana membantu kelangsungan jaringan mereka di kawasan.

Untuk memperkuat pencegahannya, ASEAN dan Australia sepakat mengadakan program pertukaran analis intelijen keuangan.

“Kami menyadari meningkatkan penggunaan metode keuangan nonkonvensional termasuk mata uang digital, kartu bersaldo, platfrom pengumpulan dana, yang membuat deteksi pendanaan terorisme semakin susah,” ujar Turnbull.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.