Awak Kapal Tanker Asing Akui Pindahkan Minyak dan Langgar Sejumlah Ketentuan
2021.01.26
Jakarta
Badan Keamanan Laut (Bakamla) pada Selasa (26/1) mengatakan awak dua kapal tanker berkewarganegaraan Iran dan Cina yang ditangkap akhir pekan mengakui bahwa mereka melakukan pemindahan dan menumpahkkan minyak di wilayah perairan Indonesia.
MT Horse dan MT Freya, masing-masing berbendera Iran dan Panama, dijadualkan tiba di Pelabuhan Pangkalan AL di Batam, Kepulauan Riau, pada Selasa malam untuk pemeriksaan lebih lanjut setelah disita oleh kapal patrol Bakamla hari Minggu di perairan Kalimantan Barat.
Juru bicara Bakamla Kolonel Wisnu Pramandita mengatakan bahwa para awak tanker mengakui mereka melakukan transfer minyak dari kapal berbendera Iran ke kapal berbendera Panama tanpa izin, membuang limbah, lego jangkar tanpa izin dan mematikan sistem identifikasi otomatis (AIS) kapal.
Mereka juga mengakui menyembunyikan identitas kapal dengan menutupi nama dan tidak mengibarkan bendera, kata Wisnu.
“Masih akan didalami dengan penyelidikan lebih lanjut di Batam nanti. Namun mereka tertangkap tangan dan mengakui,” kata Wisnu dalam pernyataan yang diterima BenarNews.
Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia mengatakan Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan lantaran kedua tanker tertangkap tangan melakukan pelanggaran pelayaran yang tidak hanya diatur oleh hukum Indonesia melainkan juga hukum internasional.
“Boleh saja Iran protes atau menanyakan ini. Tapi itu sudah jelas, dua supertanker itu tertangkap tangan oleh KN Marore milik Bakamla yang sedang melakukan patroli,” kata Aan dalam sambungan telepon dengan BenarNews.
Aan menyebut kru kapal menunjukkan niat tidak baik dengan tidak menjawab panggilan radio saat posisi kedua kapal terdeteksi berada di perairan Pontianak, Kalimantan Barat.
“Setelah dipaksa dia baru menjawab dan mengakui melakukan kegiatan di situ,” kata Aan.
Bakamla mengatakan MT Horse dan MT Freya melakukan pelanggaran jalur pelayaran internasional dengan berhenti dan menurunkan jangkar di 25 Nautical Mile (NM) sebelah kiri ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia)-I. Kedua tanker juga kedapatan membuang minyak ke perairan Indonesia.
“Mereka tertangkap tangan transfer bahan bakar minyak dari kapal Iran ke kapal Panama. Bahkan waktu aparat datang, ada yang dibuang ke laut. Itu kan menjadi polusi di kita, permasalahan lagi,” sambungnya.
Setibanya dua tanker itu di Batam, maka tim gabungan lintas kementerian dan lembaga terkait akan langsung melakukan pemeriksaan lanjutan kepada kru kapal, ujarnya.
“Karena ini bukan masalah keamanan saja, saya sudah lapor ke Menlu (Menteri Luar Negeri Retno Marsudi), Kepolisian, KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), Imigrasi, (Kementerian) Perhubungan, (Kementerian) ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), untuk sama-sama mendalami permasalahan ini,” kata Aan.
“Malam ini kita dekatkan ke pangkalan, besok tim langsung dalami sesuai dengan bidangnya masing-masing,” lanjutnya.
Sebelumnya, pengamat kemaritiman dari The National Maritime Institute (Namarin) - lembaga think-tank independen, Siswanto Rusdi, mempertanyakan surat penyitaan yang dikeluarkan pengadilan atau lembaga terkait penangkapan kedua tanker tersebut.
Aan menjelaskan, penggiringan kedua tanker ke pangkalan adalah untuk mendalami dugaan awal atas pelanggaran yang dilakukan. Proses hukum lanjutan akan ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut.
“Untuk penyidikan butuh pendalaman. Kalau sudah terkumpul semua informasi baru kita tindak lanjut lebih jauh,” kata Aan.
Aan mengatakan Bakamla menjadi lebih siaga karena ada kejadian juga kapal survei Cina yang melewati ALKI-1 dengan mematikan AIS.
“Kami juga punya kecurigaan karena sea glider itu. Persoalan itu sudah disampaikan ke pihak Cina juga, kami minta Kemlu untuk sampaikan ke pihak Cina kalau lewat ALKI, AIS harus menyala, harus ada laporan kalau tidak berfungsi,” ujarnya.
TNI Angkatan Laut saat ini sedang meneliti pesawat bawah laut nirawak yang juga disebut sea glider yang ditemukan di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, Desember lalu.
Sejumlah pihak menduga bahwa sea glider tersebut milik Pemerintah Cina, seperti diutarakan peneliti Australian Strategic Policy Institute, Malcolm Davis, di situs berita ABC.
MT Horse mengangkut 30 awak berkewarganegaraan Iran, sementara MT Freya membawa 25 kru berkewarganegaraan Cina.
Situs MarineTraffic.com melacak MT Freya melakukan perjalanan dari distrik Bayuquan di provinsi Liaoning, Cina, pada 6 Januari dan berada di dekat Indonesia dan Singapura sejak pekan lalu. Situs itu juga menyebut kapal tanker berbendera Panama itu dimiliki dan dikelola oleh sebuah perusahaan yang terdaftar sebagai Shanghai Future Ship Management Co.
Kementerian Luar Negeri Iran telah meminta pemerintah Indonesia untuk memberikan keterangan terkait penyitaan kapal tanker mereka.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah mengatakan pemerintah belum melakukan komunikasi formal dengan Iran sebelum penyelidikan Bakamla bersama otoritas terkait selesai dilakukan.
“Saat ini tengah dilakukan penyelidikan lebih lanjut guna memperoleh gambaran lebih lengkap atas pelanggaran yg dilakukan,” kata Faizasyah.
Kapal ikan Malaysia
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap dua kapal ikan berbendera Malaysia yang diduga menangkap ikan secara ilegal di dua lokasi berbeda di perairan Selat Malaka pada pekan lalu, sebut Humas Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Didik Agus.
Kapal motor (KM) JHF 4631 B yang mengangkut tiga nelayan berkewarganegaraan Malaysia ditangkap di perairan Belawan, Sumatra Utara, Kamis pekan lalu.
Sedangkan satu kapal ikan Malaysia yang mengangkut empat nelayan asal Myanmar, KM SLFA 4107, diamankan petugas KKP saat mencuri ikan di sekitar perairan Kepulauan Riau pada Minggu (24/1).
“Saat ini satu kapal ada di Stasiun PSDKP Belawan dan yang satu ada di Pangkalan PSDKP di Batam, keduanya sedang diperiksa di sana,” kata Didik kepada BenarNews.
“Semua kapal akan diproses dengan hukum yang berlaku,” lanjutnya.
Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP, Pung Nugroho Saksono mengatakan kondisi cuaca yang buruk di perairan kerap dimanfaatkan kapal asing untuk menangkap ikan di perairan Indonesia. Oleh karenanya, pihaknya meminta jajarannya untuk melakukan operasi rutin dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan.
“Berdasarkan pengalaman yang ada sebelumnya, kondisi seperti ini justru sering dimanfaatkan oleh para pencuri ikan,” katanya dalam keterangan tertulis Kementerian.
Sepanjang 2020, KKP telah menangkap 53 kapal nelayan asing yang melakukan pencurian ikan yang kebanyakannya terjadi di perairan Natuna. Dari jumlah tersebut, sebanyak 25 di antaranya berbendera Vietnam, 14 Filipina, 13 Malaysia, dan satu Taiwan.
Sebanyak 225 nelayan Vietnam yang kapalnya ditangkap aparat Indonesia karena pencurian ikan masih terjebak di lokasi penahanan sementara karena persoalan hukum dan juga pandemi COVID-19. KKP menyebut dari jumlah itu, 26 di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Terhadap awak kapal yang bukan tersangka, berdasarkan ketentuan hukum internasional maupun nasional telah diizinkan pulang sejak awal saat ditetapkan sebagai bukan tersangka. Namun demikian proses kepulangan tersebut tentu bergantung pada negara asal,” kata Didik kepada BenarNews, akhir tahun lalu.
Komunikasi telah dilaksanakan dengan Pemerintah Vietnam melalui kedutaan besar yang berada di Jakarta, kata Didik, namun pihak terkait menyampaikan informasi bahwa situasi pandemi Covid-19 mendatangkan kendala yang signifikan dalam pemulangan para warga negaranya.