Jokowi Batal Bebaskan Ba’asyir Tanpa Syarat

Ismira Lutfia Tisnadibrata & Kusumasari Ayuningtyas
2019.01.22
Jakarta & Sukoharjo
190122-ID-Baasyir-1000.jpg Narapidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir (tengah) didampingi Yusril Ihza Mahendra (kanan) berbicara kepada wartawan di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, 18 Januari 2019.
Dok. Yusril Ihza Mahendra

Presiden Joko “Jokowi’ Widodo mengubah keputusannya untuk membebaskan Abu Bakar Ba’asyir tanpa syarat dan mengatakan terpidana kasus terorisme itu harus menandatangani janji kesetiaan kepada negara dan Pancasila.

“Ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya pembebasan bersyarat. Bukan pembebasan murni, (tapi) pembebasan bersyarat, syaratnya harus dipenuhi, kalau tidak, saya tidak mungkin menabrak (hukum),” ujar Jokowi kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 22 Januari 2019.

“Syaratnya itu harus dipenuhi. Contohnya setia pada NKRI (Negara Kesatuan Republk Indonesia, setia pada Pancasila. Itu sangat prinsip sekali," tuturnya

Dia mengakui alasan kemanusiaan menjadi pertimbangan dan keluarga Ba’asyir sudah mengajukan pembebasan sosok berusia 81 tahun itu karena alasan sakit dan uzur sejak 2017.

Sehari sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto mengatakan presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut namun tidak dapat bertindak “grasa-grusu”.

“Oleh karena itu, presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespon permintaan tersebut,” ujar Wiranto.

Jokowi mengumumkan keputusan untuk membebaskan Ba’asyir tanpa syarat pada Jumat pekan lalu dan dikonfirmasi penasihat hukumnya yang juga pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra.

Ba’asyir divonis 15 tahun penjara pada 2011 setelah terbukti merancang dan mendanai pelatihan paramiliter kelompok Jamaah Islamiyah di pegunungan Jalin, Aceh Besar, tahun 2010.

Ketua Tim Pembela Muslim yang menjadi tim pengacara Ba’asyir, Muhammad Mahendratta, mengatakan kliennya telah menjalani 2/3 masa tahanannya.

Bila dihitung dengan pengurangan 36 bulan remisi selama menjalani hukuman penjara, dia sudah berhak bebas bersyarat per 13 Desember lalu.

“Ini masalah hukum, bukan masalah politik, dan juga bukan hadiah,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu lalu.

Sebagai narapidana terorisme, menurut Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Ba’asyir harus menandatangani surat untuk tak mengulangi kesalahannya, setia pada Pancasila dan NKRI.

Namun, Ba’asyir menolak menandatangani surat itu dan menurut Yusril, pendiri Majelis Mujahiddin Indonesia itu lebih memilih menjalani sisa masa hukuman di penjara daripada harus mengingkari prinsipnya.

Yusril mengatakan atas dasar kemanusiaan, sakit dan usia lanjut, syarat itu bisa dikesampingkan, tapi perlu otoritas lebih tinggi, yaitu presiden, karena implikasi politis kasus ini besar sehingga harus dijalankan atas perintah kepala negara.

Pengacara yang juga anggota TPM, Achmad Michdan, mengatakan jika ganjalannya penolakan Ba’asyir untuk setia kepada Pancasila, Yusril sudah menjelaskan kepada presiden bahwa nilai-nilai Pancasila tak bertentangan nilai-nilai Islam yang dipegang teguh oleh Ba’asyir.

“Soal mengenai kecintaan kepada negara tidak perlu diragukan, karena kencintaan negara sebagian dari Islam,” ujar Michdan kepada BeritaBenar.

Terkait kesimpangsiuran sikap pemerintah untuk membebaskan Ba’asyir, Michdan mengatakan, “biarkan masyarakat yang menilai.”

Rekomendasi dokter

Mantan anggota Densus 88 dan Wakil Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI), Irjen (Purn.) Benny Mamoto mengatakan, pemerintah sebaiknya meminta rekomendasi dokter mengenai kondisi kesehatan Ba’asyir.

“Apabila memang lebih baik dirawat, segera dikirim ke rumah sakit untuk dirawat karena faktor usia, fisik, dan lainnya,” ujarnya kepada wartawan di Kampus UI Salemba.

“Jadi, harus ada dasarnya, minimal rekomendasi dokter sampai menunggu proses yang berjalan dan mengkaji dari aspek hukumnya.”

Pakar terorisme Rakyan Adibrata mengatakan niat pemerintah untuk mengambil alasan kemanusiaan adalah langkah baik, tapi harus dilandasi aturan hukum agar tidak menjadi sesuatu yang negatif dan melanggar aturan demi seorang narapidana.

“Ini adalah langkah pendekatan lunak yang kadang bisa jauh lebih efektif dalam penanggulangan terorisme dibanding dengan pendekatan keras seperti tindakan hukum,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Sri Yunanto, pakar terorisme dan dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global UI, mengatakan menandatangani surat janji setia kepada Pancasila adalah sesuatu yang “fundamental”.

“Harus ada komitmen dari Ba’asyir untuk tidak lagi menyebarkan pemikiran-pemikirannya yang menjadi masalah karena dapat berbahaya secara ideologi,” ujarnya.

“Ba’asyir tidak sendirian, ada banyak di belakangnya dan punya konstituen juga. Jangan menolak untuk diawasi polisi karena bagaimanapun dia adalah mantan (narapidana terorisme) yang pengaruhnya masih kuat.”

Persiapan penyambutan

Sementara itu, Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, persiapan penyambutan terus dilakukan karena ada kabar Ba’asyir akan pulang pada Rabu.

Koordinasi telah dilakukan dengan berbagai pihak, seperti polisi dan organisasi massa Ialam, untuk mengantisipasi banyak para pengikut Ba’asyir yang akan datang kepulangannya.

“Jika memang bebas, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menjadi kerinduan tersendiri di kalangan para jihadis karena Ustadz adalah tokoh penting,” kata Thayep Malik, peneliti Yayasan Prasasti Perdamaian.

“Kalau tidak jadi bebas, tentunya akan jadi pemicu kebencian terhadap negara.”

Janji pembebasan Ba’asyir bukan pertama kali didengar para pengikutnya. Pada 23 Desember 2018, kabar serupa telah berhembus, tapi tidak terwujud karena alasan serupa.

“Ini seperti memberi harapan palsu. Kalau batal lagi, namanya kita dikecewakan dua kali,” kata Endro Sudarsono, juru bicara Dewan Syariah Kota Surakarta.

Menurutnya, jadi atau tidaknya Ba’asyir pulang, sekitar 1.000 anggota ormas Islam akan tetap datang pada Rabu.

“Kita tidak akan membatalkan undangan kepada para tamu, yang sudah disebar, Ponpes juga telah persiapan, kita tetap datang,” ujarnya.

Humas Ponpes Al Mukmin Ngruki, Muchson, mengatakan pihaknya berpegang pada pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang disampaikan ke Ponpes oleh putra ketiga Ba’asyir, Abdul Rohim Ba’asyir.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.