Sriwijaya Air Tergelincir, Perluasan Bandara di Manokwari Mendesak
2017.05.31
Manokwari
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari menyebutkan, kebutuhan bandar udara (bandara) yang memenuhi standar keselamatan untuk didarati pesawat berbadan besar sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Bupati Manokwari, Demas Paulus Mandacan kepada BeritaBenar mengatakan hal itu beberapa jam setelah pesawat Sriwijaya Air Boeing 737-300 tergelincir di bandara tersebut.
Pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-570 berpenumpang 146 orang, termasuk empat anak-anak dan tiga bayi – serta tujuh awak kabin, keluar landasan pacu, Rabu sekitar pukul 08.51 WIT.
Pesawat tergelincir sejauh sekitar 20 meter dari ujung landasan, setelah mendarat dalam keadaan cuaca kurang bersahabat. Akibatnya, menurut sumber kepolisian, roda depan patah dan mesin bagian kiri rusak.
Seluruh penumpang selamat, meski ada laporan yang menyebutkan tujuh penumpang terpaksa dirawat di rumah sakit terdekat, diyakini akibat trauma.
Demas mengatakan, tahun ini telah dialokasikan dana Rp30 miliar untuk kepentingan relokasi warga. Senilai Rp20 miliar dana itu berasal dari kantong pemerintah provinsi, sementara Rp10 miliar dari Pemkab Manokwari. Jika masih dibutuhkan, anggaran tambahan akan dialokasikan pada 2018.
Pemkab Manokwari telah membentuk tim independen untuk memastikan jumlah biaya relokasi secara pasti. Jika biaya sudah tersedia, relokasi dimulai tahun ini yang menyasar bangunan pada radius 100 meter lebih di arah landasan pacu.
"Tahun 2019 pembangunan (pelebaran dan perpanjangan) bandara sudah harus dilakukan,” ujar Demas.
Saul Rante Lembang, seorang anggota DPR Papua Barat yang membidangi masalah Infrastruktur dan Pembangunan, mengatakan pihaknya telah menyetujui anggaran Rp80 miliar pada tahun anggaran 2017.
Kepala Dinas Perhubungan Papua Barat, Bambang Heriawan Soesanto mengatakan anggaran tersebut termasuk dalam bagian rencana perluasan dan perpanjangan Bandara Rendani.
Anggaran digunakan untuk meratakan dan menebalkan landasan pacu, juga untuk pembiayaan pembangunan terowongan air yang melintang tak jauh dari titik landasan pacu, katanya.
Dalam studi Land Aquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) perpanjangan landasan pacu, disebutkan terjadi peningkatan lalu lintas angkutan udara sementara luas bandara tetap sama 1.298 ha dan luas landasan pacu 2000 × 45 meter.
Jumlah total penumpang pertahun diprediksi akan meningkat dari 329.68 ribu jiwa pada 2015, menjadi 581.008 ribu pada 2020.
“Kecelakaan ini jadi momentum untuk meningkatkan keselamatan penerbangan Bandara Rendani,” kata Heriawan kepada BeritaBenar.
Wakil Gubernur Papua Barat, Mohamad Lakotani, mengatakan pihaknya berkomitmen akan membantu perluasan Bandara Rendani.
"Pemprov akan memback-up Pemda Manokwari dengan melihat kebutuhan riil di lapangan," katanya saat dihubungi BeritaBenar.
Deri Nuhan (tengah) dan warga lain yang terkena dampak rencana perluasan Bandara Rendani Manokwari di Papua Barat saat ditemui di rumahnya, 31 Mei 2017. (Duma Sanda/BeritaBenar)
Reaksi warga
Rencana perluasan Bandara Rendani mendapat tanggapan beragam warga yang terdampak. Ada yang secara sukarela siap direlokasi, namun ada juga meminta pemerintah tidak terburu-buru melakukan perluasan.
Deri Nuham, warga terkena dampak relokasi mengaku siap dipindahkan asalkan pemerintah memberi ganti rugi. Dia juga meminta pemerintah menjamin lokasi baru layak ditinggali.
“Memang belum ada sosialisasi dari pemerintah, tapi kami bersedia asal di tempat baru ada air bersih dan dekat sarana pendidikan. Kami juga meminta pemerintah memberi ganti rugi yang layak,” katanya saat ditemui di rumahnya.
Namun, seorang tokoh masyarakat, Daud Indouw setempat menyebutkan, warga merasa berat direlokasi karena khawatir di tempat baru tidak bisa optimal secara sosial dan ekonomi.
“Agaknya untuk dipindahkan terasa berat,” katanya kepada BeritaBenar.
Menurutnya, warga pernah mengajukan penolakan secara resmi kepada Pemkab Manokwari, Agustus 2016. Dalam pertemuan dengan pemerintah, masyarakat mengaku punya sertifikat atas tanah yang mereka tempati.
Daud mengatakan warga mengusulkan agar pemerintah melakukan pengembangan bandara ke arah laut (reklamasi).
“Dari sisi biaya akan lebih murah karena tidak ada pemukiman warga yang digusur,” kata Daud yang pernah menjabat sebagai legislator DPRD Manokwari.
Dia menambahkan setelah warga menyerahkan penolakan secara resmi ke pemerintah, hingga kini belum ada pertemuan lanjutan untuk membicarakan masalah tersebut.
Kecelakaan berulang
Peristiwa tergelincirnya pesawat di Bandara Rendani Manokwari sudah terjadi tiga kali dalam beberapa tahun terakhir. Kasus pertama terjadi pada maskapai Celebes Air tahun 2005.
Pada 2010, Merpati Air mengalami peristiwa serupa. Kala itu, pesawat keluar landasan sejauh hampir 100 meter dan terporosok ke dalam sungai di ujung bandara. Sejumlah penumpang, termasuk kru pesawat, harus dirawat di rumah sakit.
Kombinasi cuaca yang tidak bersahabat saat pendaratan dan landasan pacu yang hanya 2.000 meter disebut-sebut menjadi penyebab dua kecelakaan tersebut. Belum ada keterangan resmi terkait penyebab kecelakaan yang menimpa Sriwijaya Air, Rabu pagi.
Firman, seorang penumpang pesawat Sriwijaya Air mengaku, pesawat saat mendarat di tengah landasan cukup mulus, namun tidak berhenti dan terus melaju hingga keluar landasan pacu.
“Dalam pengamatan saya, tidak ada penumpang yang terluka,” kata Firman, yang merupakan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Manokwari.
Akibat kecelakaan itu, Bandara Rendani Manokwari terpaksa ditutup total.