Puluhan Buruh Migran Indonesia di Hong Kong Terlibat ISIS

Berdasarkan penelitian, buruh migran perempuan tersebut terkena radikalisme melalui internet atau melalui dakwah komunitas.
Zahara Tiba & Tia Asmara
2017.07.27
Jakarta
170727-ID-maids-620.jpg Seorang buruh migran Indonesia membawa poster dalam sebuah demonstrasi di Hong Kong, 16 Desember 2012.
AFP

Sekitar 45 perempuan dari 153.000 buruh migran Indonesia (BMI) yang bekerja di Hong Kong dilaporkan terlibat kegiatan-kegiatan pro-Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) setelah terpapar radikalisme melalui internet.

Hal itu terungkap dalam laporan terbaru Institut Analisis Kebijakan Konflik (Institute for Policy Analysis of Conflict/IPAC), yang diluncurkan di Jakarta, Rabu, 26 Juli 2017.

“Memang jumlahnya sedikit dibandingkan BMI di sana, tetapi tetap berpotensi bahaya,” ujar analis IPAC, Nava Nuraniyah, kepada BeritaBenar, Kamis.

Menurutnya, rata-rata para pekerja perempuan yang terpapar paham radikal adalah mereka yang masih mencari jati diri.

“Mereka menilai ikut pengajian biasa hanya seminggu sekali belum cukup. Mereka mencari yang mereka butuhkan lewat sosial media. Mereka bergabung dengan komunitas-komunitas radikal dan mendapatkan pengetahuan tentang radikalisme dari sana,” kata Nava.

“Bahkan beberapa dari mereka berpacaran dengan pria-pria yang menyebarkan ajaran radikal. Bukan cuci otak, tapi karena rasa simpati yang sama.”

Nava bercerita ada seorang pekerja perempuan yang mulai terpapar dan berbicara tentang jihad. Namun sang ustad memberikan bantahan tentang ajaran tersebut, tetapi justru ditentangnya.

Nava mengimbau agar komunitas-komunitas BMI terus saling mengingatkan satu sama lain agar BMI tidak terpengaruh radikalisme.

“Kalau seandainya melihat atau merasa salah satu rekannya mulai menunjukkan gejala-gejala terpapar radikalisme, dekati mereka dengan cara-cara yang baik,” ujarnya.

IPAC juga menyarankan agar Pemerintah Indonesia terus bekerja sama dengan agen perekrut BMI di luar negeri dan komunitas-komunitas BMI untuk memastikan agar buruh, khususnya perempuan, tidak jatuh ke pelukan sel-sel ekstremis.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arrmanatha Nasir, dan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid, yang hendak dikonfirmasi BeritaBenar terkait laporan IPAC itu tidak merespon.

Dalam laporannya, IPAC menyebutkan perasaan tidak cocok dengan lingkungan di Hong Kong dan kesepian menjadi alasan mereka terjerumus paham radikal.

“Beberapa perempuan terpengaruh oleh pacar militan yang ditemui melalui internet. Ada juga ingin bergabung ISIS untuk menunjukkan emansipasi,” jelas Nava.

Selain melalui internet, lanjutnya, mereka mulai terjebak terorisme lewat pertemuan komunitas Muslim di Hong Kong yang berkembang seiring banyaknya dakwah dari pekerja Indonesia.

“Perempuan-perempuan itu melihat militan bagaikan pahlawan sehingga mau membantu dana dan logistik. Malah ada yang menjalin hubungan dan membantu militan ke Suriah dan bersedia menyusul ke sana,” papar Nava.

Lebih sensitif

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, meminta pemerintah lebih sensitif dalam menginformasikan bahaya terorisme kepada buruh migran.

“Posisi mereka rentan direkrut ISIS. Itu tidak mereka sadari. Dengan banyaknya korban direkrut ISIS, mestinya pemerintah membuat semacam call center,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Meski sudah ada langkah pemerintah dalam mengantisipasi bahaya terorisme, Anis menyebut masih kurang.

“Masih perlu dimasifkan sampai ke desa. Pemerintah bisa membuat surat edaran. Kemlu atau Kementerian Tenaga Kerja bisa membuat surat edaran ke dinas, lalu dinas bisa membuat surat edaran sampai ke tingkat desa,” ujar Anis.

“Kedutaan mesti buat juga. Seluruh kedutaan harus disampaikan bahaya yang dihadapi buruh migran, sehingga semua pihak mengantisipasi.”

Anis meminta pemerintah bergerak cepat terutama dalam memanfaatkan teknologi dan media sosial.

“Pemerintah harus memanfaatkan sosial media untuk menyampaikan informasi itu karena mayoritas buruh migran menggunakan sosial media,” jelasnya.

WNI dideportasi Turki

Keinginan warga negara Indonesia (WNI) ke Suriah karena diduga hendak bergabung ISIS juga dilakukan mereka di dalam negeri. Hal itu ditandai dengan terdapat 430 WNI yang dideportasi Pemerintah Turki setelah mereka ditangkap saat hendak menyeberang ke Suriah.

“Kalau bicara angka deportan bukan berarti langsung terkait dengan ISIS karena mereka belum sempat menyeberang ke Suriah,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, 17 Juni lalu.

Dia merincikan bahwa dari 430 WNI itu, sebanyak 193 orang dideportasi pada 2015, 60 orang tahun 2016 dan sejak Januari hingga Juli 2017 berjumlah 177 orang.

Saat ini, terdapat 16 perempuan dan anak-anak Indonesia ditampung di kamp pengungsian Ain Issa, setelah keluar dari Raqqa, yang diklaim sebagai ibukota ISIS, 13 Juni lalu. Mereka mengaku merasa ditipu ISIS.

Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal, beberapa hari lalu menyatakan kepada BeritaBenar bahwa saat ini ada lima WNI sedang dalam proses pemulangan dari Turki.

Pemerintah juga sedang menangani kasus seorang remaja 15 tahun yang dinikahi tentara ISIS. Perempuan itu kini berada di di panti sosial di Adana, kota dekat perbatasan Turki dan Suriah.

Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Nahar, mengatakan bahwa sejak tahun lalu pihaknya sudah menangani 163 deportan dari Turki untuk menjalani proses reintegrasi dimana mereka diajarkan keterampilan menjahit, bertenun, dan berdagang.

Dari jumlah itu, 75 merupakan anak-anak yang menerima layanan konseling, kebutuhan dasar, kegiatan bermain dan belajar.

Namun peneliti terorisme Asia Tenggara, yang juga direktur IPAC, Sidney Jones, mengatakan program memberi shelter dan pelatihan Kementerian Sosial tampaknya belum cukup.

“Harus ada rencana nanti anak-anak tersebut sekolah dimana, diberikan konseling untuk anak-anak,” katanya.

Ia menambahkan bahwa jumlah 430 orang tak terlalu mengkhawatirkan karena 60 persen di antaranya merupakan perempuan dan anak-anak.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.