Bus Bawa Siswa SMP Masuk Jurang di Sumedang, 28 Tewas
2021.03.11
Jakarta
Setidaknya 28 orang tewas setelah bus yang membawa 66 siswa SMP dan orang tua mereka sepulang dari karya wisata jatuh ke jurang di Sumedang, Jawa Barat, kata polisi dan petugas medis, Kamis (11/3).
Sementara itu Kementerian Perhubungan mengatakan bus pariwisata milik PO Sri Padma Kencana yang mengalami kecelakaan pada Rabu malam itu belum menjalani uji kir terbaru, sehingga ada kemungkinan kendaraan itu tidak layak jalan.
Sopir tengah membawa rombongan pelajar SMP IT Al Muawanah, Subang, dan orang tua mereka sepulang dari ziarah dan karya wisata di Tasikmalaya dan Pangandaran ketika ia kehilangan kendali saat melalui jalur turunan dan terperosok ke jurang sedalam 25 meter, kata Direktur Penegakan Hukum Korlantas Polri Brigjen Kushariyanto.
Kontur jalan yang menurun panjang serta menikung turut diduga menyebabkan sopir saat kejadian kehilangan kendali, kata Kushariyanto.
“Akhirnya sopir ini banting stir ke kiri, dia sempat putar dan kena guard rail. Jadi dari kepala posisi di depan dia langsung menjadi terbalik,” ujar Kushariyanto dalam keterangan pers, seraya menyebut kecelakaan diprediksi terjadi sekitar pukul 18.30 WIB, Rabu.
Sebanyak 26 orang meninggal dunia karena terhimpit badan bus dan terlempar ke jurang, satu meninggal saat dievakuasi, dan satu lainnya saat menjalani perawatan medis di RSUD Sumedang.
Sopir bus merupakan salah satu korban yang meninggal, menurut laporan media.
Korban meninggal lainnya termasuk anak di bawah umur, remaja dan orang tua.
“Ada satu orang lagi tadi meninggal dunia di IGD jam 12 siang. Jadi total sudah ada 28,” kata petugas RSUD Sumedang saat dihubungi BenarNews.
Adapun sebagian dari 38 orang yang mengalami luka-luka, masih menjalani perawatan intensif di IGD.
Mimin Mintarsih (52), salah satu penumpang selamat dalam kecelakaan itu mengakui bus sempat kehilangan kendali sebelum terjun ke jurang. Pada saat itu juga tercium bau kampas rem.
“Bus goyang-goyang, terus masuk jurang,” kata Mimin kepada KOMPAS.com. “Sopir bilang remnya blong,” lanjutnya.
Mimin beserta dua anaknya, masing-masing 2 dan 11 tahun, berhasil selamat meski sempat terjepit jok di dalam bus.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk mencari penyebab kecelakaan tunggal bus pariwisata tersebut.
"Sejak tadi malam saya berkoordinasi dengan Dirjen Darat dan juga tim yang ada di lapangan. Saya pikir kita tunggu laporan dari Dirjen Darat, dan saya juga sudah minta kepada KNKT sebab akibatnya," kata Menhub Budi dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub turut menyebut faktor lain penyebab kecelakaan adalah keterlambatan pemeriksaan kendaraan atau uji kir.
“Penyebab kecelakaan masih dalam investigasi, namun hasil sementara informasi yang didapat ada keterlambatan uji kir,” kata Budi dalam keterangan tertulis kementerian.
Uji kir adalah serangkaian tes untuk menentukan apakah sebuah kendaraan masih layak jalan atau tidak. Uji kir diwajibkan bagi kendaraan angkutan niaga untuk penumpang dan barang.
Terkait pembatas jalan, Kemenhub bakal berkoordinasi lebih lanjut dengan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat untuk penggantian dengan beton.
Budi mengatakan hingga saat ini evakuasi serta pendataan terhadap berbagai indikator kecelakaan masih akan dilakukan oleh otoritas terkait.
“Dalam waktu dekat Satlantas Polres Sumedang akan mengirimkan crane sehingga mempermudah proses evakuasi. Jalan sekitar TKP juga akan ditutup sementara untuk kelancaran evakuasi,” kata Budi.
Direktur Utama PT Jasa Raharja Budi Rahardjo dalam keterangan tertulis, Kamis, mengatakan pihaknya akan segera menyelesaikan proses pendataan korban meninggal dunia dan juga surat jaminan kepada pihak puskesmas untuk korban yang mengalami luka-luka.
“Jasa Raharja akan menyerahkan santunan kepada pihak ahli waris korban sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15 Tahun 2017, setiap korban kecelakaan transportasi berhak menerima santunan hingga Rp50 juta, sementara korban luka berhak atas biaya perawatan maksimum Rp25 juta.
Bukan jalur bus besar
Kushariyanto mengatakan jalur dengan lebar sekitar enam meter yang dilalui bus dengan nomor polisi T 7591 TB itu tidak seharusnya digunakan oleh kendaraan besar.
Sopir diduga tidak mengenali jalur dan menggunakan aplikasi peta daring untuk menentukan jalan menuju Subang, sebut Kushariyanto dikutip dari Antara.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat Hery Antasari menjelaskan kontur dari Tanjakan Cae lazim ditemukan di wilayah Jawa Barat lainnya seperti Tanjakan Panganten di Kabupaten Garut dan Tanjakan Emen di Subang yang rawan mengalami kecelakaan.
“Sopir yang sudah memiliki pemahaman soal rute, biasanya bisa mengantisipasi kecelakaan dengan baik,” kata Hery.
Kendati demikian, pemahaman sopir soal rute masih menjadi indikasi awal penyebab kecelakaan. Dishub bersama otoritas terkait lainnya akan melakukan penyelidikan mulai dari kondisi kendaraan hingga kelengkapan rambu lalu lintas.
“Kami evaluasi semuanya untuk penanganan jangka pendek hingga jangka panjangnya. Termasuk evaluasi keberadaan guard rail, kontur jalan, hingga rambu lalu lintas yang tersedia,” katanya.
Kecelakaan lalu lintas yang memakan banyak korban jiwa bukan hal baru di Indonesia dimana standar kemanan pengguna jalan rendah ditambah dengan tidak memadainya infrastruktur yang ada.
Pada 2018, sebuah bus pariwisata yang mengangkut 51 orang tergelincir saat melintas di Tanjakan Emen, Subang, Jawa Barat. Sebanyak 26 penumpang, serta seorang pengemudi sepeda motor, meninggal dunia dalam insiden itu.
Hasil investigasi KNKT yang dirilis Oktober 2018, menyimpulkan penyebab terjadinya kecelakaan akibat kebocoran konektor selang udara ke rem utama serta lajunya bus yang melebihi batas kecepatan untuk wilayah tersebut.