Proyek yang Didanai China akan Ditinjau Kembali Jika Prabowo Menang

Presiden Jokowi banyak bekerja sama dengan China dalam pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas dalam pemerintahannya.
Ahmad Syamsudin
2018.10.24
Jakarta
THUMB-181024-ID-politics-1000.JPG Kandidat presiden, Prabowo Subianto (kanan) bersama pasangannya calon wakil presiden Sandiaga Uno dalam sebuah acara kempanye di Jakarta, 23 September 2018.
AP

Indonesia mungkin akan meninjau kembali sejumlah proyek infrastruktur yang didanai oleh China, jika Prabowo Subianto terpilih sebagai presiden tahun depan, kata salah seorang juru kampanye kandidat presiden dengan nomor urut 2 tersebut, Rabu, 24 Oktober 2018.

Presiden Joko "Jokowi" Widodo, kandidat dengan nomor urut 1 dan petahana dalam Pemilihan Presiden 2019 menyambut baik inisiatif ambisius China "One Belt, One Road" sehubungan dengan prioritas Jokowi untuk meningkatkan infrastruktur di tanah air.

Dalam Pilpres yang jatuh pada 17 April 2019, Jokowi akan menghadapi Prabowo, mantan komandan pasukan khusus yang bermasalah dengan isu pelanggaran hak asasi manusia dalam reformasi 1998.

“Pak Prabowo tidak anti asing dan siap bekerja dengan negara asing.Tapi kesejahteraan Indonesia itu prioritas Beliau,” kata Andre Rosiade, juru bicara Partai Gerindra, partai pimpinan Prabowo

“Proyek ditinjau sesuai keperluan dan belum tentu dibatalkan,” lanjutnya tanpa merinci proyek mana yang akan ditinjau.

Dibawah pendanaan China, saat ini Indonesia membangun kereta api cepat sepanjang 140 kilometer dan beberapa pembangkit listrik di pulau Sumatra dan Kalimantan.

Jalur kereta api, yang menghubungkan Bandung dan Jakarta, menelan biaya 5,9 miliar dollar AS dan sedang dibangun oleh konsorsium yang dipimpin oleh China Railway International.

Jokowi meluncurkan proyek ini pada awal tahun 2016 tetapi pembangunannya tertunda selama sekitar dua tahun karena beberapa masalah diantaranya pembebasan lahan.

China juga mendanai pengembangan "koridor pembangunan ekonomi," yang melibatkan pembangunan kawasan industri, pembangkit listrik, jalan, dan pelabuhan laut senilai 51 miliar dollar AS di Sumatra Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali, menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal.

“Yang ditinjau kembali bukan sekedar proyek satu negara tertentu, yang ditinjau tentu proyek yang merugikan satu negara, semua project yang mengancam negara,” kata Dahnil Anzar Simanjuntak, juru bicara kampanye Prabowo.

“Pak Prabowo anti terhadap korupsi dan praktik manipulatif, Pak Prabowo bisa kerjasama dengan siapapun termasuk investasi,” lanjutnya.

Presiden Indonesia Joko Widodo (kiri) dan mitranya dari Cina, Presiden Xi Jinping bertemu saat peluncuran inisiatif ambisius China "One Belt, One Road" di Beijing, 14 Mei 2017. [AFP]
Presiden Indonesia Joko Widodo (kiri) dan mitranya dari Cina, Presiden Xi Jinping bertemu saat peluncuran inisiatif ambisius China "One Belt, One Road" di Beijing, 14 Mei 2017. [AFP]

 

One Belt, One Road

Tahun lalu, Jokowi menghadiri forum One Belt, One Road selama dua hari, di mana Beijing mengungkapkan rencananya untuk berinvestasi lebih dari 1 triliun dollar AS untuk membangun jaringan pelabuhan, jalan, kereta api dan proyek-proyek terkait logistik lainnya terbentang di sepanjang Asia Tenggara, Asia Selatan dan wilayah lainnya.

Apa yang disebut sebagai Jalur Sutra Maritim adalah bagian dari strategi multi-cabang China untuk meningkatkan hubungan perdagangan globalnya dengan mengembangkan jalur darat dan laut yang menghubungkan negara dengan penduduk terpadat dan pusat ekonomi terbesar dunia itu dengan pasar di Eropa.

China dan Indonesia menjalin hubungan diplomatik pada 13 April 1950. Pada tahun 2003, perdagangan bilateral mencapai 3,8 miliar dollar AS, tetapi angka tersebut berlipat ganda hampir 10 kali lipat menjadi 36,1 miliar dollar AS pada 2010, menurut Institut Internasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, sebuah lembaga independen yang berbasis di Kanada.

Tetapi Indonesia mencatat defisit perdagangan sebesar 14 miliar dollar AS pada tahun 2016 terhadap China. Perdagangan antara kedua negara mencapai puncaknya pada 58,8 miliar dollar AS tahun lalu, dengan Indonesia mengimpor sekitar 35,7 miliar dollar AS barang dari China, sebagian besar elektronik, termasuk telepon dan komputer, menurut data resmi pemerintah. Indonesia mengekspor batubara, baja, dan minyak sawit.

Indonesia menempati urutan keempat di antara mitra dagang terbesar China di Asia Tenggara, setelah Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Jokowi mengatakan pada tahun 2017, bahwa ia meyakini inisiatif One Belt, One Road akan memperkuat hubungan ekonomi antara Indonesia dan China, dimana pemerintahnya juga berfokus pada pembangunan infrastruktur.

Saingan regional China, India telah menyatakan keraguan tentang strategi geopolitik besar China, mengatakan sebuah inisiatif harus didasarkan pada norma-norma internasional yang diakui secara universal, transparansi dan kesetaraan.

Ari Kuncoro, seorang ekonom di Universitas Indonesia, memperingatkan bahwa meninggalkan proyek ketika konstruksi sudah dimulai akan memakan biaya yang mahal.

“Keputusan untuk meninjau harus dibuat dengan hati-hati,” kata Ari, “sebuah proyek hanya boleh ditunda ketika konten impor sangat tinggi sehingga merugikan mata uang lokal.”

“Membatalkan proyek yang sudah berjalan berarti biaya yang telah dikeluarkan tidak dapat dipulihkan,” ujarnya.

Tunda proyek

Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menunda beberapa proyek infrastruktur yang menggunakan bahan impor besar untuk jangka waktu enam tahun sebagai bagian dari upaya untuk menopang rupiah, yang telah anjlok hampir 10 persen tahun ini dan melemah hingga melebihi Rp15.000 per dollar AS untuk pertama kalinya dalam 20 tahun.

Agung Pribadi, juru bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan beberapa proyek pembangkit listrik telah ditunda tanpa memberikan rincian.

Sementara itu para pejabat di Perusahaan Listrik Negara tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

"Dengan Amerika Serikat mengisolasi diri, saya pikir Jalan Sutra baru masuk akal,” kata Ari.

"Indonesia memiliki penduduk 260 juta orang dan dekat dengan Singapura, jadi ketika pelabuhan di Singapura kewalahan, kita dapat menampung kelebihannya," tambahnya.

Tetapi Indonesia harus menghindari hanya menjadi pasar untuk ekspor China.

"Kita seharusnya tidak menerima situasi seperti itu," pungkasnya

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.