Konser Coldplay di Indonesia dan Malaysia dibayangi penolakan kelompok konservatif

Tria Dianti dan Iman Muttaqin
2023.05.30
Jakarta dan Kuala Lumpur
Konser Coldplay di Indonesia dan Malaysia dibayangi penolakan kelompok konservatif Chris Martin, vokalis grup musik Coldplay, saat tampil di Stadion Wembley di London, Inggris, 12 Agustus 2022.
REUTERS/Maja Smiejkowska

Ketika Yudhistira Amran Saleh mendengar kabar bahwa Coldplay, grup rock asal Inggris favorit istrinya, akan menggelar konser di Indonesia untuk pertama kali, dia bersemangat untuk mendapatkan tiket.

Lelaki 32 tahun itu rela mengantre berjam-jam online menggunakan komputer desktop, laptop dan telepon pintar, sebelum akhirnya membayar empat tiket seharga Rp20 juta.

“Ya ini kan kesempatan seumur hidup. Kali pertama nonton sama istri. Biasanya nonton konser sendiri,” kata Yudhistira kepada BenarNews.

Tapi tidak semua orang merasa antusias dengan rencana kedatangan Coldplay ke Indonesia dan Malaysia, di mana band tersebut akan manggung untuk pertama kali pada 15 November di Gelora Bung Karno di Jakarta dilanjutkan konser di stadion Bukit Jalil di Kuala Lumpur pada 22 November.

Kelompok konservatif di kedua negara itu mendesak penyelenggara konser untuk membatalkan pagelaran tersebut karena mereka menganggap kelompok musik itu mendukung homoseksualitas dan perilaku amoral.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menegaskan Coldplay tidak boleh diberi tempat di Indonesia untuk tampil dan menggelar konser.

“Karena Coldplay ini sudah dikenal sebagai pejuang LGBT. Demi mendapatkan uang, mereka rela melanggar nilai Pancasila dan UUD 1945. Ya jangan dong,” kata Anwar.

“Kalau hanya sekadar mencari uang, buka saja kompleks prostitusi. Boleh enggak? Kan enggak boleh. Boleh enggak berjudi? Ya enggak boleh. Praktik LGBT ya enggak boleh.”

Di Malaysia, Nasrudin Hassan, anggota komite kerja pusat Partai Islam Se-Malaysia (PAS), menuduh Coldplay mempromosikan hedonisme dan kehidupan menyimpang.

“Saya menyarankan penampilan grup ini di Malaysia dibatalkan. [Konser] itu tidak membawa manfaat apa pun bagi agama, bangsa, dan negara,” kata dia pada laman Facebook pribadinya.

Coldplay merupakan salah satu grup musik paling populer dan sukses di dunia. Mereka telah menjual lebih dari 100 juta rekaman dan meraih tujuh Grammy Awards. Album terbaru mereka, Music of the Spheres, dirilis pada 2021 dan menampilkan kolaborasi dengan artis lain seperti boyband populer Korea Selatan BTS dan penyanyi Amerika Serikat Selena Gomez.

Vokalis kelompok musik tersebut, Chris Martin, dikenal pula sebagai aktivis sosial.

Aktivitas homoseksual dilarang di Malaysia, dan mereka yang tertangkap akan mendapat hukuman berat. Aktivitas sodomi dapat dipidana maksimum 20 tahun penjara serta hukuman cambuk.

Di Indonesia, homoseksualitas tidak secara eksplisit dikriminalisasi di bawah KUHP baru yang disahkan oleh DPR tahun lalu, tetapi hubungan seks di luar nikah dapat dihukum hingga satu tahun penjara — jika dilaporkan oleh anggota keluarga atau pasangan sah.

Baik pemerintah Malaysia maupun Indonesia membela rencana konser Coldplay, dengan mengatakan bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah untuk memastikan keamanan dan keselamatan acara tersebut.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengaku telah berkomunikasi dengan para pemuka agama dan meminta masukan dan saran terkait konser grup musik Inggris tersebut.

“Ini adalah bagian dari upaya kami untuk memastikan bahwa konser tersebut berada dalam koridor hukum,” kata Sandiaga.

Dia berharap konser Coldplay dapat mendongkrak reputasi Indonesia sebagai tujuan artis dan turis mancanegara.

Antusiasme penggemar Coldplay di Indonesia dan Malaysia untuk mendapatkan tiket secara online diwarnai dengan kecemasan dan frustrasi akibat ketatnya persaingan di antara ratusan ribu peminat.

Bagi Nadia Yusof, 28 tahun, mendapatkan tiket konser Coldplay di Kuala Lumpur adalah mimpi yang menjadi kenyataan.

“Saya sangat bersemangat untuk menonton konser Coldplay,” kata Nadia yang harus bersaing dengan ratusan ribu penggemar lainnya yang mencoba membeli tiket secara online pada 17 Mei.

Tiket konser Jakarta terjual habis dalam beberapa menit setelah penjualan dimulai pada tanggal yang sama.

Tak ayal, banyak penggemar yang telah mengantre online selama berjam-jam merasa kecewa karena kehabisan tiket.

Sementara itu, para calo menawarkan tiket berkali lipat lebih mahal dari harga normal. Misalnya, menurut salah satu calon pembeli di Indonesia, harga tiket termurah Rp1,5 juta dijual kembali oleh calo seharga Rp6 juta.

Beberapa calo bahkan memasang harga hingga Rp50 juta untuk sebuah tiket di berbagai platform e-commerce dan media sosial.

Para penggemar ramai-ramai menumpahkan amarah mereka di media sosial. Mereka menyerukan kepada pihak berwenang dan promotor agar menindak para calo.

Penjualan tiket di Malaysia juga dirusak oleh gangguan teknis, bot, dan calo yang membeli tiket dalam jumlah besar untuk menjualnya kembali dengan harga selangit secara online.

Kekacauan ini telah memicu desakan di Indonesia dan Malaysia agar Coldplay menggelar pertunjukan tambahan.

Fahmi Fadzil, Menteri Komunikasi dan Digital Malaysia, mengatakan dalam konferensi pers bahwa promotor konser Live Nation mencatat sekitar 700 ribu upaya untuk membeli tiket selama periode penjualan online.

Namun, dia mengatakan bahwa kementeriannya tidak dapat memverifikasi apakah para pembeli itu sungguh manusia atau program bot otomatis.

“Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Biaya Hidup dan Live Nation akan berkolaborasi jika terdapat kegiatan terkait calo atau pencatutan tiket,” ujarnya.

Meski dibayangi penolakan dari beberapa pihak dan frustrasi seputar penjualan tiket, sebagian besar penggemar tetap kalem.

“Kebanyakan orang yang menentang konser tersebut adalah orang Malaysia konservatif dan troll internet yang berusaha mengeksploitasi topik kontroversial,” kata Muhammad Syahmi, 27, salah seorang penonton konser di negeri jiran itu.

“Selain itu, perlu dicatat bahwa protes mereka sejauh ini belum membuat konser benar-benar dibatalkan.”

Rosita Budi Suryaningsih, 35, ibu dua anak dari Indonesia, mengatakan: “Bagi saya, musik itu universal. Tidak ada hubungannya dengan agama.”

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.