Usai Rusuh, Narapidana LP Sorong Desak Rapid Test
2020.04.23
Jakarta
Ratusan narapidana di sebuah penjara di Sorong, Papua Barat, pada hari Kamis (23/4) menuntut kepada pemerintah untuk diberikan tes COVID-19 menyusul kerusuhan di mana mereka membakar kasur dan ban pada malam sebelumnya lantaran khawatir terpapar virus corona, demikian menurut pejabat pemerintah dan laporan media.
Tidak ada korban jiwa dalam kerusuhan pada Rabu malam di Lembaga Pemasyarakat Kelas II B Sorong dan empat napi yang kabur sudah ditangkap kembali, kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Rika Aprianti.
Rika memastikan kondisi lapas kini telah terkendali.
"Berdasarkan laporan, tidak ada juga narapidana kabur dan terluka," katanya kepada BenarNews.
Hingga Kamis sore, selepas menyuarakan tuntutan, aparat gabungan Tentara Nasional Indonesia dan Polri masih berjaga di lingkungan Lapas Kelas II B Sorong, media nasional melaporkan.
Kepala Polres Sorong, Ary Nyoto, menambahkan pemerintah daerah telah pula menyanggupi permintaan warga binaan untuk menggelar rapid test COVID-19. "Pemerintah sekarang sedang menyiapkan tenaga medis dan alatnya," kata Ary dikutip dari Kompas.com.
Kantor berita ANTARA melaporkan narapidana meminta komitmen pemberian sanksi adat terhadap jajaran pemerintah daerah dan Lapas Sorong bila ada warga binaan yang meninggal dunia akibat COVID-19. Total, terdapat 335 narapidana yang mendekam di terungku Lapas Sorong.
"Pihak lapas dan pemerintah harus bertanggung jawab atas seluruh nyawa tahanan dan narapidana Lapas Sorong," ujar perwakilan narapidana kala membacakan tuntutan mereka seperti dikutip ANTARA.
Hingga Kamis sore, satu orang dilaporkan telah meninggal dunia akibat COVID-19 di Papua Barat, sementara kasus kasus positif sebanyak 13 orang, menurut data pemerintah.
Kepala Lapas Nunus Ananto mengatakan kerusuhan dipicu kecemburuan terhadap lima narapidana yang bebas sebagai bagian dari program asimilasi dari Kemenkumham. Mereka yang tak kebagian kemudian menuntut perlakuan serupa dari otoritas.
"Mereka meminta untuk dibebaskan semua dengan alasan kemanusiaan, ingin merasakan hidup bebas seperti warga binaan lain dan khawatir dengan wabah," kata Nunus, dikutip ANTARA.
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Abu Bakar Alhabsyi dalam keterangan tertulis menyayangkan kerusuhan di Lapas Sorong. Ia pun meminta Kemenkumham melakukan audit program asimilasi jika betul-betul menjadi pemicu kerusuhan di lapas.
"Agar situasi serupa tidak terjadi di tempat lain," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Pembebasan lewat asimilasi diputus Menteri Kemenkumham Yasonna Laoly pada 30 Maret, sebagai siasat menekan penyebarluasan COVID-19 di Tanah Air.
Asimilasi diberikan kepada narapidana yang telah akan menjalani dua pertiga masa hukuman dan narapidana anak yang sudah akan menjalani setengah masa hukuman per 31 Desember 2020. Keseluruhan narapidana dan narapidana anak yang mendapatkan asimilasi sebanyak 38.822 orang.
Desakan pembebasan narapidana yang bukan ancaman atau lanjut usia telah disuarakan kelompok-kelompok pemantau HAM sejak awal kemunculan virus corona baru karena jumlah tahanan yang jauh melebihi daya tampung penjara.
Merujuk data Human Rights Watch sekitar 270 ribu narapidana menghuni lapas dan rumah tahanan di seluruh Indonesia atau dua kali lipat dari kapasitas seharusnya.
Tunda PON
Buntut penyebaran wabah di Indonesia, pemerintah pada hari ini juga memutus untuk menunda pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) yang sebelumnya dijadwalkan digelar di Papua pada 20 Oktober-2 November 2020, ke tahun berikutnya.
Menteri Olahraga, Zainudin Amali, mengatakan penundaan diputus usai rapat terbatas bersama Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan sejumlah lembaga terkait. Salah satu alasannya adalah tertundanya fasilitas tempat pertandingan yang tertunda akibat pandemic COVID-19.
“Pendistribusian bahan-bahan yang didatangkan dari luar Papua juga terhambat karena sebagaimana kita tahu, Provinsi Papua memberlakukan penutupan,” katanya.
Papua sampai kini melaporkan 130 kasus positif COVID-19, dengan korban meninggal sebanyak enam jiwa.
Adapun di seluruh Indonesia, kasus positif bertambah 357 kasus dari kemarin, sehingga per hari ini total kasus tercatat sebanyak 7.775. Sebanyak 960 orang sudah dinyatakan sembuh, dan 647 meninggal dunia.
Terkait kasus positif dan kematian yang terus bertambah, pakar Tim Gugus Tugas COVID-19 Wiku Adisasmito mengakui pemerintah terlambat dalam mendeteksi COVID-19. Terlebih, pemerintah juga harus mengikuti standar yang dipatok Badan Kesehatan Dunia (WHO) seperti suplai data terinfeksi, data pasien sembuh, dan data kematian.
"Angka kematian tinggi terjadi karena keterbatasan penanganan deteksi dini yang diambil Indonesia," kata Wiku dalam keterangan pers.
Untuk mencegah penyebaran virus, pemerintah secara resmi telah pula melarang mudik menjelang Idul Fitri pada Selasa kemarin. Instruksi ini resmi berlaku mulai Jumat (24/4).
Namun sehari menjelang pemberlakuan larangan, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya justru mencatat kenaikan aktivitas keluar Jakarta di sejumlah terminal, pelabuhan, dan jalan tol.
Kepolisian mencatat 25.797 kendaraan roda empat telah meninggalkan wilayah Jabodetabek melalui gerbang tol Cikampek Utama pada hari ini. Jumlah ini naik dari hari sebelumnya yang sebanyak 18.735 kendaraan. Jika ditotal sejak pelarangan mudik disampaikan Jokowi, terdapat 44.550 kendaraan roda empat telah meninggalkan ibu kota.
Kenaikan juga terjadi di Terminal Kampung Rambutan, yang melayani bus antarprovinsi. Hingga Kamis siang, 43 bus yang memuat 837 penumpang telah berangkat meninggalkan Jakarta, dengan tujuan terbanyak menuju Jawa Barat.
Pun demikian dengan PT ASDP Indonesia Ferry cabang Merak yang melayani kapal penghubung Jawa dan Sumatra, yang mencatat kenaikan lima ribu penumpang dalam sepekan terakhir.
Tia Asmara di Jakarta ikut berkontribusi pada artikel ini.