Sebagian besar negara tujuan wisata di Asia Tenggara tidak akan batasi turis China

Sementara COVID-19 melonjak di Tiongkok, warganya akan mulai berwisata ke luar negeri per 8 Januari.
Staf BenarNews
2023.01.05
Bangkok, Jakarta, Kuala Lumpur dan Manila
Sebagian besar negara tujuan wisata di Asia Tenggara tidak akan batasi turis China Para turis berswafoto di sepanjang jalan Yaowarat yang populer di kawasan Chinatown, Bangkok, 5 September 2022.
[Manan Vatsyayana/AFP]

Diperbarui pada 6 Januari 2023, 07:00 WIB

Sebagian besar negara-negara Asia Tenggara yang bergantung pada pariwisata, menyatakan akan melonggarkan pembatasan masuk bagi wisatawan China yang kembali melakukan perjalanan ke luar negeri mulai minggu depan, meskipun WHO memperingatkan bahwa Beijing tidak memberikan informasi cukup tentang tingkat keparahan COVID-19 di negara itu.

Seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina, Thailand mengumumkan bahwa pelancong yang datang dari China tidak memerlukan tes pra-keberangkatan COVID-19, meskipun infeksi meningkat tajam di negara Tirai Bambu itu. Negara-negara Asia Tenggara ini, yang sudah lama menjadi magnet bagi yuan wisatawan China, sedang berusaha untuk menghidupkan kembali ekonomi mereka yang terpuruk akibat pandemi.

Setelah pertemuan pejabat kesehatan, pariwisata, dan lainnya, Menteri Kesehatan Masyarakat Thailand Anutin Charnvirakul mengatakan kepada wartawan bahwa setiap orang harus memakai masker di tempat-tempat ramai.

“Thailand tidak akan mewajibkan tes COVID bagi turis dari negara mana pun. …Ini adalah kesempatan untuk memulihkan ekonomi dari kerugian yang kita derita selama hampir tiga tahun,” katanya.

“Tidak akan ada diskriminasi terhadap negara tertentu karena COVID-19 menyebar di semua negara dan jenisnya serupa. Jadi, itu seharusnya tidak menjadi masalah diskriminasi terhadap negara mana pun.”

Namun, Thailand akan memberlakukan kembali persyaratan bahwa wisatawan setidaknya telah dua kali mendapatkan vaksinasi COVID-19 dan memiliki asuransi kesehatan untuk biaya perawatan jika mereka terinfeksi di Negara Gajah Putih itu.

Sebanyak 205.735 kasus baru COVID-19 terdeteksi di China selama tujuh hari terakhir dengan 635 kematian , menurut data terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pada 27 Desember 2022, China mengumumkan akan mencabut sebagian besar pembatasan perjalanan yang ketat mulai 8 Januari 2023.

Setelah pandemi pertama kali terdeteksi di China pada akhir 2019, Beijing telah sangat membatasi perjalanan internasional warganya, dan hanya mengizinkannya jika benar-benar diperlukan.

‘Darah kehidupan’ industri pariwisata kawasan

Tepat setelah pengumuman tersebut, penyedia layanan perjalanan trip.com mencatat peningkatan 254% dalam pemesanan penerbangan ke luar dari Tiongkok daratan dibandingkan sehari sebelumnya. Negara-negara Asia Tenggara dan Amerika Serikat termasuk di antara 10 tujuan teratas.

Ini bukan merupakan sebuah kejutan. Sebelum pandemi merebak di negara terpadat di dunia itu, 32 juta warga China melakukan perjalanan ke Asia Tenggara pada 2019, menurut Rane Worldview, sebuah firma riset risiko geopolitik. Setahun kemudian, jumlah itu turun ke titik 4 juta.

“Wisatawan China adalah sumber kehidupan sektor pariwisata Asia Tenggara, dan absennya mereka yang terus menerus akan semakin menghambat pemulihan ekonomi kawasan itu,” kata lembaga itu dalam sebuah catatan pada September tahun lalu.

“Dampak dari pandemi COVID-19 … telah menghantam negara-negara Asia Tenggara dengan keras – khususnya Thailand, Filipina, dan Malaysia, di mana pariwisata sebelumnya menghasilkan pendapatan dan pekerjaan dalam jumlah yang signifikan.”

Saat itu, menurut Rane Worldview tidak adanya pengunjung dari Tiongkok dalam waktu lama akan “terus menghalangi pemulihan pasca-pandemi” dari sektor pariwisata penting negara-negara ini.

Turis dengan pakaian tradisional Thailand berfoto di kuil Buddha Wat Arun di Bangkok, 9 Desember 2022. [Lillian Suwanrumpha/AFP]
Turis dengan pakaian tradisional Thailand berfoto di kuil Buddha Wat Arun di Bangkok, 9 Desember 2022. [Lillian Suwanrumpha/AFP]

'Semoga semua turis telah dites COVID'

Operator tur, pengusaha perhotelan, dan bisnis pariwisata di negara-negara Asia Tenggara tidak diragukan lagi menyambut prospek kembalinya wisatawan Tiongkok.

Namun, setelah melihat bagaimana pandemi COVID-19 melumpuhkan negara mereka termasuk menghantam ekonomi lokal, beberapa pihak memilih untuk berhati-hati.

Zack, seorang operator kapal di Pulau Kapas, Terengganu, sebuah pulau wisata di Malaysia, khawatir jika ia harus menjalani lockdown kembali karena COVID-19.

“Pemerintah harus menutup sementara negaranya untuk turis Tiongkok sampai semuanya kembali normal,” kata Zack kepada BenarNews, yang memilih untuk hanya mengungkapkan nama depannya untuk menghindari publisitas.

“Saya takut ada lockdown lagi,” katanya, seraya menambahkan bahwa tidak ada turis yang akan berkunjung sama sekali jika ada lockdown karena peningkatan infeksi COVID-19.

Pekan lalu, Malaysia mengatakan akan mengetes semua pelancong yang masuk dari demam dan menguji air limbah pada penerbangan yang datang dari China. Mereka yang demam tinggi, atau yang mengalami penyakit pernapasan atau memiliki gejala COVID-19 akan dikirim ke pusat karantina atau ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan tambahan.

Sabah dan Sarawak, yang memiliki lebih banyak otonomi daripada negara bagian Malaysia lainnya, namun demikian tidak mengikuti peraturan perjalanan COVID pemerintah pusat Malaysia.

Terletak di pulau Kalimantan dan merupakan tujuan populer turis Tiongkok, Sabah memutuskan bahwa mulai 8 Januari, pelancong dari Tiongkok harus divaksinasi penuh. Mereka juga harus menunjukkan bukti tes COVID negatif dalam waktu 48 jam sebelum keberangkatan mereka ke luar negeri.

Di Thailand, Pornpimol Rungrasmisup, pemilik Thierry Resort di Chiang Mai, mengatakan kepada BenarNews bahwa dia tidak yakin atas kebijakan negaranya terhadap wisatawan dari China.

“Orang China yang pergi keluar negeri adalah hal penting bagi kami, itu berarti bisnis yang bagus,” katanya, mengacu pada fakta bahwa dari hampir 40 juta turis asing yang mengunjungi Thailand pada 2019, lebih dari seperempatnya adalah warga China.

“Tetapi ketika saya mengetahui bahwa tidak diperlukan tes COVID, saya merasa tidak nyaman. Kami ingin menyambut turis China. Chiang Mai sedang mempersiapkan mereka, tetapi saya berharap semua turis dites COVID,” kata Pornpimol.

Otoritas Thailand memperkirakan kedatangan wisatawan tahun ini antara 18 hingga 25 juta, dimana 5 juta diantaranya adalah warga Tiongkok, demikian menurut Kamar Dagang Thailand.

 

Turis bermain ombak di kota General Luna, di pulau Siargao, Filipina selatan, 7 Oktober 2022. [Ferdinandh Cabrera/AFP]
Turis bermain ombak di kota General Luna, di pulau Siargao, Filipina selatan, 7 Oktober 2022. [Ferdinandh Cabrera/AFP]

Di Filipina, yang baru-baru ini mengesampingkan pembatasan perjalanan bagi turis asing meskipun kasus COVID-19  melonjak di China, seorang dokter menganjurkan pembatasan ketat bagi pelancong dari Tiongkok.

“Kami perlu meminta turis Tiongkok untuk menyerahkan tes RT-PCR 48 jam sebelum penerbangan dan, tentu saja, mengujinya pada saat kedatangan,” Dr. Tony Leachon, yang meypakan anggota tim yang sebelumnya memberi nasihat kepada pemerintah Filipina tentang COVID- 19, kepada BenarNews.

Sub-varian baru dapat menihilkan semua pencapaian yang telah dibuat Filipina dalam mengendalikan penyebaran COVID-19, katanya.

“Kami tidak dapat menghentikan penyebaran COVID-19, tetapi pengujian pra-keberangkatan dan persyaratan untuk menunjukkan hasil tes negatif saat terbang dari Tiongkok ke Filipina dapat membantu memperlambat penyebaran karena kami berupaya mengidentifikasi dan memahami potensi varian baru.”

Sopir taksi Filipina Marionito Marcos, 58, yang melayani rute dari bandara utama negara itu di Metro Manila mengatakan, “Anda tidak pernah tahu apakah penumpang Anda membawa virus COVID atau tidak. Mereka mungkin carrier, kita tidak tahu,” katanya kepada BenarNews.

“Tetap saja, orang harus bekerja dan bertahan hidup juga. Dan saya yakin selama Anda menerima vaksin, Anda akan baik-baik saja. Ini hal normal baru kami,” kata Marcos.

Seorang turis Tiongkok (tengah) mengenakan masker tiba bersama turis lain dari Nusa Penida di dermaga kapal cepat di pulau Serangan di Denpasar, Bali, 27 Januari 2020. [Sonny Tumbelaka/AFP]
Seorang turis Tiongkok (tengah) mengenakan masker tiba bersama turis lain dari Nusa Penida di dermaga kapal cepat di pulau Serangan di Denpasar, Bali, 27 Januari 2020. [Sonny Tumbelaka/AFP]

Pemerintah Indonesia: “antibodi masyarakat cukup kuat”

Pemerintah Indonesia, sementara itu, mengatakan tidak merencanakan pembatasan masuk khusus bagi pelancong China karena penduduk Indonesia memiliki tingkat kekebalan yang tinggi.

“Indonesia tidak memberlakukan protokol kesehatan berbeda bagi Pelaku Perjalanan Luar Negeri asal China, meski kasus COVID-19 di negara tersebut melonjak tajam,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril Mansyur.

“Hal ini dikarenakan antibodi pada masyarakat Indonesia baik dari vaksinasi maupun infeksi bawaan diyakini cukup kuat, selain itu varian yang saat ini sedang merebak di China yaitu BA5.2 BA.2.75, dan BF7 juga sudah masuk ke Indonesia dan telah dapat dikontrol,” jelas Syahril

Namun, ahli epidemiologi Dicky Budiman mengatakan perlu untuk terus waspada.

“Indonesia harus terus memperketat pembatasan turis asing untuk mencegah bangkitnya COVID-19. Harus ada mekanisme atau prosedur yang setidaknya bisa menjamin siapapun yang masuk ke Indonesia tidak membawa patogen berbahaya,” ujarnya kepada BenarNews.

“Jika wisatawan yang datang tidak mendapat vaksinasi ulang, maka harus menjalani tes PCR untuk memastikan negatif COVID-19.”

Sementara itu, I Ketut Ardana, penasehat asosiasi agen perjalanan Bali mengatakan bahwa wisatawan dari China adalah bisnis penting untuk Bali. “Sebelum Covid sudah menerima 1,3 juta wisman Cina. Kalau tidak ada Covid pasti jumlahnya naik, setelah negaranya membuka pasti bertambah banyak,” ungkap Ketut.

Data Biro Pusat Statistik (BPS) Bali menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan asing setelah dicabutnya pembatasan kegiatan terkait Pandemi COVID-19 belum berangsur seperti sedia kala. Pada 2019, kunjungan wisatawan tertinggi ke Bali adalah 6.275.210 orang dari 16 juta wisatawan di seluruh Indonesia. Pada 2020 turun 83 persen pada angka 1 juta dengan titik terendah 51 wisatawan asing pada 2021.

Dalam versi yang diperbarui ini mencantumkan informasi terkait wisatawan China di Bali.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.