Diduga Terkait ISIS, 5 WNI Ditangkap Setelah Dideportasi Turki
2017.01.26
Jakarta
Aparat kepolisian kembali menangkap dan memeriksa lima warga negara Indonesia (WNI) yang dideportasi Pemerintah Turki karena diduga akan bertolak ke Suriah untuk bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
“Mereka sudah mengaku kalau memang ingin bergabung ISIS di Suriah saat diinterogasi oleh petugas keamanan Turki,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol. Rikwanto kepada BeritaBenar di Jakarta, Kamis, 26 Januari 2017.
“Mereka tertangkap di Turki pada 16 Januari 2017 bersama dua puluh orang lainnya.”
Kelima WNI itu ditangkap petugas Imigrasi Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, dan Polda Bali sesaat usai mendarat dengan menggunakan penerbangan Emirates Airlines EK-398 (rute Istanbul - Dubai - Denpasar), Rabu dinihari.
Kelima WNI itu adalah pria berinisial TUAB (40), perempuan NK (55) dan tiga anak-anak yaitu perempuan 14 tahun dan dua laki-laki berumur 8 dan 4 tahun. Mereka adalah satu keluarga dari Jakarta.
Seorang pejabat keamanan Indonesia seperti dikutip Channel NewsAsia, mengatakan TUAB adalah seorang staf di Kementerian Keuangan, dengan gelar Master dari Australia.
Menurut Rikwanto, dari hasil pemeriksaan sementara diketahui mereka berangkat dari Bandara Soekarno Hatta, Agustus 2016, dengan menggunakan maskapai Garuda Indonesia menuju Thailand, sebelum beberapa hari kemudian bertolak ke Turki.
Sesampainya di Turki, kelimanya sempat menginap di beberapa tempat sebelum akhirnya bertemu dengan seseorang yang bernama Aji alias Abu Jihad yang membawa mereka ke tempat penampungan dan bertemu sejumlah WNI lain.
“Biaya yang digunakan ke sana adalah hasil menjual rumah. Mereka dipulangkan dengan biaya sendiri juga,” kata Rikwanto.
Kabid Humas Polda Bali, AKBP Hengky Widjaja mengatakan, mereka sempat ditampung orang Turki sebelum akhirnya ditangkap di sebuah tempat persembunyian oleh tentara negara tersebut.
Setelah ditangkap, mereka dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan kesehatan dan sempat mendekam di penjara Turki sebelum dideportasi.
“Hari ini (Kamis) jam 11.40, mereka sekeluarga dibawa tim Densus 88 dan Polda Bali ke Jakarta untuk pendalaman keterangan,” jelas Hengky saat dihubungi BeritaBenar.
Minggu lalu, 17 WNI termasuk 7 orang anak ditangkap ketika tiba di Bandara Soekarno-Hatta, setelah dideportasi Pemerintah Turki. Mereka dibebaskan hari Selasa setelah polisi menyimpulkan mereka hanyalah korban oknum perekrut ISIS.
Tak bisa melarang
Deputi II Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen Pol Arif Darmawan, mengakui meski pihaknya punya data orang yang berpotensi terlibat terorisme ataupun diduga akan ke Suriah, namun pihak imigrasi masih kesulitan karena sistem dalam kartu identitas belum sempurna.
“Masih banyak data yang bisa dimanipulasi oleh sejumlah pihak sehingga lolos security checking,” katanya saat dikonfirmasi BeritaBenar.
Selain itu, tambahnya, negara tidak bisa melarang warganya untuk berpergian ke luar negeri begitu saja jika seseorang memenuhi persyaratan pembuatan paspor.
Arif menyebutkan bahwa masih banyak WNI yang ingin ke Suriah karena keyakinan akan konsep hijrah.
“Mereka tidak tahu keadaan di sana, kalaupun tahu mereka prinsipnya hijrah nggak perduli keadaan seperti apapun di sana,” katanya.
Bahkan, banyak mereka yang termakan janji kalau hijrah itu wajib dilakukan.
“Banyak juga yang tidak ikut perang, hanya ingin tinggal di sana,” jelasnya.
Ia juga mengakui Thailand merupakan jalur favorit pendukung ISIS untuk mencapai Suriah karena di sana terkenal dengan pembuatan visa dan paspor palsu.
Diketahui, beberapa orang Uighur yang memasuki wilayah Indonesia juga menggunakan paspor palsu yang dibuat di Thailand dengan harga $1000.
Karena itu, pihaknya saat ini lebih memperketat jalur perbatasan dengan menambah pasukan keamanan dan bekerja sama dengan imigrasi dalam dan luar negeri. “Koordinasi dengan pihak Thailand juga sudah lebih ketat,” katanya.
Kurang Maksimal
Pakar terorisme dari Universitas Indonesia, Ali Wibisono mengkritik pemerintah yang kurang berperan dalam koordinasi antarinstansi.
“BNPT seperti minder jalankan program. Seharusnya merekalah yang memimpin semua kebijakan terkait pencegahan terorisme,” katanya.
Menurutnya, pemerintah harus memperbaiki semua kelembagaan yang terlibat dalam melawan terorisme. Misalnya, lembaga pemasyarakatan belum menjadi sarana yang baik dalam membina narapidana terorisme.
“Bahkan sipir dan narapidana kasus lain bisa tertular radikal, karena di sana over crowded. Deradikalisasi menjadi percuma, banyak yang keluar dari penjara malah semakin radikal,” ujarnya.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal menyebut sejak 2015 sampai saat ini terdapat 283 WNI yang ditahan dan dideportasi pemerintah Turki karena diduga akan menyeberang ke Suriah.
Menurut data BNPT hingga Agustus 2016, terdapat 237 WNI dewasa dan 46 anak-anak asal Indonesia berada di Suriah.