Diskusi PWF dibubarkan, Komnas HAM desak pemerintah jamin kebebasan
2024.05.22
Jakarta dan Denpasar
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada Rabu mendesak pemerintah untuk menjamin kebebasan berekspresi kelompok masyarakat sipil, menyusul dugaan intimidasi dan pemukulan terhadap para aktivis keadilan air di sela-sela acara World Water Forum di Bali.
Komnas HAM mengatakan telah menerima pengaduan dari beberapa organisasi hak asasi manusia terkait dugaan intimidasi oleh organisasi masyarakat yang menamakan dirinya Patriot Garuda Nusantara terhadap peserta dan pengurus People’s Water Forum (PWF) dengan cara menyita spanduk dan memukul.
“Komnas HAM telah bersurat kepada Kapolri pada 21 Mei 2024 dan meminta Polri untuk di antaranya memberikan jaminan keamanan bagi terlaksananya kegiatan PWF sebagai bentuk hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan mengeluarkan pendapat,” ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangannya.
Pedro Arrojo Agudo, Pelapor Khusus PBB tentang Hak Asasi Manusia atas Air Minum dan Sanitasi yang Aman, dilarang memasuki lokasi PWF 2024 pada Selasa di tengah penjagaan ketat karena aparat keamanan, meski dirinya telah menunjukkan paspor diplomatiknya.
Rekaman video yang diunggah akun @BaleBengong di X menunjukkan Patriot Garuda Nusantara merusak spanduk dan baliho acara serta menyerang peserta forum secara fisik. Mereka menuduh PWF mengganggu World Water Forum ke-10, yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia di Bali dari 18 hingga 25 Mei.
World Water Forum, yang diwakili 110 negara, mengadakan pertemuan pada 18-23 Mei di Denpasar, Bali, sementara People's Water Forum mengadakan acara serupa pada 21-23 Mei untuk menentang privatisasi air dan mengadvokasi pengelolaan air yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Komnas HAM juga meminta Polri mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa mendatang; melakukan penegakan hukum terhadap pelaku yang diduga melakukan tindakan kekerasan dan main hakim sendiri terhadap para peserta, panitia, dan fasilitator kegiatan PWF.
“Pengabaian dan pelanggaran terhadap hak tersebut dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia. Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia,” ucap Atnike.
Pada Senin, diskusi pra-acara yang diselenggarakan oleh PWF di sebuah hotel di Denpasar diganggu dengan kekerasan oleh anggota kelompok yang berulang kali mengunjungi lokasi acara sebelum diskusi, menuntut pembatalan acara PWF.
Sebelumnya, beberapa anggota panitia penyelenggara PWF juga dikabarkan mendapat intimidasi dan mendapat ancaman dari pejabat negara yang mendesak mereka tidak menyelenggarakan kegiatan.
Ignatius Radithe, perwakilan LBH Bali, mengatakan lima panitia PWF dan seorang jurnalis juga mengalami peretasan terhadap telepon genggam mereka pada Senin.
“Mereka kehilangan kendali atas WhatsApp-nya dan ada notifikasi secara ilegal untuk bisa mengakses akun media sosial LBH Bali,” ujar Radithe kepada BenarNews.
Komitmen pemerintah dipertanyakan
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan intimidasi dan serangan kekerasan terhadap penyelenggara dan peserta PWF merupakan serangan serius terhadap pertemuan damai.
“Penindasan yang berulang-ulang terhadap para kritikus pemerintah menimbulkan kekhawatiran serius mengenai komitmen pemerintah Indonesia terhadap kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai,” ujar Usman dalam keterangannya pada Rabu.
Usman mengatakan kurangnya perlindungan pihak berwenang untuk melindungi peserta Forum merupakan kegagalan terhadap kewajiban internasional mereka untuk melindungi hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat secara damai.
“Kami menyerukan kepada pihak berwenang Indonesia untuk segera mengambil tindakan untuk mengakhiri segala bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap pembela hak asasi manusia,” jelasnya.
Menurut catatan Walhi, ada 827 kejadian seperti kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan dalam 10 tahun pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.
“Angka ini sangat tinggi dan belum selesai jika rezim masih melakukan praktik yang sama,” ujar Manajer Pengkampanye Walhi Fanny Tri Jambore dalam konferensi pers daring pada Selasa.
Dalam konferensi pers yang sama, Zainal Arifin dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menyampaikan salah satu pola yang sering dilakukan untuk mengintimidasi masyarakat sipil adalah mengerahkan kelompok ormas atau kelompok vigilante atau main hakim sendiri untuk melakukan pembubaran paksa.
"Pembiaran aksi ini menegaskan bahwa negara berada di balik semua itu. Tanpa dilakukan tindakan serius oleh negara maka patut diduga keras bahwa sangat mungkin tindakan-tindakan kekerasan dan pembungkaman ini juga didalangi oleh negara," jelasnya.
BenarNews telah menghubungi Kantor Staf Presiden untuk meminta tanggapan atas kejadian ini, namun Tenaga Ahli Utama Joanes Joko enggan memberikan komentar lebih jauh.
“Silahkan ke Polda Bali,” ujarnya dalam pesan singkat kepada BenarNews.
Humas Polda Bali Kombes Jansen Avitus Panjaitan mengatakan pihaknya masih mencari tahu tentang insiden yang terjadi.
“Kami belum tahu pasti apa masalahnya dan siapa-siapa yang miskomunikasi tersebut, karena sampai saat ini belum ada laporan resmi kepada kepolisian,” jelas Jansen kepada BenarNews.
Namun Jansen mengatakan panitia PWF tidak mematuhi aturan dalam penyampaian pendapat di muka umum karena tidak ada pemberitahuan kegiatan kepada kepolisian.
“Bahkan cenderung kegiatan diam-diam disebar melalui medsos. Intinya Polda Bali tidak mengetahui ada kegiatan yang dilakukan di hotel dan juga rencana pihak-pihak yang melarang atau menghentikan kegiatan tersebut,” jelas Jansen.
Ignatius mengaku ragu dengan pernyataan Jansen karena sejak sebelum pelaksanaan acara, PWF mendapatkan laporan ada upaya tekanan yang dilakukan aparat kepada sejumlah panitia dan lokasi acara.
“Kami mendapatkan kabar bahwa kampus ISI (Institut Seni Indonesia) Denpasar dan lokasi penginapan mendapatkan intimidasi dari intel dan kementerian. Beberapa panitia itu selama sepekan lebih juga dikuti terus oleh intel polisi, menelepon, dan ditanya-ditanya,” ujar dia.