Dua Tahun Jokowi-JK: Penyelesaian Kasus HAM Masih Jauh dari Harapan

Juru Bicara Kepresidenan mengatakan pemerintahan Jokowi-JK tetap berkomitmen dalam penegakan hukum terkait pelanggaran HAM.
Tia Asmara
2016.10.20
Jakarta
161020_ID_Papua_1000.jpg Presiden Jokowi menyelamati para tawanan politik Papua yang telah dibebaskan di Penjara Abepura, 9 Mei 2015. Walaupun beberapa kali berkunjung ke Papua dan beberapa tawanan politik dibebaskan di bawah kepemimpinannya, kekerasan masih sering terjadi di Papua dalam dua tahun pemerintahan Jokowi.
AFP

Upaya penyelesaian kasus-kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu dan penegakan hukum selama dua tahun pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo dan Jusuf Kalla (JK) masih jauh dari harapan, kata pengamat dan aktivis, Kamis, 20 Oktober 2016.

Mereka diminta tanggapannya secara terpisah, yang bertepatan dengan peringatan dua tahun Jokowi-JK – pasangan presiden dan wakil presiden dilantik pada 20 Oktober 2014.

Pakar politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengatakanJokowi-JK gagal menyelesaikan kasus HAM masa lalu dalam dua tahun sehingga menjadi tantangan.

“Ini tidak mudah. Jokowi mengandalkan dan bergantung pada elit politik dari kalangan militer. Beberapa posisi menteri diduduki petinggi militer. Sementara, pelanggaran HAM banyak dilakukan mereka,” ujarnya.

Haris pesimistis dalam tiga tahun sisa pemerintahan Jokowi akan ada perbaikan dalam penegakan HAM, terutama tragedi 1965, karena sikap lunak Jokowi tidak hanya disukai militer tapi juga golongan organisasi Islam di Indonesia.

“Bagaimanapun juga tahun 1965 militer bekerjasama dengan pimpinan organisasi Islam untuk memberantas komunisme, meski mereka belum tentu bersalah,” jelasnya.

Hal senada disampaikan pakar politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Tobias Basuki.

“Ini akan jadi dilema jangka panjang antara penyelesaian kasus HAM atau konsolidasi politik,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Kasus pelanggaran HAM

Selain tragedi 1965, kasus dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di masa pemerintahan Orde Baru adalah operasi militer di Aceh sebelum terwujud perdamaian pada 2005, dan kekerasan yang masih mewarnai Papua.

Setara Institute pekan lalu menyebutkan, dalam dua tahun pemerintah Jokowi-JK telah terjadi sedikitnya 45 kasus kekerasan yang bisa dikategori sebagai pelanggaran HAM di Papua.

Jenis pelanggaran itu seperti penangkapan 2.293 warga Papua, pembunuhan 13 orang, dan penembakan 61 masyarakat Papua.

Sementara Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat dalam dua tahun rezim ini terdapat pembiaran 300 kasus kekerasan atas ekspresi kebebasan fundamental yang seharusnya dilindungi konstitusi.

Pemerintahan Jokowi juga telah mengeksekusi mati 18 orang terpidana dan menolak 64 grasi yang diajukan mereka. Lebih parahnya lagi, menurut data KontraS, terdapat 35 vonis hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan di Indonesia.

Tetap berkomitmen

Menanggapi berbagai penilaian itu, Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi, mengatakan Jokowi-JK tetap berkomitmen dalam penegakan hukum terkait pelanggaran HAM.

“Soal pendapat atau persepsi, tentu menjadi hak setiap orang dalam memandang dua tahun pemerintahan Jokowi-JK termasuk kaitan sama HAM,“ jelasnya saat dikonfirmasi BeritaBenar.

“Salah satu bentuk komitmen tersebut adalah upaya untuk menyelesaikan persoalan HAM di masa sebelum pemerintahan yang sekarang.”

Dia menambahkan, presiden telah memerintahkan menteri terkait untuk melakukan sejumlah langkah dalam kaitan penyelesaian kasus HAM.

“Termasuk memerintahkan kepada Menko Polhukam dan Jaksa Agung,” ujarnya.

Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto menyatakan, pemerintah tengah menyiapkan mekanisme penyelesaian konflik di Papua secara nonyudisial melalui musyawarah dan mufakat, agar tidak ada pihak yang dirugikan.

“Penyelesaian yang bersifat win-win solution itu dapat kita wujudkan,” katanya seperti dikutip CNN Indonesia, 5 Oktober 2016 lalu.

Konsolidasi politik

Di tengah sorotan soal HAM dan penegakan hukum, Jokowi-JK mencapai keberhasilan konkrit dalam hal konsolidasi politik karena mendapat dukungan tiga partai lain yaitu Golkar, PAN dan PPP.

Saat ini, partai-partai oposisi di parlemen hanya tinggal Gerindra, PKS, dan Demokrat menguasai parlemen.

“Ini membuat program pemerintah yang tadinya terhambat di DPR bisa berjalan. Jokowi bisa lebih independen dalam mengambil keputusan,” kata Tobias.

Pada awalnya, koalisi pendukung Jokowi-JK ialah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Berdasarkan hasil survey CSIS, tingkat kepuasan pada pemerintahan Jokowi-JK naik 15,9 persen dari 50,6 persen pada Oktober 2015 menjadi 60,5 persen pada Agustus 2016.

“Ini menunjukkan, optimisme publik cukup tinggi terhadap kemampuan pemerintahan dalam membawa perubahan bagi masyarakat,” katanya.

Pemberantasan korupsi

Namun demikian pemerintahan Jokowi-JK dinilai belum menjadikan pemberantasan korupsi prioritas utama.

Dalam laporan tren penindakan perkara korupsi semester 1 tahun 2016, ICW mencatat 210 perkara korupsi yang disidik KPK, kepolisian, dan kejaksaan dengan kerugian negara mencapai Rp 890,5 miliar dan 500-an tersangka.

“Pemberantasan korupsi tenggelam di balik kontroversi kriminalisasi pelemahan KPK,” kata Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), Aradila Caesar.

“Jokowi masih fokus pada kebijakan ekonomi. Belum ada figur pemimpin antikorupsi,” pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.