Dikecam, Rencana Eksekusi Mati Tahap Ketiga

Arie Firdaus
2016.05.03
Jakarta
160503_ID_Execution_1000.jpg Seseorang mengacungkan poster dalam jumpa pers yang dilakukan keluarga korban napi hukuman mati di Pelabuhan Nusakambangan, 28 April 2015, sehari sebelum delapan napi ditembak mati karena kasus narkoba.
AFP

Rencana pemerintah yang akan kembali mengeksekusi para terpidana mati ditentang pegiat hak asasi manusia (HAM). Eksekusi itu dinilai bertentangan dengan semangat penghormatan terhadap HAM seperti termaktub dalam Nawacita, konsep Presiden Joko “Jokowi” Widodo saat kampanye lalu.

"Nawacita, kan, berfokus soal penghormatan HAM. Kalau masih (eksekusi) digelar, berarti pemerintah tak konsisten dengan itu," ujar Direktur Imparsial Al Araf ketika BeritaBenar meminta tanggapannya di Jakarta, Senin, 2 Mei 2016.

Dia menambahkan pemerintah seharusnya mengikuti dinamika hukum internasional, di mana banyak negara telah menghapus eksekusi mati. Sebanyak 102 negara telah menghapus jenis hukuman tersebut. Adapun 58 negara, termasuk Indonesia, masih mengadopsinya.

Andai terlaksana, eksekusi mati nanti bakal menjadi tahap yang ketiga sejak Jokowi menjabat presiden. Dua eksekusi sebelumnya digelar pada 18 Januari 2015 dan 29 April 2015, dengan masing-masing enam dan delapan terpidana ditembak mati.

"Menurut saya, cara itu (hukuman mati) harus dihapus secara menyeluruh. Kenapa kita tak mendorong praktik hukum yang lebih beradab?" kata Al Araf. "Hukum itu seharusnya memanusiakan manusia dan mengoreksi kesalahan."

Pendapat senada diutarakan aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Puri Kencana Putri, yang menyebutkan eksekusi mati sama sekali tak menimbulkan efek jera dan mengurangi penyalahgunaan narkoba secara efektif.

Ia berpijak pada data Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 2015 yang menyebutkan angka pecandu narkoba di tanah air meningkat dari tahun sebelumnya. Kenaikan mencapai 5,9 juta orang.

"Itu buktinya," kata Puri, “eksekusi mati enggak menjawab keresahan pemerintah. Harusnya dihentikan saja.”

Masih Dirahasiakan

Rencana kembali menggelar eksekusi mati itu dikatakan Jaksa Agung HM Prasetyo, beberapa hari lalu. Dalam sebuah pesan berantai yang beredar di kalangan jurnalis disebutkan, eksekusi disebut-sebut akan digelar dalam bulan ini.

Tak ada respons dari Prasetyo ketika dikonfirmasi BeritaBenar. Telepon dan pesan singkat tak berbalas. Namun dalam beberapa kesempatan, orang nomor satu di Kejaksaan itu berulang kali merahasiakan waktu, lokasi, dan nama-nama narapidana yang akan dieksekusi.

"Waktunya belum ditentukan. Nanti akan kami proyeksikan kapan pelaksanaannya," kata Prasetyo seperti dikutip dari laman Tempo.co.

Dalam kesempatan lain, Prasetyo sempat mengatakan dua terpidana kasus narkoba, Freddy Budiman dan warga negara Filipina Mary Jane Veloso tak masuk daftar yang dieksekusi dalam waktu dekat. Pasalnya, Freddy tengah mengajukan PK (peninjauan kembali), sementara Mary Jane sedang menunggu proses hukum lain di negara asalnya.

Tertutupnya pemerintah menyoal eksekusi tahap ketiga, kata Prasetyo, untuk menghindari kegaduhan. Saat pelaksanaan eksekusi kedua setahun lalu, Pemerintah Indonesia memang menjadi sasaran kecaman para penggiat HAM dan pemerintah negara yang warga negaranya dieksekusi.

Pemerintah Australia, misalnya, sempat menarik Duta Besar untuk Indonesia karena Indonesia bersikeras mengeksekusi dua warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran --yang dikenal sebagai anggota kelompok Bali Nine.

Meski dicecar dan ditentang banyak pihak, hukuman mati tampaknya masih jauh dari dihapuskan dari Indonesia. Sebabnya, masih banyak para terpidana --khususnya narkoba-- yang divonis mati.

Pengadilan Tinggi Banten baru-baru ini memvonis mati beberapa orang lain. Keputusan bagi mereka yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht), antara lain, dua warga negara Indonesia, Iming Santoso alias Budhi Cipto dan Benny Sudrajat alias Tandi Winardi. Keduanya dikenal sebagai kelompok Tangerang Nine.

Selain itu, ada juga lima warga China yaitu Gan Chunyi, Zhu Xuxiong, Zhang Manquan, Chen Hongxin, dan Jian Yuxin. Jumlah itu akan bertambah karena masih banyak yang belum memiliki ketetapan hukum seperti Cheng Tin Kei, warga negara Hongkong yang kasusnya kini ditangani Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, setelah kedapatan membawa 360 kilogram sabu.

Sudah ajukan anggaran

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyebut Kejaksaan Agung telah mengajukan anggaran untuk menggelar eksekusi mati tahap ketiga. Anggaran itu termaktub dalam APBN 2016 yang diajukan Kejaksaan Agung.

Namun Arsul tak merinci besaran anggaran tersebut. "Seingat saya, mereka mengajukan anggaran untuk 12-16 terpidana mati," tutur politikus asal Partai Persatuan Pembangunan itu kepada BeritaBenar.

Soal sikap tertutup Kejaksaan Agung yang tak mau merinci detail pelaksanaan jadwal eksekusi, Arsul tak mempersoalkannya. Ia malah berharap Kejaksaan segera melaksanakannya karena anggaran tersebut telah disepakati. "DPR sudah setujui juga," tegasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.