Tersangka Teroris Asal Indonesia dan Malaysia Divonis di Guantanamo 30 Agustus

Itu akan menjadi dakwaan resmi pertama sejak mereka dipenjara di tempat itu 15 tahun lalu.
John Bechtel
2021.06.28
Washington
Tersangka Teroris Asal Indonesia dan Malaysia Divonis di Guantanamo 30 Agustus Pengunjuk rasa dari Amnesty International memegang foto narapidana yang ditahan di Pangkalan Angkatan Laut AS di Teluk Guantanamo, Kuba, ketika melakukan protes di KTT NATO di Brussels, 14 Juni 2021.
AP

Tiga tersangka kasus terorisme, Hambali dan dua warga negara asal Malaysia yang ditahan sejak 2006 di sebuah pangkalan militer AS di Kuba akan didakwa pada 30 Agustus atas dugaan terkait pemboman di Indonesia, demikian kata Pentagon, Senin, setelah jadual pengadilan mereka sebelumnya ditunda karena pandemi COVID-19.

Hambal yang berasal dari Indonesia dengan nama asli Encep Nurjaman, dan warga Malaysia Mohammed Nazir bin Lep dan Mohammed Farik bin Amin, awalnya dijadwalkan untuk diadili di pengadilan militer di pangkalan angkatan laut AS di Teluk Guantanamo pada Februari atas dugaan keterlibatan aksi terorisme Bom Bali pada tahun 2002 dan pemboman Hotel J.W. Marriott di Jakarta tahun 2003.

Awal bulan ini, hakim militer Cmdr. Hayes C. Larsen menolak permintaan jaksa untuk mempercepat dakwaan berdasarkan kondisi pandemi yang telah membaik.

"Dengan meningkatnya ketersediaan vaksin COVID-19, penurunan tingkat infeksi, dan peningkatan keadaan keseluruhan di tengah pandemi, pemerintah sekarang mencari pertimbangan ulang atas perintah komisi yang menetapkan sidang dakwaan pada 30 Agustus 2021," kata jaksa, menurut laporan keputusan persidangan 16 Juni.

Larsen juga menolak permintaan dari pengacara terdakwa untuk menunda sampai “representasi dan sumber daya yang memadai tersedia,” dalam putusan terpisah yang diajukan pada hari yang sama.

“Saat ini ada satu ruang sidang yang tersedia di NSGB [Stasiun Angkatan Laut Teluk Guantanamo] untuk melakukan sesi/persidangan, sehingga penjadwalan harus mempertimbangkan perintah penentuan dokumen dalam kasus Komisi Militer lainnya,” Larsen memutuskan.

Dalam rilis berita yang dikeluarkan Senin, Departemen Pertahanan AS memasukkan tanggal dakwaan untuk ketiga orang tersebut sambil mengumumkan bahwa ada alokasi kursi di pesawat khusus untuk untuk jurnalis yang ingin melakukan perjalanan ke Kuba untuk meliput sidang pengadilan itu.

Seorang juru bicara Kantor Komisi Militer tidak segera menanggapi permintaan BenarNews tentang informasi lebih lanjut tentang dakwaan pada 30 Agustus tersebut.

Pembunuhan, dan dakwaan-dakwaan lainnya

Hambali menghadapi delapan dakwaan, sementara dua warga Malaysia lainnya menghadapi sembilan dakwaan, demikian menurut lembar dakwaan yang diunggah online oleh Kantor Komisi Militer. Ketiganya didakwa dengan tuduhan konspirasi, pembunuhan, percobaan pembunuhan, dengan sengaja menyebabkan cedera fisik yang serius, terorisme, penyerangan warga sipil, penyerangan obyek sipil, dan perusakan properti.

Kedua orang Malaysia itu juga menghadapi tuduhan membantu menyembunyikan buronan – “semuanya pelanggaran atas hukum perang.”

Pihak berwenang mengatakan dakwaan itu tidak membawa hukuman mati.

Ketiga terdakwa tersebut ditangkap di Thailand pada 2003 dan dikirim ke jaringan penjara rahasia CIA sebelum dipindahkan ke Guantanamo pada September 2006.

Profil militer AS tentang Hambali menggambarkannya sebagai dalang operasional Jemaah Islamiyah (JI), jaringan militan Asia Tenggara yang berafiliasi dengan al-Qaeda, organisasi yang melakukan serangan teroris 11 September di New York dan Washington, Amerika.

JI berada dibalik pemboman yang menewaskan 202 orang di Bali pada Oktober 2002 – serangan teroris paling mematikan hingga saat ini di Indonesia.

Pihak berwenang di AS menuduh Hambali membantu merencanakan Bom Bali 2002 serta Bom JW Hotel Marriott di Jakarta yang menewaskan 12 orang.

Persidangan pada Agustus itu akan menandai pertama kalinya ketiganya didakwa secara resmi sejak mereka dikirim ke Guantanamo 15 tahun lalu.

Sebuah laporan Senat AS tentang penahanan CIA terhadap tersangka terorisme dan teknik interogasi pada tahun-tahun setelah serangan 11 September mengkonfirmasi penggunaan penyiksaan.

Hambali tidak disiksa dengan disemprot air (Water boarded), tetapi “teknik interogasi yang ditingkatkan” lainnya yang digunakan termasuk dibelenggu dalam posisi yang menyakitkan dan dibanting ke dinding atau dimasukkan dalam peti mati dalam keadaan telanjang demikian laporan itu.

Pejabat Indonesia mengindikasikan pada tahun 2016 bahwa jika Hambali dibebaskan, mereka enggan mengizinkannyanya kembali ke Indonesia karena khawatir hal itu dapat memicu kebangkitan sel-sel teror di Tanah Air.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.