Jurnalis Eritrea Raih Penghargaan Kebebasan Pers UNESCO

Jurnalis diharapkan mampu berpikir kritis yaitu menangkap pentingnya kebebasan pers untuk keterbukaan, persamaan jender, dan dapat membedakan informasi antara yang benar dan palsu.
Ismira Lutfia Tisnadibrata
2017.05.03
Jakarta
170503_ID_Pers_1000.jpg Betlehem Isaak memberikan sambutan usai menerima penghargaan UNESCO/Guillermo Cano World Press Freedom Prize untuk ayahnya Dawit Isaak, pada peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia di Jakarta, 3 Mei 2017.
Ismira Lutfia Tisnadibrata/BeritaBenar

Isu keselamatan jurnalis dan advokasi kebebasan berbicara masih menjadi bahasan utama pada hari ketiga perhelatan Hari Kebebasan Pers Dunia (WPFD) 2017 yang digelar di Jakarta, 1-4 Mei 2017.

Hari ketiga, bertepatan dengan peringatan WPFD ditandai dengan pemberian penghargaan 2017 UNESCO/Guillermo Cano World Press Freedom Prize kepada jurnalis Eritrea, Dawit Isaak, yang keberadaannya hingga kini tak diketahui sejak ditangkap oleh otoritas negara di bagian timur laut Afrika itu pada September 2001.

Setiap tahun UNESCO memberikan penghargaan tersebut kepada individu ataupun institusi yang memiliki dedikasi utama untuk kebebasan pers.

Cilla Benkö, Presiden Dewan Juri penghargaan tersebut, mengatakan bahwa Isaak dipenjara tanpa proses hukum dan pengadilan resmi.

“Satu-satunya ‘kejahatan’ yang dia lakukan adalah mengadvokasi kebebasan berpendapat,” ujarnya, Rabu malam.

Penghargaan untuk Isaak diterima anaknya, Betlehem Isaak yang mengaku terakhir bertemu ayahnya 15 tahun lalu.

“Dia (Dawit) ingin memberikan kepada masyarakat sekelilingnya, suatu lingkungan dimana mereka bisa berbicara dengan bebas, saling pengertian dan menghormati dan dengan cara yang damai, memberikan mereka hak untuk menentukan jalan mereka sendiri,” ujar Betlehem saat memberikan sambutan atas nama ayahnya.

Dalam perhelatan WPFD, kekerasan atas wartawan menjadi sorotan. Menurut data International Federation of Journalists (IFJ), sedikitnya 16 jurnalis tewas pada tahun 2016, terutama di zona konflik seperti Irak, Suriah, Afganistan, dan negara maju seperti Perancis.

Sedangkan kekerasan atas jurnalis di Indonesia, menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam lima tahun terakhir, mengalami peningkatan. Pada 2013 dan 1014, AJI mencatat masing-masing 40 kasus kekerasan. Tahun 2015 menjadi 42 kasus. Sedangkan pada 2016 mencapai 80 kasus dan tahun ini sudah terjadi 29 kasus kekerasan terhadap jurnalis.

Presiden & Wapres hadir

Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang hadir dalam pemberian penghargaan untuk Dawit, menyebutkan jurnalis masih menghadapi penganiayaan, walau ada tantangan terbesar yang mungkin dihadapi yaitu berita palsu, hoax, dan ujaran kebencian.

“Mestinya baik media arus utama maupun yang daring meluruskan kalau ada berita bohong, berita yang belum pasti, atau yang memuat ujaran yang tidak baik, sehingga masyarakat menjadi tercerahkan. Jangan berita bohong malah diviralkan,” kata Jokowi kepada wartawan sebelum meninggalkan Jakarta Convention Center, tempat WPFD digelar.

Sebelumnya Rabu pagi, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika membuka secara resmi perhelatan WPFD, mengatakan bahwa Indonesia bisa menyatukan tiga hal secara bersamaan, yaitu penduduk yang mayoritas Islam, namun menjalankan demokrasi dan kebebasan pers.

“Banyak negara di dunia ini tidak bisa menjalankan tiga hal tersebut, tapi Indonesia bisa menyatukam ketiganya secara  bersamaan. Untuk itu kita bisa berterima kasih kepada seluruh media,” ujarnya.

Kalla juga mengatakan bahwa kebebasan berekspresi harus dilakukan dengan tujuan menciptakan situasi yang lebih adil dan damai, dan bukan untuk menciptakan konflik.

Kepada wartawan usai pembukaan, Wapres menyatakan bahwa tidak ada pembatasan akses bagi jurnalis untuk melakukan peliputan di Papua.

“Kebebasan pers itu tidak ada batas wilayah. Apa yang terjadi di Jakarta (berlaku) di Papua dan di Sulawesi,” katanya.

Tetapi, Human Rights Watch (HRW) dalam laporannya pada 25 April lalu menyebutkan wartawan di Papua “kerap menghadapi pelecehan dan intimidasi, dan sering menjadi korban, tindak kekerasan aparat keamanan dan pro-kemerdekaan” saat melakukan peliputan.

“Pemerintah Indonesia juga masih terus membatasi akses para wartawan asing untuk melakukan liputan di Papua dengan alasan ‘keamanan’ yang terkesan dibuat-buat, meski 10 Mei 2015 lalu, Presiden Jokowi mengumumkan wartawan asing yang telah terakreditasi memiliki akses tanpa hambatan ke Papua,” tulis HRW.

Dewan Pers yang menjadi salah satu penyelenggara WPFD , selain UNESCO dan Pemerintah Indonesia, melalui ketuanya Yosep Adi Prasetyo mengatakan isu Papua tidak diagendakan dalam kegiatan tersebut karena Papua adalah isu domestik Indonesia, seperti dikutip di The Jakarta Post.

Pemikiran kritis

WPFD 2017 mengusung tema “Pemikiran Kritis untuk Waktu Kritis”. Direktur Jenderal UNESCO, Irina Bokova, mengatakan pemikiran kritis berarti bisa menangkap pentingnya kebebasan pers untuk keterbukaan, persamaan jender dan melindungi planet bumi serta kemampuan membedakan informasi antara yang benar dan yang palsu.

“Pemikiran kritis mengerti bagaimana melawan intoleransi, kekerasan dan ekstremisme, membela nilai-nilai bersama serta hak asasi manusia,” ujar Bokova dalam sambutannya pada pembukaan WPFD 2017.

Namun untuk melawan kekerasan ekstrimisme, tak selalu bisa dilakukan melalui kontra narasi di media, jelas James Deane, Direktur Kebijakan dan Program di BBC Media Action yang juga adalah anggota komite Global Forum for Media Development, moderator dalam sesi paralel tentang media independen dan upaya melawan kekerasan ekstremis.

Savic Ali, direktur media independen yang terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama, NU Online, mengatakan di Indonesia ada kecenderungan konservatisme dan ultra konservatisme menguat dan banyak media Islam mempunyai kecenderungan ini.

“Kita harus imbangi, yang moderat harus kontra-narasi supaya ruang publik tidak didominasi oleh pesan-pesan dari mereka yang konservatif dan ultrakonservatif,” ujar Savic kepada BeritaBenar.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.