Jelang Pemilu, Polri Janji Tindak Tegas Penyebar Hoaks

Penyebaran kabar bohong dinilai akan terus berlangsung menjelang pemilihan umum.
Arie Firdaus & M. Sulthan Azzam
2018.09.17
Jakarta & BukitTinggi
180917_ID_Hoax_1000.jpg Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Setyo Wasisto (tengah), didampingi dua perwira polisi memperlihatkan foto empat tersangka penyebar hoaks dalam jumpa pers di Bukittinggi, Sumatera Barat, 17 September 2018.
M. Sulthan Azzam/BeritaBenar

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Jenderal Tito Karnavian menyatakan bahwa pihaknya akan menindak tegas penyebar berita bohong atau hoaks menjelang pemilihan umum (Pemilu), 17 April 2019.

"Kami akan lakukan tindakan tegas. Kita ingin demokrasi berjalan secara demokratis, fair dan aman," ujar Tito kepada wartawan di Mabes Polri, Senin, 17 September 2018.

"Polisi akan memperketat pengawasan multimedia dan siber."

Pernyataan Kapolri itu disampaikan setelah polisi menangkap dan menetapkan empat tersangka penyebar hoaks terkait kericuhan demonstrasi mahasiswa di depan gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Sabtu pekan lalu.

Dalam video berdurasi sekitar semenit yang sejatinya merupakan simulasi pengamanan unjuk rasa tersebut, para pelaku menyebarluaskan lewat Facebook masing-masing dan memelintirnya dengan menyebut sebagai aksi mahasiswa yang mendesak Presiden Joko "Jokowi" Widodo untuk turun dari jabatan.

Salah satunya berjudul, “Jakarta Sudah Bergerak, Mahasiswa Sudah Bersuara dan Peserta Aksi Mengusung Tagar #TurunkanJokowi. Mohon Diviralkan karena Media TV Dikuasai Petahana.”

"Itu direcycle seolah ada kerusuhan di Istana. Itu namanya black campaign, pidana pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," lanjut Tito.

Ihwal sama disampaikan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, dengan menyebut simulasi itu sengaja "digoreng" untuk menggambarkan seolah ada kericuhan di sekitar gedung MK dan Istana Presiden.

"Polri mengklarifikasi tidak ada demonstrasi di gedung MK pada saat itu," kata Setyo kepada wartawan di Bukittinggi, Sumatera Barat.

"Kejadian sebenarnya adalah simulasi pelaksanaan operasi Mantap Braja, dalam persiapan Pemilu 2019 yang aman dan terkendali."

Empat tersangka

Empat tersangka penyebar hoaks adalah Gun Gun Gunawan yang menyebarkan video melalui Facebook dengan akun Wawan Gunawan yang menambahkan tanda pagar #mahasiswabergerak.

Adapula Syuhada Al Syuhada Al Aqse menambahkan keterangan berupa ''Jakarta sudah bergerak, mahasiswa sudah bersuara keras dan peserta aksi mengusung tagar #TurunkanJokowi, mohon diviralkan karena media tv dikuasai pertahana” ke dalam video.

Unggahan Syuhada yang juga anggota Front Pembela Islam (FPI) Jakarta tersebut telah beroleh 5.200 komentar dan dibagikan ulang sebanyak 98 ribu kali.

Tersangka ketiga Muhammad Yusuf yang menyebarluaskan lewat akun Facebook bernama DOI, serta Nugrasius ST dengan akun Facebook-nya Nugra Ze.

Keempatnya dijerat Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45a ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, dengan ancaman maksimal sepuluh tahun penjara.

Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, motif keempat tersangka memelintir kabar adalah untuk memantik kebencian di tengah masyarakat.

"Menimbulkan kebencian terhadap individu atau kelompok," katanya.

Terkait keterlibatan salah seorang anggotanya dalam kasus penyebaran hoaks, Ketua Bantuan Hukum FPI DKI Jakarta, Mirza Zulkarnaen, memberi tanggapan.

Menurutnya, Syuhada hanya keliru karena tidak mengecek ulang informasi yang didapat sebelum disebarkan lagi lewat Facebook.

"Sudah keburu di-upload," kata Mirza memberi alasan, saat dikonfirmasi.

Mengenai langkah hukum yang bakal ditempuh FPI kepada Syuhada, Mirza mengatakan organisasinya pun berencana mengajukan penangguhan penahanan ke Polda Metro Jaya. Hanya saja, ia tak merinci kapan hal itu akan dilakukan.

Tak berhenti

Penangkapan terhadap penyebar kabar bohong sejatinya bukan kali ini saja dilakukan aparat kepolisian.

Pada Maret lalu, penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri juga menetapkan tersangka berinisial KB (30) karena menyebarkan berita bohong seputar kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan menghina beberapa pejabat negara.

Dua bulan setelahnya, seorang dosen Universitas Sumatera Utara juga dijadikan tersangka setelah menuliskan status di akun Facebook-nya, yang menyebut insiden bom Surabaya sebagai pengalihan isu.

Pengamat komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando, menilai penyebarluasan kabar bohong tidak akan berhenti menjelang Pemilu 2019.

"Kubu yang terlibat kan memiliki tim media sosial masing-masing yang dipersiapkan untuk perang opini," kata Ade kepada BeritaBenar.

"Mereka punya buzzer, penulis di Facebook, dan sebagainya."

Sementara itu, pengamanan pemilu untuk memilih presiden, anggota DPR mulai dari tingkat nasional, provinsi hingga kabupaten/kota seluruh Indonesia secara serentak memang menjadi salah satu prioritas kepolisian.

Seperti disampaikan Dedi Prasetyo bahwa kepolisian akan menerjunkan 272 ribu lebih aparat keamanan untuk kelancaran kegiatan Pemilu, mulai dari kampanye hingga penghitungan suara.

"Itu belum termasuk anggota TNI yang jumlahnya sekitar 2/3 jumlah kepolisian," pungkas Dedi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.