Jokowi Singgung Pentingnya Pembangunan Infrastruktur

Jokowi dalam pidato tahunannya juga menyebutkan pemerintah tengah mengupayakan penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia masa lalu.
Arie Firdaus
2018.08.16
Jakarta
180816-ID-politics-speech1000.jpg Presiden Joko Widodo (dua dari kanan) didampingi Wakil Presiden Yusuf Kalla (kanan), Ketua MPR Zulkifli Hasan (tengah), Ketua DPR Bambang Soesatyo (dua dari kiri) dan Ketua DPD Oesman Sapta Odang (kiri) saat tiba di Gedung DPR, di Senayan, Jakarta, 16 Agustus 2018.
AFP

Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengatakan pemerintah bertekad mempercepat penuntasaan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu.

"Pemerintah sedang berupaya mempercepat, serta meningkatkan perlindungan HAM agar kejadian yang sama tidak terulang di kemudian hari," kata Jokowi Dalam pidato kenegaraan tahunan hari Kamis, 16 Agustus 2018 di gedung DPR/MPR di Jakarta.

Presiden tidak merinci kasus apa saja yang akan dipercepat penyelesainnya dan bagaimana prosesnya.  

Dia menyebut bahwa pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia tahun 2015 hingga 2019.

Aturan itu berisi soal rencana koordinasi penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu yang lebih mengupayakan non-yudisial atau tanpa melalui peradilan, hal yang ditolak korban dan keluarga korban.

Pidato tahunan hari Kamis itu merupakan yang terakhir kalinya sebelum pemilihan presiden tahun depan.

Perihal penuntasan kasus HAM juga sempat disuarakan Jokowi pada 2015, atau setahun usai dilantik menjadi presiden. Ketika itu, ia menyuarakan komitmennya menyelesaikan pelanggaran HAM berat.

Namun dalam pidato kenegaraan pada 2016 dan 2017, ihwal pelanggaran HAM tidak lagi disinggung sampai akhirnya kembali diungkit pada tahun ini.

Pesan elektoral

Pengamat Setara Institute Hendardi menilai, munculnya isu penuntasan pelanggaran HAM dalam pidato kali ini dapat dimaknai sebagai pesan elektoral, guna meraup suara pemilih dalam pemilu tahun depan.

"Untuk membangun citra diri sebagai peduli HAM. Sekaligus mengingatkan publik pada sosok lawan Jokowi, yakni Prabowo yang diduga aktor yang terlibat penculikan dan penghilangan paksa pada 1997/1998," ujar Hendardi dalam keterangan tertulisnya.

"Sulit disangkal bahwa Jokowi tengah mengeksploitasi 'ketidakbersihan' Prabowo."

Pesan elektoral tersebut, tambah Hendardi, juga tergambar saat Jokowi berulang kali menyelipkan pesan yang intinya merangkul umat Islam, memajukan ekonomi Islam, dan mendorong peran ulama dalam mengatasi pandangan radikal.

"Politisasi identitas itu kan aktif dimainkan Prabowo dan Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta 2017," tambah Hendardi.

Hal sama disampaikan pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, yang menyebut pidato tahunan Jokowi ini berisi pesan-pesan elektoral.

"Tapi wajar saja, karena ini kan memang panggungnya Pak Jokowi," ujar Hendri.

"Tidak masalah menyampaikan prestasi-prestasinya. Meskipun bagi oposisi, apa yang disampaikan Jokowi hanya dimaknai gimmick tahunan."

Infrastruktur

Dalam pidato tahunannya, Jokowi juga menyinggung kontroversi soal pembangunan infrastruktur yang jadi andalan pemerintahnya.

Jokowi mengatakan pembangunan infrastruktur semestinya tidak dilihat semata-mata dari segi fisik, melainkan juga sebagai salah satu cara menyatukan bangsa dan mempercepat konektivitas budaya di seluruh Indonesia.

"Banyak yang masih salah pengertian bahwa ketika kita membangun infrastruktur fisik seperti jalan tol, bandara, dan juga MRT serta LRT, dilihat hanya sisi fisiknya saja," kata Jokowi.

"Padahal sesungguhnya kita sedang membangun peradaban, membangun konektivitas budaya," menurut Jokowi.

Jokowi menambahkan, infrastruktur juga dimaksudkan untuk menumbuhkan pusat ekonomi baru di antero tanah air sehingga produktivitas dan daya saing bangsa bisa ditingkatkan.

"Itulah sebabnya infrastruktur tidak hanya dibangun di Jawa, tapi juga di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluk dan Nusa Tenggara, sampai ke Tanah Papua," tambahnya.

"Karena sebagai bangsa yang majemuk, kita ingin tumbuh bersama, sejahtera bersama, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote."

Selama ini, proyek-proyek infrastruktur Jokowi memang kerap mendapatkan kritikan dari oposisi.

Partai Gerindra, misalnya, menilai pembangunan fisik hanya bermanfaat bagi pengusaha besar, bukan untuk kemaslahatan rakyat. Tak hanya itu, mereka pun menuding terjadi aksi culas dalam beberapa proyek, yang berujung pada kecelakaan kerja.

"Karena itu jembatan belum dipakai sudah jatuh. Infrastruktur yang dibangun di Jakarta besar-besaran, belum dipakai sudah jatuh dan terpaksa dihentikan," ujar Prabowo Subianto, yang juga Ketua Umum Gerindra, pada Maret lalu.

Prabowo adalah calon presiden koalisi Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat yang akan bertarung melawan calon petahana Jokowi dalam pemilihan presiden pada April 2019.

Tudingan itu belakangan dibantah pemerintah. Beberapa proyek pun akhirnya memang dihentikan, tapi dengan alasan lain yakni untuk menjaga nilai tukar rupiah yang melemah karena jumlah impor bahan baku proyek yang lebih besar dari ekspor.

"Dilihat dulu, apakah content impornya besar. Kalau enggak, ya, jalan saja (dilanjutkan)," kata Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro, awal Agustus lalu.

"Kalau besar dan enggak mungkin diganti oleh produk dalam negeri, ya, mungkin ditahan sebentar."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.