Pengunjuk Rasa Tolak Kedatangan Gelombang Pertama Pekerja Cina di Kendari

Pemerintah imbau warga untuk tidak khawatir karena justru proyek tersebut ke depannya akan membuka 3000 pekerjaan baru.
Ronna Nirmala
2020.06.24
Jakarta
200624_ID_Cina_1000.jpeg Petugas di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) memeriksa suhu tubuh tenaga kerja asal Cina di kawasan tambang nikel perusahaan tersebut di Morowali, Sulawesi Tengah, 28 Januari 2020.
Dok. PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP)

Kedatangan 152 pekerja asal Cina di Kendari, Sulawesi Tenggara, diwarnai aksi unjuk rasa hingga berakhir ricuh pada Rabu (24/6) dini hari, demikian menurut seorang anggota legislatif setempat.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara, Abdur Rahman Saleh, mengatakan aksi protes dari massa gabungan warga dan mahasiswa tersebut dilatari karena mereka khawatir lapangan pekerjaan akan habis diambil warga asing.

“Makanya itu kita akan pastikan keahlian mereka (pekerja Cina) sesuai dengan 15 syarat dari Kementerian Ketenagakerjaan. Untuk menciptakan rasa adil bagi masyarakat,” kata Abdur saat dikonfirmasi BenarNews, Rabu.

Selasa (24/6) malam, 152 pekerja Cina dan empat tenaga medis Indonesia tiba di Bandara Haluoleo, Kendari, dan langsung menuju lokasi pertambangan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Morosi, Kabupaten Konawe, untuk menjalani karantina kesehatan selama 14 hari, kata Abdur.

“Mereka wajib dikarantina, kita akan cek terus laporan kondisi kesehatan mereka,” kata Abdur, yang juga sempat melakukan pengecekan visa para pekerja tersebut.

Para pekerja itu mendapat pengawalan ketat polisi dan tentara karena ratusan pendemo yang menolak kedatangan mereka telah berkumpul sejak pagi di depan pintu masuk bandara.

Laporan AntaraNews menyebut pendemo sengaja menantikan rombongan mereka keluar dari bandara, namun oleh petugas keamanan, bus para pekerja asing tersebut dialihkan melalui pintu alternatif bandara.

Merasa ditipu, pengunjuk rasa lalu melampiaskan kekesalannya dengan membakar ban di depan halaman bandara pada malam hari dan melempari petugas kepolisian dengan batu.

Polisi membalas dengan menyemprotkan air dan gas air mata hingga massa berhasil dipukul mundur pada sekitar Rabu dini hari.

Ketibaan pekerja ini merupakan bagian dari 500 warga negara Cina yang telah mendapatkan ijin untuk bekerja di dua perusahaan pengolahan nikel yang sebagian besarnya dimiliki oleh investor dari Tiongkok.

PT VDNI merupakan anak usaha milik De Long Nickel Co Ltd yang berasal dari Jiangsu, Cina, dan mulai dibangun di Konawe pada 2017. Sementara, induk usaha PT OSS yang mulai dibangun pada awal 2019 adalah Hongkong Xiangyu Hansheng Co., Ltd dan Singapore Xiangyu Hansheng Co., Ltd.

Gelombang kedua dan ketiga pekerja Cina dijadwalkan akan datang pada akhir bulan, namun Abdur tidak bisa memastikan kepastian tanggalnya.

Kendati demikian, Abdur memastikan pihaknya akan mengecek kecocokan keahlian serta persyaratan administrasi dari para TKA. Sebab, dirinya mengaku menerima laporan bahwa ratusan pekerja asal Cina tersebut berstatus bukan sebagai pekerja ahli.

“Ada yang lapor bahwa statusnya sama dengan pekerja lokal. Ini yang mau kami cek dulu,” tukas Abdur.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pernah menyatakan, salah satu syarat yang harus dipenuhi perusahaan ketika merekrut pekerja asing yang berprofesi sebagai tenaga ahli.

“Di daerah-daerah timur yang masih terpencil, masih ada kekurangan kita untuk mendapatkan tenaga ahli,” kata Luhut, dikutip dari situs resmi kementerian, Mei lalu.

Sementara itu, merujuk situs RakyatSultra, PT VDNI dan OSS berencana akan merekrut 3.000 tenaga kerja lokal yang diprioritaskan berasal dari Kecamatan Kapoiala, Kecamatan Bondoala dan Kecamatan Morosi.

BenarNews telah menghubungi External Affair Manager PT VDNI, Indrayanto, untuk meminta tanggapannya terkait hal ini namun tak kunjung mendapatkan respons dari yang bersangkutan.

Mempercepat konstruksi

Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, tak menampik bahwa pemerintah memang membutuhkan kehadiran para pekerja dari Cina itu, khususnya untuk dua pabrik pengolahan nikel di Konawe.

“Rencana kehadiran 500 TKA (tenaga kerja asing) Cina adalah untuk mempercepat pembangunan smelter dengan teknologi RKEF (Rotary Kiln-Electric Furnace) dari Cina. Kenapa butuh TKA dimaksud? Karena mereka bagian dari tim konstruksi yang akan mempercepat pembangunan smelter,” sebut Jodi kepada BenarNews.

Jodi memastikan, begitu smelter selesai dibangun, mereka akan kembali ke negara masing-masing, sementara operasional pabrik akan melibatkan pekerja lokal.

“Jadi kalau nambah 500 TKA untuk mempercepat progres konstruksi agar cepat beroperasi sehingga tenaga kerja lokal bisa lebih banyak diserap, apakah hal itu suatu yang salah?” kata Jodi.

Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta) Kementerian Ketenagakerjaan, Aris Wahyudi, mengatakan para tenaga kerja Cina yang tiba di Kendari tersebut telah memenuhi seluruh persyaratan dalam perizinan pekerja asing.

“Perusahaan pengguna dan calon TKA juga komit untuk mematuhi protokol kesehatan, baik sejak di negara asal maupun setibanya di Indonesia,” kata Aris saat dihubungi Rabu.

Kemenaker memberikan persetujuan penambahan tenaga kerja asing yang diajukan VDNI dan OSS pada 15 April 2020.

Aris mengaku kementeriannya tidak mungkin menolak permohonan pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang diajukan oleh perusahaan pengguna karena terbentur Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2020 dan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan lainnya.

Aris menambahkan, sebanyak 500 pekerja Cina tersebut berstatus sebagai pegawai baru pengganti pekerja yang sudah habis masa kontraknya di dua perusahaan tersebut.

“Operasional perusahaan sebenarnya sudah berhenti cukup lama, wabah mulai muncul. Konsekuensinya memang agak berat untuk kelangsungan pekerja lokal juga,” kata Aris.

Sekitar 500 pekerja Cina awalnya direncanakan tiba di Kendari pada akhir April, namun Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi ketika itu memutuskan untuk menolak kedatangan mereka karena kekhawatiran merebaknya kasus COVID-19.

Senin pekan lalu, Ali mengubah pernyataannya dengan mengatakan bahwa Pemda Sultra siap menyambut kedatangan mereka. "Mereka datang berinvestasi dan investasinya enggak tanggung-tanggung Rp42 triliun. Kita punya APBD saja cuma Rp4,2 triliun. Nah, kita harus jaga kalau seperti itu," kata Ali, dikutip dari laporan media lokal.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.