Indonesia Perlu Meningkatkan Perlindungan Terhadap Buruh Migran

Oleh Yenny Herawati
2015.04.21
150421_ID_TKI_SAUDI_EKSEKUSI_700.jpg Anggota kelompok solidaritas perempuan memprotes perlakuan terhadap pekerja migran Indonesia di Arab Saudi menangis selama demonstrasi di depan kedutaan Saudi di Jakarta tanggal 23 Oktober 1997.
AFP

Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri memprotes keras Pemerintah Arab Saudi yang telah mengeksekusi dua Warga Negara Indonesia (WNI), Siti Zaenab dan Karni Binti Medi Tarsim, tanpa pemberitahuan resmi. Aktivis mengatakan Indonesia harus meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI).

"Kita tidak mendapatkan informasi apapun mengenai kemungkinan dilaksanakannya hukuman mati dua WNI. Situasi ini memang sangat mengecewakan. Pemerintah kita sudah berupaya maksimal melindungi warganya. Tetapi pada akhirnya kita harus menghargai hukum yang berlaku,” kata Hanif kepada BeritaBenar tanggal 20April.

Siti Zaenab didakwa membunuh istri majikan, dalam upaya membela diri. Siti dijatuhi hukuman mati tanggal 8 Januari 2001. Pelaksanaan hukum mati ini menunggu ahli waris korban mencapai aqil balig. Karena itu pelaksanaan baru dilakukan tanggal 14 April, 2015.

Sedangkan Karni divonis mati karena membunuh anak majikan yang berusia empat tahun tanggal 26 September 2012 lalu. Ia dihukum mati dengan cara tembak tanggal 16 April, dua hari setelah Siti dieksekusi.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anies Hidayah, mengatakan, eksekusi mati tersebut menyakitkan bagi Indonesia.

"Kita mempunyai perwakilan di Saudi tetapi tidak ada pemberitahuan resmi, itu berarti perwakilan RI tidak dihargai. Pemerintah Indonesia harus menyelesaikan kasus ini melalui diplomasi. Karena ini bukan pertama kali. Tahun 2011 Rumiyati, WNI, juga tanpa pemberitahuan resmi," kata Anies kepada BeritaBenar tanggal 21 April.

Migrant Care mencatat 287 buruh migran Indonesia terancam pidana mati, 60 diantaranya tinggal menunggu hari dan 227 masih menjalani proses hukum.

“Jumlah tersebut tersebar di beberapa negara termasuk Arab Saudi, Malaysia, China, Singapura dan Iran,” tambah Anis.

"Namun seperti kita ketahui, keluarga korban bersikeras tidak membuka pintu maaf," kata Arrmanatha Nasir, Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Indonesia kepada BeritaBenar tanggal 20 April.

Desakan untuk perlindungan buruh migran

Migrant Care mendesak keseriusan pemerintah untuk mengadvokasi buruh migran.

“Harus ada langkah komprehensif untuk mencegah hal ini, lewat jalur pemerintahan,” katanya.

Ia mengkritisi bahwa pemerintahan Jokowi belum berbuat banyak untuk perlindungan buruh migran.

“Ingat bahwa devisa negara sebagian dihasilkan oleh pekerja migran. Indonesia harus menjaga arus keterbukaan informasi kepada publik. Ini persoalan Hak Asasi Manusia (HAM)," tambah Anies.

Bantuan Hukum Masih Kurang

Pengacara buruh migran dari Pusat Sumber Daya Buruh Migran di Yogyakarta, Abdul Rahim Sitorus, meminta kasus eksekusi Siti Zaenab menjadi pelajaran penting.

“Pemerintah seharusnya menyediakan pengacara untuk mereka [terdakwa]. Bantuan hukum merupakan HAM, bukan sekedar belas kasih negara,” katanya.

“UU No. 39 tahun 2004 mensyaratkan TKI hanya boleh bekerja di negara-negara yang memiliki kerja sama bilateral ketenagakerjaan dan menjamin keselamatan migran. Arab Saudi dan Malaysia tidak masuk dalam negara yang disyaratkan oleh UU tersebut,” katanya.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid, berkata banyaknya WNI dihukum mati karena sistem yang berlaku di Indonesia tidak berjalan dengan baik.

“Kurangnya pengawasan pemerintah terhadap penyalur tenaga kerja. Kurangya pemahaman akan kondisi di luar negeri, tidak ada kesiapan mental dan skill yang mumpuni,” kata Nusron kepada BeritaBenar.

BNP2TKI mencatat 6,5 juta TKI bekerja di 142 negara dengan pengiriman uang masuk ke Indonesia dari hasil gaji para TKI sekitar Rp 120 trilyun per tahun.

Perlindungan untuk TKI

Arrmanatha menambahkan, ke depan Indonesia juga akan terus berupaya melakukan pencegahan agar tidak ada lagi TKI bermasalah hukum di Arab Saudi yang bernasib seperti Zaenab dan Karni.

"Kita akan terus berupaya mencari jalan dengan Arab Saudi mengingat masih ada Warga Negara kita yang bermasalah walaupun prosesnya belum sejauh Zaenab dan Karni. 18 orang menunggu hukuman mati dinegara tersebut,” katanya.

‎Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin mengusulkan, pemerintah seharusnya memberikan pengetahuan yang cukup kepada para TKI tentang hukum di luar negeri.

"TKI harus tahu hak dan kewajibannya jika memilih bekerja di luar negeri," kata Din.

Komarudin (47), warga desa Pulung, Ponorogo, Jawa Timur, pernah menjadi TKI di Arab Saudi, berharap pemerintah memperhatikan nasib TKI dengan memberikan perlindungan maksimal.

"Saya berharap sistem dan prosedur pengiriman TKI dikelola dengan proses yang baik, mampu secara intelektual untuk melaksanakan pekerjaan yang dijanjikan serta mengetahui haknya," ujar Komarudin.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.