Indonesia Dorong Islam Jalan Tengah

Dalam KTT tersebut, Presiden Jokowi menyebutkan komitmen Indonesia untuk bangkitnya kembali poros wasathiyah Islam yang toleran.
Ismira Lutfia Tisnadibrata
2018.05.01
Bogor
1805-1_ID_wasatiyah_1000.jpg Presiden Joko Widodo (tengah) berjalan bersama peserta Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Wasatiyyah Islam di Istana Bogor, Jawa Barat, 1 Mei 2018.
Dok. Biro Pers Sekretariat Presiden

Indonesia mendorong perlunya paham Islam jalan tengah atau wasathiyah Islam dengan menggelar Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) mengenai Islam wasathiyah yang dihadiri para ulama dalam dan luar negeri di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa, 1 Mei 2018.

Din Syamsuddin, Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban, mengatakan, walaupun inisiatif itu bukan hal baru di dunia Muslim, namun pertemuan tiga hari di Bogor ditujukan untuk merevitalisasi Islam jalan tengah.

Menurutnya, wasathiyah Islam tak sekadar moderat karena harus diterjemahkan dalam kosa kata yang agak dekat adalah the middle path Islam, jalan tengah Islam.

“Intinya yaitu wawasan keislaman yang menegakkan keseimbangan, penuh toleransi, mengambil jalan tengah, cenderung menyelesaikan masalah dengan kompromi, dengan musyawarah dan tidak menjelekkan apalagi mengkafirkan pihak lain,” jelasnya.

Umat Islam harus menyadari kenyataan bahwa ada beberapa kelompok Muslim yang mempunyai pengertian berbeda mengenai Islam dan amat menyimpang dari ide utama tentang Islam jalan tengah, tambahnya.

Din menambahkan di tengah meningkatnya kesalahpahaman antar-kelompok di dunia yang menimbulkan berbagai kerusakan fisik, peradaban, pertentangan agama, Indonesia ingin berbagi pengalaman dalam mengelola Islam jalan tengah.

“Berdasarkan pengalaman, kami percaya bahwa Islam yang kami pahami di Indonesia adalah Islam wasathiyah,” ujarnya.

“Menurut pandangan pribadi saya, dalam beberapa hal cetak biru dan arsitektur negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan konstitusi 1945, serta slogan nasional Bhinneka Tunggal Ika, adalah manifestasi dari Islam jalan tengah.”

Pertemuan ini dihadiri 100 ulama yang terdiri dari 50 ulama dalam negeri dan 50 ulama luar negeri dari 43 negara, termasuk Wakil Presiden Iran Masoumeh Ebtekar dan Imam Besar Al-Azhar Mesir, Prof. Dr. Ahmad Muhammad Ath-Thayeb.

“100 ini lebih dari cukup untuk kita revitalisasi wacana wasathiyah Islam. Dari Indonesia kami ingin mengarusutamakan wasathiyah Islam,” ujar Din.

Moderasi Islam

Presiden Jokowi, dalam sambutannya saat membuka KTT itu, menekankan pentingnya keterlibatan ulama dalam hal ini karena menurutnya para ulama adalah pewaris para nabi dan obor keteladanan bagi umat.

“Jika para ulama bersatu padu dalam satu barisan untuk membumikan moderasi Islam, maka saya optimis poros wasathiyah Islam akan menjadi arus utama, akan memberikan harapan bagi lahirnya dunia yang damai, yang aman, yang sejahtera, yang berkeadilan dan menjadi gerakan Islam untuk mewujudkan keadilan sosial,” ujarnya.

Jokowi menambahkan, posisi Indonesia dalam hal ini sangat jelas dengan komitmen untuk mendorong lahirnya kembali poros wasathiyah Islam ke seluruh penjuru dunia.

“Kami mendorong dan berkomitmen untuk lahirnya poros wasathiyah Islam. Kami ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta,” ujarnya.

Menurutnya, pembangunan dan kemajuan yang banyak terjadi di negara-negara Muslim tidak kalah dibanding negara-negara lain, tapi perkembangan yang terjadi menurutnya “menggelisahkan.”

“Teknologi komunikasi yang berkembang pesat, penggunaan sosial media yang meluas membawa implikasi yang signifikan. Di satu sisi dapat meningkatkan interaksi tapi di sisi lain media sosial juga digunakan untuk menyebarluaskan ujaran kebencian bahkan digunakan untuk menyebarluaskan radikalisme,” ujarnya.

Hal ini, menurut Jokowi, menjadi tantangan lebih berat untuk menyebarkan Islam jalan tengah.

Dengan berbagi pengalaman di forum ini, Jokowi mengatakan harus terbangun gerakan Islam jalur tengah yang mendunia dan menginspirasi berbagai pemimpin, ulama, kaum muda dan umat Islam pada umumnya untuk tetap teguh pada jalur moderasi Islam.

Paling baik

Sementara itu, At Thayeb dalam sambutan dalam bahasa Arab mengatakan bahwa kata ‘wasat’ bermakna positif karena idenya mengutamakan hal paling baik dan paling adil, sehingga tidak terlalu ekstrim.

“Ekstrem merupakan sesuatu dosa. Yaitu terlalu berani, gegabah dan juga terlalu berlebihan dan dalam Islam, kita melihat bahwa wassat adalah di tengah,” ujarnya melalui penerjemah.

At Thayeb menambahkan, konsep wasathiyah saat ini digunakan berlebihan dalam politik Islam, sehingga terjadi arus yang mengarah ke ekstrem.

“Perlu penataan ulang arus tersebut. Banyaknya kelompok ekstrem Islam, liberalisme dengan ekstremisme Islam itu bukan sesuatu yang baik,” ujarnya.

"Saya berharap KTT ini mengatasi perbedaan pendapat dan menyatukan umat Islam. Saya berharap umat Islam dapat mengandalkan negara-negara Islam lainnya untuk menghadapi tantangan."

Di penghujung acara, para ulama peserta akan mengeluarkan deklarasi bersama yang disebut ‘Pesan Bogor’, yang memanifestasikan gerakan revitalisasi Islam wasathiyah.

KTT itu akan ditutup oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden di Jakarta, Kamis, 3 Mei mendatang.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.