Internasional Kecam Pemenjaraan Ahok

Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta dan penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama telah mengajukan penangguhan penahanan ke Pengadilan Tinggi.
Rina Chajidah
2017.05.10
Jakarta
170510_ID_Ahok_1000.jpg Warga melakukan aksi unjuk rasa di Jakarta, 10 Mei 2017, untuk menunjukkan dukungan kepada Basuki Tjahaja Purnama yang divonis hukuman dua tahun penjara.
AFP

Dijatuhkannya hukuman penjara dua tahun terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, karena diputuskan bersalah menistakan agama Islam, menuai reaksi negatif sejumlah negara yang menganggap hal itu sebagai cerminan mundurnya demokrasi di Indonesia.

Uni Eropa melalui delegasinya untuk Indonesia dan Brunei Darussalam menyebut bahwa pihaknya selama ini menilai Indonesia sebagai negara demokrasi kuat dengan semangat pluralisme yang tinggi. Uni Eropa berharap Indonesia tetap mempertahankan hal itu.

"Kami mengimbau agar Pemerintah Indonesia, lembaga-lembaga dan rakyatnya untuk senantiasa mempertahankan tradisi toleransi dan pluralisme," tulis Uni Eropa dalam pernyataan yang diterima BeritaBenar, Senin, 10 Mei 2019.

Uni Eropa mengingatkan, sebagai negara yang telah meratifikasi sejumlah kesepakatan internasional seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, seharusnya pemerintah Indonesia tidak lagi menggunakan aturan hukum yang dapat membelenggu kebebasan berekpresi.

"Uni Eropa secara konsisten telah menyatakan bahwa hukum yang mengkriminalisasi penistaan agama, secara diskriminatif dapat menimbulkan terhalangnya kebebasan berekspresi dan atau kebebasan beragama dan berkepercayaan," tambah pernyataan itu.

Anggota parlemen dari seluruh Asia Tenggara juga mengungkapkan keprihatinan atas hukuman terhadap Ahok.

"Putusan tersebut sangat membingungkan tidak hanya bagi Indonesia, tapi juga bagi seluruh kawasan ASEAN. Indonesia dianggap sebagai pemimpin regional dalam hal demokrasi dan keterbukaan,” kata anggota Parlemen Malaysia dan Ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (APHR), Charles Santiago, dalam pernyataan tertulis.

“Keputusan ini menempatkan posisi tersebut dalam bahaya dan menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan Indonesia sebagai masyarakat yang terbuka, toleran, dan beragam."

Merusak reputasi Indonesia

Sedangkan Amnesty International menilai putusan hakim yang memenjarakan Ahok telah merusak reputasi Indonesia. Karena itu mereka meminta Pemerintah Indonesia untuk mencabut pasal penodaan agama yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Putusan ini menunjukkan ketidakadilan melekat pada hukum penghujatan di Indonesia, yang harus segera dicabut. Putusan itu akan merusak reputasi Indonesia sebagai negara toleran," kata Champa Patel, Direktur Asia Tenggara dan Pasifik untuk Amnesty International, dalam keterangan tertulisnya.

Amnesty Internasional juga menilai sejak awal kasus ini dimanipulasi, dimana kata-kata yang disampaikan Ahok saat berkunjung di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, telah diedit sebelum disebarkan ke masyarakat, yang kemudian menimbulkan aksi unjuk rasa selama beberapa kali dari kelompok Islam.

Koalisi Masyarakat Sipil juga mendesak pemerintah untuk menghapus Pasal 156a terkait penodaan agama karena dinilai tak relevan lagi diterapkan. Menurut mereka, pasal itu sering dipakai untuk menjustifikasi kepentingan politik atau kelompok dan multi-tafsir.

"Ini momentum sangat tepat untuk dihapuskan," ujar Kordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani, dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu.

Penangguhan penahanan

Setelah sempat ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, selama beberapa jam, Ahok pada Rabu dini hari dipindahkan ke Markas Brimob Kelapa Dua Depok, Jawa Barat, karena alasan keamanan.

Alasan pemindahan Ahok juga disebabkan sejumlah tahanan di Rutan Cipinang merasa terganggu dengan kehadiran para pendukung Ahok yang berunjuk rasa, untuk menuntut Gubernur Jakarta non aktif itu dibebaskan.

Pada Rabu siang, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga telah menerima surat permohonan penangguhan penahanan Ahok. Surat itu diajukan Pelaksana Tugas Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat – yang sebelumnya menjabat wakil gubernur.

Pejabat Humas Pengadilan Tinggi Jakarta, Johanes Suhadi, mengatakan surat itu sedang dipertimbangkan hakim. Selain itu, pihaknya juga sedang menunggu kelengkapan berkas banding yang diajukan Ahok setelah divonis dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

"Suratnya sudah masuk dari Pak Djarot dan tim pengacaranya. Nanti dipertimbangkan oleh majelis hakim yang akan menangani perkara itu,” kata Johanes kepada BeritaBenar.

Ia mengaku belum bisa memberikan jawaban apakah majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta akan mengabulkan permohonan penangguhan penahanan karena keputusan itu merupakan otoritas majelis hakim.

“Semuanya tergantung majelis hakim. Yang pasti proses di Pengadilan Tinggi tidak akan memakan waktu lama seperti di Pengadilan Negeri,” jelas Johanes.

Seorang tim penasihat hukum Ahok, I Wayan Sudiarta, mengatakan pihaknya meminta penangguhan penahanan karena sesuai pertimbangan majelis hakim saat memutuskan perkara tersebut.

“Dalam putusan hakim disebutkan bahwa salah satu hal meringankan, Ahok bersikap baik dan kooperatif. Itu dasar bagi kami untuk meminta penangguhan penahanan,” ujar Wayan kepada BeritaBenar.

Dia menambahkan sejumlah alasan penguat mereka untuk melakukan banding karena memang sejak awal kasus ini masuk ke proses hukum akibat tekanan dari publik. Apalagi majelis hakim memutuskan Ahok bersalah dengan pasal berbeda dengan tuntutan jaksa.

“Kita berharap majelis hakim pengadilan tinggi dapat membebaskan Ahok dari semua tuduhan itu. Sebab jika melihat tuntutan jaksa, unsur penodaan agama tidak terbukti,” ujarnya.

Ratusan warga berkumpul di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu malam, 10 Mei 2017, menuntut pembebasan Ahok. (Rina Chadijah/BeritaBenar)

Dukungan terus mengalir

Sepanjang Rabu pagi hingga malam, dukungan menuntut Ahok dibebaskan berlangsung di sejumlah lokasi. Rabu pagi, Balaikota DKI Jakarta sesak dengan para pendukung Ahok yang menggelar konser sambil menyanyikan lagu kebangsaan dan nasional.

Acara itu dipimpin musisi nasional Addie MS. Dalam sambutan di depan massa, Djarot mengatakan aksi ini sebagai bentuk dukungan bagi toleransi di Indonesia “yang telah tercederai”.

“Hari ini, merupakan satu kejutan bagi kita bersama. Bahwa setelah melalui berbagai macam peristiwa, pada hari ini kita berkumpul di sini dengan tertib, damai, dan penuh optimisme," ujarnya.

Puluhan pendukung Ahok juga menggelar aksi damai di depan Pengadilan Tinggi Jakarta yang terletak di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada Rabu petang. Mereka juga mendesak Ahok dibebaskan.

Sementara Rabu malam, ribuan pendukung Ahok berkumpul di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, sambil menyalakan lilin dan berdoa agar bangsa Indonesia tetap damai dan tidak terpecah belah. Aksi ini juga meminta agar Ahok segera dibebaskan.

"Semoga NKRI tetap utuh, Indonesia damai, rukun terus, semoga keadilan di Indonesia bisa ditegakkan," ujar seorang pemuka agama Islam, di hadapan ribuan warga.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.