Presiden Memerintahkan Investigasi Hercules C-130 Dengan Semakin Banyaknya Korban
2015.07.01

Tim penyelamat telah mengakhiri pencarian korban jatuhnya pesawt Hercules C-130 di lokasi kecelakaan pesawat di Medan, memberikan 142 kantong mayat ke rumah sakit setempat, namun jumlah korban tewas dalam bencana tersebut masih belum pasti.
Identifikasi mayat masih berlangsung, dan tidak jelas berapa banyak orang meninggal di tanah, setelah Angkatan Udara Hercules C-130 menabrak bangunan menit setelah lepas landas Selasa.
"Kita sudah menyisir habis tempat kejadian dan hari ini proses evakuasi selesai. Mudah-mudahan tidak ada lagi korban," kata Panglima TNI Kodam 1/BB Mayjen Edy Rahmayadi.
Sejauh ini hanya 62 jenazah yang sudah bisa diidentifikasi, katanya kepada BeritaBenar.
Angkatan Udara Rabu mengkoreksi pernyataan sebelumnya tentang jumlah orang di pesawat yang tewas menjadi 122, di tengah tuduhan pesawat militer secara ilegal membawa penumpang sipil dengan menarik bayaran.
Hanya 91 kantong mayat berisi jenazah lengkap, menurut Kompas, yang dikutip personil di RSUP Adam Malik di Medan.
Kotak Hitam
Presiden Joko Widodo memerintahkan investigasi jatuhnya pesawat Hercules C-130, terkait dengan tuduhan komersialisasi.
"Saya telah memerintahkan investigasi yang mendalam soal penyebab kecelakaan ini," kata Presiden Jokowi di Depok, tanggal 1 Juli.
Presiden menegaskan agar Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Riyacudu dan Panglima TNI Jenderal Moeldoko memperbaiki manajemen Angkatan Udara (AU) termasuk hibah alutsista (Alat utama sistem senjata Tentara Nasional Indonesia) serta operasional penerbangan.
Pesawat Hercules C-130 buatan Amerika tahun 1964 dalam misi menyalurkan pasokan ke Kepulauan Riau ketika jatuh tak lama setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Soewondo di Medan, Sumatra Utara.
Kotak hitam telah ditemukan, menurut Kepala Staf Angkatan Udara (kasau), Marsekal Agus Supriatna.
“Meskipun kotak hitam sudah ditemukan kemarin tanggal 30 Juni, tetapi masih berada dalam penyelidikan militer,” kata Agus.
Komersialisasi Hercules?
Wakil Ketua Komisi I DPR, Hanafi Rais, mengatakan TNI harus menindaklanjuti kasus ini, terutama terkait penyebab jatuhnya pesawat dan kebenaran tentang penumpang sipil dalam Hercules C-130.
“Pesawat Hercules bukan ditujukan untuk mengangkut penumpang secara massal. Karena itu kasus ini harus diusut karena menyangkut masalah keamanan penerbangan,” katanya kepada BeritaBenar hari Rabu, 1 Juli.
Seorang anggota DPR Komisi I lainnya Tubagus Hasanuddin menyatakan bahwa pihaknya mendapat laporan tentang penumpang sipil yang diduga telah membayar untuk sampai ke Natuna.
"Saya mendapat laporan bahwa ada penumpang yang telah membayar Rp. 900 ribu. Saya akan memeriksa kebenarannya. Kalau benar ini sangat disayangkan karena tugas militer tidak diemban dengan baik,” kata Hasanuddin di Gedung DPR tanggal 1 Juli.
“Kami telah meminta TNI untuk melakukan penyelidikan, dan kini sedang diinvestigasi," katanya lanjut.
“Hercules hanya ditujukan untuk mengangkut personel TNI atau barang untuk tujuan operasi militer, pesawat tersebut bisa difungsikan sebagai angkutan sipil hanya bila dalam keadaan darurat misalnya bencana alam,” terang Hasanuddin.
“Tidak ada komersialisasi”
Ketika ditanya tentang komersialisasi pesawat Hercules C-130 Agus menegaskan kalau berita tersebut tidak benar.
"Tidak ada pesawat militer yang diizinkan untuk mengangkut warga sipil kecuali ada perintah dari atas, misalnya untuk evakuasi dalam kasus bencana. Mengangkut anggota keluarga [personil militer] adalah pengecualian,” katanya.
"Jika komersialisasi terjadi dalam kasus jatuhnya Hercules C-130 ini kami tidak akan segan memecat komandan," kata Agus sambil menambahkan bahwa komersialisasi ini akan menjadi agenda penyelidikan bagi TNI.
Hasan Basuki (45) tahun warga Jawa Timur yang pernah bertugas di Papua mengakui beberapa kali menggunakan pesawat militer untuk mudik.
“Saya menggunakan pesawat milter beberapa kali dari Maumere ke Jayapura. Karena tidak ada pesawat sipil di daerah tersebut dan transportasi darat sangat terbatas,” katanya.
“Kalau pemerintah menghentikan kasus komersialisasi pesawat militer, maka juga harus siap konsekuensinya yaitu menyediakan transportasi yang cukup bagi daerah terpencil seperti Papua, Natuna dan lainnya,” kata Hasan.