Perjuangan Suratmi Mencari Keadilan Atas Kematian Suaminya

Tim Pembela Kemanusiaan PP Muhammadiyah berencana melaporkan kasus Siyono ke Dewan HAM PBB.
Kusumasari Ayuningtyas
2017.03.10
Klaten
170310_ID_Suratmi_1000.jpg Suratmi (tengah) didampingi Tim Pembela Kemanusiaan Muhammadiyah saat melapor ke Polres Klaten, Jawa Tengah, 15 Mei 2016.
Kusumasari Ayuningtyas/BeritaBenar

Setahun berlalu, Suratmi telah kembali aktif mengajar di Taman Kanak-Kanak (TK) yang didirikannya bersama sang suami tercinta, Siyono.

Perempuan yang dalam keseharian selalu mengenakan hijab dan bercadar juga masih tinggal bersama mertuanya meski Siyono telah meninggal dunia di tangan Densus 88 setahun lalu.

Suratmi berusaha tetap tegar, sama seperti setahun lalu ketika mengetahui suaminya telah tiada.

“Saya tetap menuntut keadilan atas kematian suami saya. Saya tinggal di negara hukum dan berhak mendapat keadilan,” ujar Suratmi kepada BeritaBenar, Kamis, 9 Maret 2017.

Janda lima anak itu mengaku belum puas dengan sanksi terhadap dua anggota Densus 88 yang diduga menganiaya Siyono hingga tewas.

Polisi menyatakan sebelumnya Siyono tewas karena berkelahi dengan anggota Densus 88 yang mengawalnya saat disuruh menunjukkan lokasi penyimpanan senjata.

Keduanya telah dijatuhi sanksi demosi tidak percaya dan dipindahkan dari Satuan Kerja Densus 88 ke Satuan Kerja lain selama empat tahun.

Pada 15 Mei 2016, Suratmi dengan ditemani Ketua Tim Pembela Kemanusiaan (TPK) PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, melaporkan dugaan tindak pidana ke Polres Klaten, Jawa Tengah.

Tetapi, sampai saat ini belum ada perkembangan berarti perjuangan Suratmi dan TPK untuk mencari keadilan, dengan menempuh jalur hukum pidana terkait kasus dugaan penganiayaan terhadap Siyono.

“Kami masih menunggu laporan perkembangan penyelidikan dari Polres Klaten,” ujar Trisno kepada BeritaBenar.

Permohonan laporan perkembangan penyelidikan terkait kasus Siyono yang dilaporkan Suratmi telah disampaikan sejak tiga bulan lalu kepada pihak Polres.

Menurut Trisno, normalnya laporan perkembangan penyelidikan bisa diberikan sekitar seminggu setelah permohonan disampaikan.

Laporan perkembangan penyelidikan itu dinilai penting bagi TPK untuk mengetahui apa kesulitan pihak kepolisian dalam memproses kasus Siyono sehingga memakan waktu yang lumayan lama.

“Belum ada jawaban dari Polres, padahal dengan jawaban itu kita jadi tahu langkah apa yang harus kita ambil selanjutnya,” terang Trisno, yang dalam waktu dekat berencana melaporkan kasus Siyono ke Dewan HAM PBB.

Kapolres Klaten, AKBP Muhammad Darwis, mengatakan pihaknya masih menunggu Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Mabes Polri di Jakarta. Rencananya, pihak Polres Klaten akan melakukan rekonstruksi ulang setelah BAP lengkap.

“Kita masih menunggu berita acara dari petugas di Jakarta, kita belum periksa karena (Densus 88) dinas luar terus jadi kita belum bisa lengkapi,” ujar Darwis saat dikonfirmasi BeritaBenar.

Juru bicara Mabes Polri Kombes Pol. Martunis Sitompul ketika dihubungi BeritaBenar menyatakan pihaknya akan mengecek perkembangan pengusutan kasus tersebut.

Desak KPK

Siyono adalah terduga teroris yang dituduh polisi terlibat dalam jaringan Neo-Jamaah Islamiyah dan memiliki posisi penting dalam jaringan tersebut.

Dia ditangkap Densus 88 pada 8 Maret 2016 dan tewas dalam pengawalan aparat anti-teror itu pada 11 Maret 2016. Siyono dimakamkan pada 13 Maret 2016 dan jenazahnya diotopsi pada 3 April 2016.

Dari hasil otopsi diketahui bahwa Siyono bukan meninggal karena kelelahan seperti yang dikatakan pihak kepolisian. Menurut hasil otopsi, ada bekas penganiayaan pada jenazah Siyono dan tidak ditemukan adanya tanda-tanda perlawanan dari korban.

TPK PP Muhammadiyah juga mempertanyakan tindak lanjut laporan mereka soal uang Rp 100 juta yang diberikan Kadensus kepada Suratmi saat menjemput jenazah Siyono di Jakarta karena sampai kini belum ada perkembangan.

Dalam pernyataan sikapnya saat refleksi setahun kematian Siyono di Yogyakarta, Rabu, 8 Maret 2017, TPK mendesak KPK untuk segera menindaklanjuti laporan terkait dugaan gratifikasi yang dilakukan Kadensus.

“Bersama teman di Jakarta, kami sudah minta KPK untuk segera menindaklanjuti,” ujar Trisno.

Dikonfirmasi BeritaBenar, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan akan mengecek terlebih dulu laporan TPK PP Muhammadiyah terkait uang yang diterima istri Siyono.

“Saya akan cek dulu, saya belum bisa simpulkan itu masuk gratifikasi atau bukan, semua laporan masuk dari masyarakat akan kita tindaklanjuti,” ujarnya.

Suratmi mendapat telepon untuk berangkat ke Jakarta pada 11 Maret 2016, dua hari setelah suaminya ditangkap. Saat berada di hotel sebelum ke rumah sakit untuk melihat mayat suaminya, Suratmi ditemui dua wanita yang mengajaknya bicara dan kemudian memberikan dua bungkusan koran yang ternyata berisi uang.

Setelah menerima bungkusan tersebut, Suratmi baru tahu kalau suaminya meninggal dunia. Suratmi kemudian menyerahkan bungkusan itu kepada PP Muhammadiyah.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.