Indonesia, Malaysia, Filipina Luncurkan Patroli Bersama

Wilayah perairan itu seharusnya aman untuk perdagangan dan bukan untuk teroris kata ketiga menteri pertahanan.
Gunawan
2017.06.19
Tarakan, Kalimantan
ID_MY_PH_patrols1_620.jpg Personel Komando Pasukan Katak TNI Angkatan Laut terjun dari helikopter saat simulasi anti-teror sebagai tanda dimulainya patroli bersama tiga negara di perairan Tarakan, Kalimantan Utara, 19 Juni 2017.
Gunawan/BeritaBenar

Setelah tertunda setahun, Indonesia, Malaysia, dan Filipina akhirnya meluncurkan patroli keamanan bersama di perairan perbatasan ketiga negara, setelah dipicu oleh dikuasainya sebuah kota di Filipina selatan oleh kelompok militan yang terkait dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Para menteri pertahanan dan petinggi militer ketiga negara tersebut meresmikan patroli maritim terkoordinasi tiga negara atau trilateral maritime patrol Indomalphi. Inisiatif ini pertama kali diajukan pada Mei 2016 setelah berbagai peristiwa penculikan di perairan Sulu yang menghambat perdagangan ketiga negara dan jutaan dolar uang tebusan yang harus dibayarkan kepada kelompok militan di Mindanao seperti Kelompok Abu Sayyaf (ASG).

Wakil Menteri Pertahanan (Menhan) Brunei Darussalam Dato Seri Abdul Aziz bin Haji Moh Tamit dan Menteri Senior Maliki Osman, mewakili Menhan Singapura, turut menghadiri peluncuran tersebut sebagai pengamat.

Patroli maritim, termasuk udara dan darat, dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan "dalam menghadapi ancaman non-tradisional yang nyata seperti pembajakan, penculikan, terorisme dan kejahatan transnasional lainnya di perairan regional," demikian pernyataan bersama ketiga negara.

"Tujuan utama Patroli Maritim Trilateral adalah untuk memastikan militan, termasuk anggota Daesh (ISIS), tidak membuat Laut Sulu menjadi jalan tikus untuk menyusup ke ketiga negara, terutama setelah insiden pertempuran di Kota Marawi, Filipina," kata Menteri Pertahanan Malaysia Hishammuddin Hussein kepada BeritaBenar.

Kelompok bersenjata di Filipina selatan bersatu untuk mengambil alih sebagian besar kota selatan Marawi pada tanggal 23 Mei, yang memaksa Presiden Filipina Rodrigo Duterte untuk mengumumkan keadaan darurat militer di wilayah Mindanao. Pasukan pemerintah telah memerangi orang-orang bersenjata tersebut, dengan korban tewas 345 orang, kebanyakan dari mereka adalah militan, demikian menurut Pemerintah Filipina.

Orang-orang yang tewas termasuk para militan non-Filipina dari setidaknya enam negara - Indonesia, Malaysia, Singapura, Chechnya, Arab Saudi dan Yaman - setahun setelah pemimpin ISIS mengimbau pengikutnya yang tidak bisa ke Suriah untuk melakukan “perjuangan” di Filipina selatan.

Panggung militer


 

Sebagai bagian dari inisiatif tersebut, masing-masing dari tiga negara akan membentuk sebuah komando maritim di lokasi yang berbatasan dengan Laut Sulu: yaitu Tarakan, Kalimantan Utara, di Indonesia; Tawau, Sabah, di Malaysia; dan Bongao, Tawi-Tawi, di Filipina.

Acara peluncuran patroli bersama tersebut diwarnai oleh simulasi penyelamatan kapal kargo yang diserang oleh para perompak bersenjata.

Penyelamatan tersebut melibatkan kapal perang milik TNI Angkatan Laut, dua pesawat tempur Sukhoi, pesawat Casa P-851 dan Boeing TNI AU, serta personil Komando Pasukan Katak TNI AL yang diterjunkan dari helicopter.

Tidak hanya itu, dua kapal perang berbendera Malaysia KD Todak dan BRP General Mariano Alvarez milik Angkatan Laut Filipina ikut bersinergi, yang akhirnya dengan koordinasi militer ketiga negara, para perompak tersebut dapat dilumpuhkan.

“Kerjasama penanganan aksi perompakan seperti ini yang kami lakukan nanti,” ungkap Menhan Indonesia, Ryamizard Ryacudu, di atas geladak KRI Dr Suharso-990, Senin.

"1,5 tahun lalu, kita sudah prediksi ISIS akan datang ke Filipina Selatan. Kenapa? Dia (ISIS) kalah di Suriah dan Irak. Dia (ISIS) melaksanakan kegiatan di Eropa, pasti dia kembali Asia Tenggara," ujarnya dalam konferensi bersama Hishammuddin dan Delvin di KRI Dr Suharso-990.

Sementara itu Hishammuddin menegaskan, keberadaan negara tak boleh dikalahkan dari segelintir kelompok masyarakat yang tidak menghormati hukum.

“Kami telah berkomitmen untuk tak memberikan ruang sedikitpun bagi mereka di tanah kami,” tegasnya.

Perbatasan yang penuh celah

Menhan Filipina, Delvin Lorenzana mengatakan, pihaknya sangat serius memerangi kelompok Abu Sayyaf yang telah merongrong eksistensi negara bertahun-bertahun.

Pemerintah Filipina mengerahkan ratusan personil militer untuk menggempur persembunyian gerombolan ASG dan militan Maute, yang telah berbaiat kepada ISIS.

“Kami sudah berusaha untuk menghancurkan kelompok ini,” paparnya.

Kerjasama ketiga negara itu, tambahnya, akan efektif dalam membantu pengamanan perairan Sulu yang menjadi pusat perdagangan di ASEAN.

“Kerjasama ini akan bisa mengejar di segala penjuru persembunyian gerombolan Abu Sayyaf,” pungkasnya.

Di Manila, juru bicara Angkatan Bersenjata Filipina Brig. Jenderal Restituto Padilla mengatakan kepada wartawan, "Tujuan akhir dari kesepakatan perbatasan trilateral adalah untuk memperkuat keamanan di wilayah bersama ini."

Penculikan di laut akan berakhir "dan pergerakan unsur-unsur bersenjata yang potensial, organisasi jihad atau organisasi bersenjata manapun, tidak akan melewati semua perbatasan yang memiliki celah-celah ini ini karena keamanan yang meningkat," katanya dalam menjelaskan tujuan kerja sama tersebut.

Selama bertahun-tahun, ASG telah menculik dan menahan sandera untuk mendapatkan uang tebusan, dan mengeksekusi sebagian dari mereka.

Pada bulan Februari, kelompok tersebut merilis video yang menunjukkan pemenggalan sandera Jerman, Jurgen Kantner, setelah tenggat waktu untuk uang tebusan sebesar US $ 600.000 tidak dipenuhi.

Tahun lalu, militan ASG diklaim berada dibalik serangan terhadap kapal-kapal di perairan antara pulau Borneo dan Filipina selatan yang mengakibatkan penculikan puluhan pelaut Indonesia dan Malaysia. Sebagian besar dari mereka kini sudah dilepaskan.

ASG mengumpulkan setidaknya 354,1 juta peso Filipina ($ 7,3 juta) dari uang tebusan yang dibayarkan untuk sandera pada tahun 2016, seperti dikutip di Rappler.com.

Menhan Indonesia, Ryamizard Ryacudu (kiri), Menhan Malaysia Hishammuddin Hussein (ketiga dari kiri) dan Menhan Filipina Delfin Lorenzana (kedua dari kanan) dengan pimpinan militer masing-masing berfoto bersama dalam acara peluncuran patroli maritim bersama di Tarakan, Indonesia. (Dok: Kementerian Pertahanan Malaysia)

Hata Wahari di Kuala Lumpur ikut berkontribusi terhadap laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.