Jokowi minta Menkopolhukam tuntaskan soal penolakan pengungsi Rohingya

Pemerintah: Indonesia tidak menandatangani Konvensi Pengungsi, sehingga menampung mereka sebenarnya bukanlah kewajiban, hanya karena dasar kemanusiaan.
Arie Firdaus
2023.12.04
Jakarta
Jokowi minta Menkopolhukam tuntaskan soal penolakan pengungsi Rohingya Para pengungsi Rohingya yang baru mendarat beristirahat di sebuah pantai di Pulau Sabang, Provinsi Aceh, pada 2 Desember 2023.
Chaideer Mahyuddin/AFP

Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada Senin (4/12) menginstruksikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dan pemerintah daerah untuk menangani masalah penolakan pengungsi Rohingya oleh sebagian anggota masyarakat di Aceh.

Penolakan kedatangan pengungsi Rohingya disuarakan oleh sebagian warga Aceh dalam beberapa pekan terakhir. Kelompok yang mengatasnamakan Mahasiswa Pemuda Peduli Aceh pada Rabu pekan lalu menggelar unjuk rasa di Banda Aceh menolak kedatangan pengungsi dan mendesak pemerintah bersikap lebih tegas terhadap para pengungsi.

"Saya telah memerintahkan Menkopolhukam untuk menangani bersama-sama dengan daerah dan UNHCR," ujar Jokowi di Jakarta, merujuk pada badan urusan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pengungsi Rohingya bersiap untuk merelokasi diri setelah penduduk desa terdekat menolak kehadiran tenda mereka di Balohan di Pulau Sabang, Provinsi Aceh, 4 Desember 2023. [Chaideer Mahyuddin/AFP]
Pengungsi Rohingya bersiap untuk merelokasi diri setelah penduduk desa terdekat menolak kehadiran tenda mereka di Balohan di Pulau Sabang, Provinsi Aceh, 4 Desember 2023. [Chaideer Mahyuddin/AFP]

Sehari setelah demo di Banda Aceh, Kepolisian Daerah Aceh meminta UNHCR bertanggung jawab dalam masuknya pengungsi Rohingya ke Aceh dan menuduh lembaga itu secara sengaja membiarkan para pengungsi tersebut meninggalkan kamp Cox's Bazar di Bangladesh menuju Indonesia.

Terkait instruksi tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud MD dalam kesempatan terpisah mengatakan akan menggelar rapat dengan sejumlah pemerintah daerah pada 5 Desember guna mencari solusi masalah tersebut.

Menurut Mahfud, Indonesia sejatinya dapat menolak kedatangan para pengungsi Rohingya tersebut lantaran tidak turut meneken konvensi PBB tentang pengungsi Rohingya.

"Sebenarnya kita bisa menolak mentah-mentah, tapi kita kan punya perikemanusiaan," ujar Mahfud dalam keterangan di Jakarta, merujuk Konvensi Pengungsi 1951 PBB.

"Sekarang orang Aceh, Riau, Medan, ndak ada tempatnya, ndak ada biayanya. Besok akan dikoordinasikan karena ini berbenturan dengan kemanusiaan," ujar Mahfud seraya menambahkan bahwa per hari ini tercatat 1.487 pengungsi telah memasuki Indonesia, tanpa merinci jumlah itu adalah akumulasi kedatangan sejak kapan. Ia hanya mengatakan bahwa diperkirakan pengungsi akan terus bertambah di masa datang.

Dalam catatan BenarNews, setidaknya terdapat tujuh kali kedatangan pengungsi Rohingya sejak November lalu.

Kedatangan pertama pada 14 November di Pidie --kota berjarak sekitar 170 kilometer tenggara Banda Aceh, yakni sebanyak 196 orang. Keesokannya, sebanyak 147 kembali tiba di kabupaten sama.

Pada 16 November, kapal mengangkut 256 orang mencapai Bireuen yang berjarak sekitar 200 kilometer tenggara Banda Aceh, tapi sempat ditolak warga setempat. Setelah terombang-ambing tiga hari, kapal tersebut akhirnya dibolehkan menepi di Bireuen.

Pada hari yang sama saat pendaratan di Bireuen, dua kapal lain, masing-masing kapal mengangkut 241 orang kembali menepi di Pidie dan kapal mengangkut 36 orang mencapai perairan Aceh Timur.

Pada 22 November, kapal mengangkut 219 orang mendarat di Sabang. Terakhir, lebih dari 100 Rohingya mendarat di pantai Desa Ie Meulee, Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang,

Etnis Rohingya telah dipersekusi selama bertahun-tahun di negara asalnya yang mayoritas penduduknya beragama Buddha.

Sejak 2017, lebih dari sejuta warga Rohingya meninggalkan rumah mereka ketika militer Myanmar melakukan pembantaian terhadap mereka yang digambarkan oleh PBB sebagai "contoh nyata dari pembersihan etnis".

Kelompok hak asasi manusia mengatakan banyaknya manusia perahu itu disebabkan situasi yang memburuk di Myanmar menyusul kudeta militer pada Februari 2021 serta kondisi buruk di kamp pengungsi Cox’s Bazar, sebuah distrik di tenggara Bangladesh yang berbatasan dengan Myanmar.

Juru Bicara UNHCR Indonesia Mitra Salima Suryono mengaku siap berkoodinasi dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya dalam membantu penuntasan masalah pengungsi Rohingya.

"Kami siap membantu pemerintah untuk membantu penyelesaian masalah pengungsi," ujarnya kepada BenarNews, tanpa merinci solusi yang disiapkan untuk membantu penuntasan masalah.

Seorang polisi memberikan biskuit kepada anak-anak pengungsi Rohingya di sebuah pantai di Pulau Sabang, Aceh pada 2 Desember 2023. [Chaideer Mahyuddin/AFP]
Seorang polisi memberikan biskuit kepada anak-anak pengungsi Rohingya di sebuah pantai di Pulau Sabang, Aceh pada 2 Desember 2023. [Chaideer Mahyuddin/AFP]

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhammad Iqbal menambahkan, Indonesia sejatinya selama ini hanya bertindak atas dasar kemanusiaan dalam menampung dan menyelamatkan pengungsi, meski tidak terikat Konvensi Pengungsi 1951.

"Indonesia tidak punya kewajiban menampung pengungsi, apalagi memberikan solusi permanen. Selama ini hanya alasan kemanusiaan," kata Iqbal kepada BenarNews.

Oleh karena itu, ia pun berharap polemik penolakan warga lokal atas kedatangan pengungsi Rohingya dapat dituntaskan dan memberikan kebaikan bagi semua pihak.

Dilaporkan BenarNews pada pertengahan November lalu, Kasat Intel Polres Bireuen Ipda Jolly Ronny Mamarimbing mengatakan alasan penolakan warga adalah karena warga Rohingya dinilai sering berbuat onar, keluyuran, jorok, dan sering kabur setelah diselamatkan.

Beberapa dari mereka juga melarikan diri dari penampungan dan dinilai tidak mengikuti syariat Islam dan adat yang berlaku di tengah masyarakat.

Dalam unjuk rasa Rabu pekan lalu, Mahasiswa Pemuda Peduli Aceh menilai para pengungsi telah menyalahgunakan kebaikan rakyat Indonesia dan Aceh.

Oleh karena itu, mereka pun mendesak pemerintah memprioritaskan masyarakat lokal yang membutuhkan bantuan ketimbang imigran Rohingya.

"Saat ini, lebih banyak masyarakat lokal yang membutuhkan bantuan pemerintah dibandingkan imigran Rohingta yang terus-terusan datang dan membuat onar," ujar koordinator lapangan unjuk rasa, Azizi Hubas, mengutip laporan Kompas.com.

"Membantu mereka sewajarnya saja. Berikan makanan, minuman, berikan bahan bakar untuk lapal mereka, tapi jangan biarkan mereka di sini. Biarkan mereka melanjutkan perjalanan.

Terkait rangkaian perilaku tersebut, UNHCR menyatakan sejatinya telah mengingatkan para pengungsi Rohingya bahwa mereka wajib mengikuti aturan hukum dan adat istiadat yang berlaku di Indonesia.

Uzair Thamrin di Banda Aceh berkontribusi dalam laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.