Jokowi: Pemerintah akan tindak jaringan perdagangan orang terkait pengungsi Rohingya
2023.12.08
Jakarta
Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan pada Jumat (8/12) pemerintah akan menindak tegas para pelaku perdagangan manusia yang terlibat dalam gelombang kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh.
Pernyataan Jokowi menyusul maraknya narasi yang menggambarkan pengungsi Rohingya secara negatif di media sosial sehingga memicu antipati masyarakat terhadap kelompok minoritas Muslim yang jadi korban persekusi di Myanmar.
"Saya memperoleh laporan mengenai pengungsi Rohingya yang semakin banyak, yang masuk ke wilayah Indonesia terutama provinsi Aceh,” kata Jokowi dalam video yang ditayangkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden.
“Terdapat dugaan kuat ada keterlibatan jaringan tindak pidana perdagangan orang dalam arus pengungsian ini. Pemerintah Indonesia akan menindak pelakunya,” tegas Presiden.
Jokowi menambahkan pemerintah akan memberikan bantuan kemanusiaan sementara kepada para pengungsi, dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat setempat.
Menurut Jokowi, pemerintah juga akan berkoordinasi dengan organisasi internasional, seperti badan PBB untuk pengungsi UNHCR, untuk mengatasi permasalahan pengungsi Rohingya di Aceh.
Kementerian Luar Negeri bulan lalu mengatakan bahwa penyelundup dan penjahat pelaku perdagangan manusia telah memanfaatkan kebaikan rakyat Aceh dengan mengambil keuntungan finansial dari para pengungsi.
Tiga nelayan Indonesia pada pertengahan Juni 2021 dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena terbukti menyelundupkan puluhan warga Rohingya ke Aceh.
Kontroversi terkait Rohingya akhir-akhir ini meramaikan media sosial seperti X dan TikTok.
Komedian Marshel Widianto dalam sebuah video di Tiktok membuat tulisan menyamakan pengungsi Rohingya dengan penjajah. Dia mengutip akun palsu yang menyamar sebagai UNHCR yang menulis: “Semoga rakyat Rohingya bisa diterima di masyarakat Indonesia, dan pemerintah bisa memberikan dia rumah, makan dan tempat tinggal, dan buat KTP Indonesia.”
Perwakilan PBB di Indonesia merespon banyaknya posting anti-Rohingya yang mengatasnamakan UNHCR melalui @UNinIndonesia di X, yang dulunya Twitter.
“Mohon bijak dalam memproses informasi di internet karena komentar itu bukan dari akun UNHCR resmi. Ikuti perkembangan informasi terbaru dari akun @UNHCRIndo yang berupaya menemukan solusi terbaik untuk semua bersama pemerintah Republik Indonesia,” tulis @UNinIndonesia.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mohammad Mahfud MD pada Selasa mengatakan pemerintah mempertimbangkan memulangkan para pengungsi ke negara mereka dengan bantuan lembaga PBB.
Mahfud merupakan pejabat yang ditugaskan Jokowi untuk menuntaskan masalah pengungsi Rohingya.
Sementara itu, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengusulkan agar para para pengungsi ditempatkan di Pulau Galang, Kepulauan Riau. Menurutnya, pemerintah pernah memilih pulau tersebut sebagai lokasi penampungan para pengungsi dari Vietnam.
Pulau Galang, sekitar 60 kilometer dari Batam, sempat digunakan untuk menampung pengungsi dari Vietnam pada tahun 1980-an. Di tempat itu pemerintah membuka lahan sekitar 80 hektar untuk menampung “manusia perahu” yang melarikan diri dari Vietnam akibat perang saudara.
UNHCR membangun fasilitas penampungan untuk sekitar 250 ribu pengungsi Vietnam yang mencakup pelayanan kesehatan, sekolah dan tempat ibadah, bahkan pemakaman.
Setidaknya terdapat delapan kali kedatangan pengungsi Rohingya ke Aceh sejak November lalu, dengan jumlah lebih dari 1.300 orang, menurut UNHCR dan warga setempat.
Pada 16 November, kapal mengangkut 256 orang mencapai Bireuen, tapi sempat ditolak warga setempat. Setelah terombang-ambing tiga hari, kapal tersebut akhirnya dibolehkan menepi di Bireuen.
Pekan lalu, beberapa puluh orang yang mengaku sebagai mahasiswa melakukan demonstrasi menolak pengungsi Rohingya di Banda Aceh. Mereka beralasan bahwa masyarakat setempat lebih memerlukan bantuan.
Sejak 2017, lebih dari sejuta warga Rohingya meninggalkan rumah mereka ketika militer Myanmar melakukan pembantaian terhadap mereka yang digambarkan oleh PBB sebagai "contoh nyata dari pembersihan etnis".
Kelompok hak asasi manusia mengatakan banyaknya pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari, termasuk mereka yang terdampar di Aceh, disebabkan situasi yang memburuk di Myanmar menyusul kudeta militer pada Februari 2021 serta kondisi buruk di kamp pengungsi Cox’s Bazar, sebuah distrik di tenggara Bangladesh yang berbatasan dengan Myanmar.
Perlu pembuktian hukum
Faisal Rahman, perwakilan UNHCR di Aceh mengatakan bahwa pihaknya menyerahkan kemungkinan adanya kasus perdagangan orang kepada penegak hukum, tapi mengingatkan pemerintah untuk tetap melakukan penanganan kemanusiaan kepada pengungsi.
“Kita tidak menafikan, mungkin memang ada jaringan [perdagangan orang]. Tapi terkait pembuktian dan penegakan hukum kami serahkan sepenuhnya ke penegak hukum,” kata Faisal kepada BenarNews.
“Alhamdulillah itu bisa berjalan bersama. Karena tindak pidana dan penanganan kemanusiaan perlu ditangani secara terpisah, tapi bisa sinergis,” kata dia.
Menurut Faisal, Rohingya, sebagai pengungsi harus dilindungi dan di saat bersamaan bila ada potensi kriminal dalam proses juga harus ditindak lanjuti, karena itu juga jadi bagian dari pemastian perlindungan terhadap korban yaitu pengungsi Rohingya itu sendiri.
Faisal juga menyoroti fenomena media sosial yang menyebarkan kabar menyesatkan tentang pengungsi Rohingya sehingga memicu kebencian masyarakat terhadap mereka.
“Kita tidak tahu siapa yang melakukan propaganda penolakan terhadap pengungsi yang perlu dilindungi,” kata Faisal.
“Yang bisa kita harapkan adalah masyarakat lebih cermat dalam menerima berita yang beredar apa lagi media-media Tiktok atau sejenisnya yang bukan media resmi,” kata Faisal.
Dia menekankan bahwa peraturan presiden tahun 2016, dan juga undang-undang Indonesia sudah mengatur tentang bagaimana pemenuhan hak-hak pengungsi dan perlindungan terhadap mereka.
Masalah sosial
Yon Machmudi, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, menyayangkan terjadinya penolakan terhadap pengungsi Rohingya.
Namun, dia mengatakan dia juga memahami kekhawatiran sebagian masyarakat Aceh karena penampungan pengungsi sudah sesak sehingga mulai menimbulkan masalah.
“Dari Aceh sendiri kan sebenarnya itu awalnya kan swadaya, rakyat yang merasa kasihan, tapi kan lama-kelamaan beban itu semakin berat dan tadi itu menimbulkan masalah-masalah sosial yang tidak diinginkan karena perbedaan budaya mungkin atau hal-hal lain yang bisa menyinggung adat istiadat di Aceh,” kata dia.
Maka, tambah Yon, pemerintah harus turun tangan untuk menyelesaikan masalah pengungsian dan bekerja sama dengan negara-negara lain yang memiliki perhatian yang sama terhadap nasib para pengungsi.
Yon menyarankan pihak berwenang untuk menyelidiki kemungkinan perdagangan manusia, apakah para pengungsi Rohingya ini diselundupkan.
“Nah ini kan saya kira harus coba juga dilihat dan mengembalikan mereka ke laut saya kira bukan solusi, karena tentu dari sisi kemanusiaan menjadi masalah,” kata Yon.