Jokowi Kembali Sambangi Tokoh Agama

Unjuk rasa 4 November menyisakan keriuhan politik tanah air, beberapa tokoh termasuk Susilo Bambang Yudhoyono, dilaporkan ke polisi.
Arie Firdaus
2016.11.10
Jakarta
161110_ID_Jokowi_1000.jpg Presiden Joko Widodo (tiga dari kiri) berdialog dengan para kyai dan ulama di Istana Negara, 10 November 2016.
Dok. Humas Sekretariat Kabinet

Paska demo 4 November lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengintensifkan pertemuan dengan para tokoh agama.

Jokowi mengumpulkan para pimpinan pondok pesantren wilayah Banten dan Jawa Barat di Istana Negara, Kamis siang. Dalam acara itu, ia mengatakan ulama dan kyai adalah salah satu pilar penopang utuhnya negara.

“Berdirinya negara Indonesia tidak terlepas dari perjuangan para ulama, kiai, dan santri,” katanya.

Ini adalah pertemuan teranyar dilakukan Jokowi dengan para tokoh agama. Senin lalu, dia bertandang ke markas Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sehari kemudian, giliran pimpinan Muhammadiyah yang disambangi Jokowi.

Dalam pertemuan ini, Jokowi juga mengatakan dirinya tak akan melindungi Ahok, gubernur Jakarta yang menjadi sasaran tuntutan sekitar 100.000-an demonstran dari berbagai organisasi massa Islam agar dia dipidanakan atas dugaan penistaan Al-Quran.

Ustadz Ahmad Ruhiyat, pengasuh Pondok Pesantren At Tarbiyah, Karawang, Jawa Barat, usai bertemu Jokowi menyatakan pihaknya mengapresiasi Presiden yang melakukan konsolidasi dengan ulama, PBNU, dan Muhammadiyah.

“Akan tetapi kami juga menyampaikan, agar Presiden menyambangi  para haba’i, dan Alhamdulilah beliau mengapresiasi dari tanggapan yang saya sampaikan,” katanya.

Pengerak demo yang telah dua kali digelar yaitu pada 14 Oktober dan 4 November adalah Front Pembela Islam (FPI) yang dipimpin Habib Rizieq, dan beberapa organisasi massa Islam.

Ahmad menambahkan, ulama juga mengusulkan agar Presiden tetap bersifat netral pada kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.

“Kami juga meminta Presiden memberikan instruksi yang ekstra kepada kepolisian agar bekerja secara profesional dan tidak pernah pandang bulu,” tegas Ahmad.

Pada hari yang sama Jokowi juga memimpin apel militer di Markas Besar Angkatan Darat dan merayakan Hari Pahlawan 10 November di markas Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Dalam dua kesempatan itu, ia meminta Tentara Nasional Indonesia (TNI) tak mentolerir gerakan yang ingin memecah belah bangsa dan menyatakan siap mengerahkan pasukan Kopassus jika Indonesia dalam kondisi darurat.

Protokuler tak memungkinkan

Perihal pertemuan dengan ulama, juru bicara kepresidenan Johan Budi mengatakan, Jokowi ingin berterima kasih karena mereka telah membantu menyejukkan dan mendinginkan suasana usai demonstrasi 4 November.

Selain itu, kata Johan, Jokowi juga kembali menyatakan komitmennya untuk tidak akan melindungi Ahok dan menyampaikan alasannya tak menemui pendemo.

Menurut Johan, Jokowi pada dasarnya ingin menemui pengunjuk rasa. Malah ia ingin shalat Jumat berjamaah di Masjid Istiqlal, tempat pengunjuk rasa berkumpul sebelum berorasi di depan Istana Negara.

"Tapi protokoler dan aturan tak memungkinkan," jelas Johan kepada BeritaBenar.

"Disarankan pembantu-pembantu presiden, seperti Kapolri, Panglima TNI, dan menteri untuk tidak ke sana. Demi keamanan presiden yang merupakan simbol negara."

Panik, Psy-War?

Namun demikian, pengamat politik menanggapi berbeda maneuver Jokowi dalam beberapa hari terakhir ini.

"Mungkin (Jokowi) panik," kata pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, kepada BeritaBenar, Kamis, 10 November 2016.

Ray menilai, selama dua tahun kepimpinannya, Jokowi terlalu fokus pada urusan non-politik, seperti rutin mengecek pembangunan infrastruktur di beragam daerah dan mengenyampingkan urusan politik.

"Lihat sendiri kenyataan sekarang. Terlalu lama abaikan politik, jadi riskan," ujarnya, “sekarang terpaksa lakukan konsolidasi lagi."

Pendapat berbeda dikatakan pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Muradi, yang justru melihat Jokowi sedang melancarkan perang urat saraf (psy-war) terhadap lawan-lawan politiknya.

Itu tercermin dari pernyataan Jokowi kepada anggota TNI agar tak menolerir gerakan provokasi dan adu domba, serta instruksi kepada Kapolri untuk mengusut penyebar isu rencana pencopotan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.

"Menurut saya, itu psy-war. Bagian penegasan, seperti, 'lihat, tentara dan polisi ikut ke saya'," ujar Muradi.

Dilapor ke polisi

Selain rusuh yang melukai puluhan polisi dan pendemo, unjuk rasa 4 November juga berujung pada dilaporkannya beberapa tokoh masyarakat ke polisi.

Organisasi pendukung Jokowi melaporkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah ke Badan Reserse dan Kriminal Polri karena tuduhan menghasut makar. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu ikut hadir dalam demo, Jumat lalu.

Fahri telah menyangkal tudingan ini dengan menyatakan kehadirannya dalam unjuk rasa sebagai wujud pengawasan parlemen kepada pemerintah.

Adapula laporan atas musisi Ahmad Dhani yang juga calon Wakil Bupati Bekasi, karena dianggap menghina Presiden Jokowi saat berorasi di depan pengunjuk rasa.

Belakangan, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga dilaporkan ke polisi oleh Forum Silaturrahmi Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) karena Ketua Umum Partai Demokrat itu dinilai telah menyampaikan penghasutan dalam pidatonya, 2 November lalu.

Belum ada tanggapan dari SBY terkait laporan dirinya ke polisi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.