Jokowi Ajak Ulama Teduhkan Suasana

Sidney Jones mengkhawatirkan aksi demonstrasi besar-besaran rawan disusupi berbagai pihak, termasuk teroris untuk menggalang dukungan di Indonesia.
Tia Asmara
2016.11.01
Jakarta
161101_ID_jokowi-ulama_1000.jpg Dari kiri ke kanan: Rais Syuriah PBNU Ahmad Ishomuddin, Sidney Jones, Nasir Abbas, dan moderator berbicara pada diskusi yang digelar Wahid Institute di Jakarta, 1 November 2016.
Tia Asmara/BeritaBenar

Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengimbau ulama untuk ikut meneduhkan suasana dan mengupayakan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 1 November 2016.

Pertemuan itu diyakini guna menurunkan ketegangan suasana di Jakarta menjelang aksi demonstrasi besar-besaran yang akan dilakukan berbagai organisasi massa Islam antara lain Front Pembela Islam (FPI) pada Jumat, 4 November 2016. Sementara itu pakar terorisme, Sidney Jones, menyampaikan bahwa demonstrasi itu rawan disusupi kelompok teroris untuk menggalang dukungan di Indonesia.

Dalam pertemuan itu, Jokowi berharap ulama ikut berperan serta menjaga Indonesia agar berhasil meletakkan hubungan agama dan negara secara ideal dan bebas dari ancaman perpecahan.

"Nasihat yang penuh kesejukan dan penuh kedamaian sekarang ini sangat dinanti-nanti dari para ulama," imbuhnya.

Aksi protes 4 November itu bertujuan menuntut polisi memproses hukum Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama yang diduga telah menistakan Islam dan Al-Quran.

Ketua MUI, Ma'ruf Amin mengatakan para ulama sepakat dengan imbauan presiden agar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang digelar serentak pada 15 Februari 2017 berlangsung damai.

“Semoga tidak ada konflik, dan masing-masing calon siap untuk menang maupun kalah, sehingga bila sudah selesai, tidak ada lagi konflik yang terjadi," ujarnya pada wartawan usai pertemuan.

Ulama juga sepakat membela negara dan tetap mengupayakan kokohnya NKRI. "Bagi kami NKRI final dan kita tidak akan memberikan toleransi kepada siapa saja yang akan memecah belah bangsa ini," katanya.

Tetap tenang

Menurut Ma’ruf, dalam pertemuan dengan Jokowi juga sempat dibahas soal pernyataan Ahok yang mengutip ayat Al-Quran saat berada di Kepulauan Seribu, 27 September lalu.

Ucapan itu membuat sebagian kalangan marah dan mendesak polisi memproses hukum Ahok karena dianggap telah melecehkan Al-Quran dan Islam meski Ahok sudah meminta maaf.

Isu tersebut, kata Ma’ruf, kini bergulir dan berkembang tidak menentu dan jadi masalah bagi publik. Untuk itu, pihaknya setuju kasus itu diproses secara terhormat hukum.

"Presiden mengatakan beliau sudah memerintahkan ini untuk diproses dan beliau tidak akan intervensi terhadap masalah ini," ujarnya.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengaku telah menyampaikan pada Jokowi agar bertemu pimpinan FPI Habib Rizieq untuk membicarakan kasus Ahok.

"Presiden juga (perlu) bersilaturahmi dengan Habib Rizieq sebagaimana Beliau sudah bersilaturahmi dengan Prabowo. Beliau menyatakan, 'Oh begitu, ya Pak’," jelas Mu’ti kepada wartawan.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir juga mengimbau aksi demonstrasi Jumat nanti berlangsung dalam suasana damai, toleran dan bermartabat.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemanan (Menko Polhukam) Wiranto meminta masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh dengan berita-berita yang tak jelas beredar di media sosial.

Menurutnya, demonstrasi adalah hak setiap warga negara dan tak dilarang, tapi jangan sampai kebebasan mengungkapkan pendapat melanggar kebebasan orang lain.

Rawan disusupi

Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, mengkhawatirkan berbagai pihak termasuk kelompok teroris bisa menyusupi demo tersebut.

“Beberapa pihak mengambil keuntungan dalam (demo itu) termasuk organisasi yang berkomitmen untuk jihad seperti ISIS dan grup lain di Suriah,” ujarnya dalam diskusi Radikalisme dan Terorisme dalam Pilkada DKI Jakarta yang digelar Wahid Institute di Jakarta, Selasa.

Menurutnya, meski tingkat keberhasilan seruan melakukan terorisme itu kecil, namun masalah paling besar adalah membiarkan semangat dan kemarahan itu semakin besar.

“Kesalahan pemerintah adalah membiarkan gerakan ormas radikal mengontrol agenda politik dan kenapa polisi masih membiarkan organisasi garis keras ada sampai sekarang? Kenapa tidak ada usaha dari dulu manggil segala pihak untuk dinginkan suasana yang memanas itu?” kata Sidney.

Keresahan itu karena menjelang aksi demonstrasi, banyak bermunculan ajakan di media sosial untuk menangkap Ahok, bahkan dengan cara anarkis.

Terbaru, gambar beberapa pria berpakaian loreng yang memegang kertas bertuliskan, “Tangkap Ahok Sebelum 4 November”, “Hukum Ahok atau peluru kami yang menghukum.”

Pakar terorisme dari Consultant Centre for Police and Terrorism Research yang dulunya adalah seorang militan, Nasir Abbas, menyatakan, gambar-gambar itu merupakan upaya teroris di Suriah untuk menggalang opini masyarakat Indonesia.

Dia enggan menyebut kelompok di Suriah memanfaatkan situasi yang sedang memanas di Jakarta. Begitupun Nasir memperkirakan hal itu ulah simpatisan ISIS asal Indonesia yang sedang berada di Suriah.

“Itu kerjaan orang Indonesia di sana yang memonitor keadaan di Indonesia. Mereka tahu Ahok dan ikut menyebarkan teror agar menyulut semangat simpatisan di sini,” kata Nasir yang merupakan mantan Amir Mantiqi Jamaah Islamiyah yang sekarang ikut membantu polisi dalam penanggulangan terorisme.

Tapi, Sidney memperkirakan gambar-gambar itu bukan ulah ISIS, melainkan kelompok Al Nusra di Suriah atau didalangi orang yang masih ada kaitan dengan pejuang Indonesia di Suriah.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.