Kematian Akibat Hepatitis Akut Jadi 4 Orang di Indonesia, Total 15 Kasus

Kementerian Kesehatan mencatat semua kasus terjadi pada anak di bawah 16 tahun.
Arie Firdaus
2022.05.09
Jakarta
Kematian Akibat Hepatitis Akut Jadi 4 Orang di Indonesia, Total 15 Kasus Seorang anak balita ditimbang berat badannya dalam pemeriksaan kesehatan rutin di Banda Aceh, 8 Desember 2021.
AFP

Pemerintah pada Senin (9/5) melaporkan kematian akibat hepatitis akut di Indonesia bertambah menjadi empat orang, sementara keseluruhan pasien penyakit yang belum diketahui penyebabnya itu tercatat sebanyak 15 orang.

Menteri Kesehatan Budi Sadikin mengatakan kementeriannya sudah berkoordinasi dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika dan Inggris untuk menggali informasi mengenai penyakit misterius yang menyerang hati ini.

“(Tapi) kesimpulan belum dipastikan virus apa yang menyebabkan hepatitis akut ini,” kata Budi dalam keterangan pers virtual di Jakarta, menambahkan bahwa Indonesia bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Amerika dan Inggris untuk mendeteksi penyebabnya.

WHO per 1 Mei lalu mencatat setidaknya 228 kasus hepatitis akut di 20 negara.

Kementerian Kesehatan mengungkapkan korban jiwa terbaru akibat hepatitis akut ini adalah seorang anak perempuan berusia 7 tahun dari Kabupaten Tulungagung, sekitar 150 km dari Surabaya, Jawa Timur. 

Korban meninggal pada Sabtu pekan lalu, setelah dirawat di rumah sakit setempat dengan gejala awal serupa hepatitis, seperti demam, diare, urine berwarna pekat, dan feses pucat, kata juru bicara Kementerian Siti Nadia Tarmizi.

“(Korban) seluruhnya berusia di bawah 16 tahun,” kata Nadia kepada BenarNews, menambahkan korban tersebut baik yang terdeteksi maupun yang meninggal dunia. 

Gejala serupa sebelumnya ditemukan pada tiga korban jiwa yang sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo di Jakarta, setelah dibawa ke rumah sakit tersebut sudah dalam keadaan kritis.

Dengan kasus di Tulungagung, kata Nadia, kini ada empat kasus kematian, yang masing-masing berusia 2, 8 dan 11 tahun yang meninggal di Jakarta dan 7 tahun dari Jawa Timur.

“Tapi yang di Jawa Timur kami masih menyebutnya pending klasifikasi karena masih ada rangkaian tes yang harus dilakukan di laboratorium, terutama terkait adenovirus," lanjut Nadia.

Dinas Kesehatan Sumatra Utara pada Senin juga menemukan dua anak yang dicurigai telah terpapar hepatitis akut misterius.

Menurut kepala Dinas Kesehatan provinsi tersebut, Ismail Lubis, kedua anak tersebut kini dirawat di rumah sakit lokal dengan gejala serupa hepatitis, seperti demam tinggi dan diare.

"Tapi belum dipastikan (hepatitis akut), karena belum mendapatkan laporannya," kata Ismail, seperti dikutip portal berita CNN Indonesia.

Terkait dua kasus di Sumatra Utara, Nadia Tarmizi mengaku masih mendalaminya.

Sebagai antisipasi penyebarluasan hepatitis akut di Tanah Air, Kementerian Kesehatan pekan lalu telah menerbitkan surat edaran yang meminta pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, dan pihak terkait lainnya untuk meningkatkan kewaspadaan.

Waspadai sindrom sakit kuning akut

Kementerian juga menginstruksikan untuk memantau perkembangan kasus sindrom sakit kuning akut di daerah masing-masing, khususnya untuk pasien di bawah 16 tahun.

Dinas kesehatan daerah juga diminta melaporkan kasus dengan sindrom tersebut kepada layanan pemerintah yaitu Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons dan berkoordinasi dengan laboratorium kesehatan serta rumah sakit.

Sindrom jaundice merupakan suatu kondisi medis yang ditandai perubahan warna kekuningan pada kulit bagian putih mata, dan urine berwarna gelap yang timbul mendadak.

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, dalam keterangan yang dilansir kantor berita Antara mengatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso di Jakarta sebagai fasilitas kesehatan rujukan bagi pasien anak bergejala akut.

Dia membuka kemungkinan bagi pemerintah untuk menanggung bea perawatan rumah sakit bagi pasien anak, namun dengan klausul khusus.

"Apabila terjadi eskalasi dan kemudian dinyatakan sebagai kondisi tertentu, kejadian luar biasa, wabah, atau darurat bencana non-alam, maka biaya perawatan bisa di-cover oleh pemerintah," terang Muhadjir.

Mengenai kemungkinan hepatitis akut bakal menjadi pandemi seperti COVID-19, epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman melontarkan pernyataan dengan istilah, "masih jauh".

"Melihat data dan tren yang ada, menurut saya masih jauh menyebabkan pandemi," kata Dicky kepada BenarNews.

Namun dia memandang penyakit tersebut dapat menjadi epidemi atau khusus menyebar di kawasan tertentu jika masyarakat abai dalam melakukan pencegahan seperti tidak menjaga kebersihan diri, makanan, dan lingkungan.

"Maka kita harus menjaga kebersihan dan disiplin menerapkannya. Pemerintah juga harus menggencarkan pencegahan kepada masyarakat," lanjut Dicky.

Wakil Ketua Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat, Charles Honoris, kepada wartawan meminta pemerintah memantau adanya kasus hepatitis akut secara serius demi mencegah penyebarluasannya.

"Kementerian harus berkoordinasi dengan dinas kesehatan di daerah untuk memonitor potensi kemunculan kasus baru di wilayahnya," pungkas Charles.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.