Menristek: Kontaminasi Radioaktif di Serpong Bukan dari Kebocoran Reaktor

Greenpeace menilai penemuan limbah nuklir di dekat pemukiman menunjukkan kelalaian pemerintah menjaga keamanan masyarakat.
Ronna Nirmala
2020.02.18
Jakarta
200218_ID_Nuclearwaste_1000.JPG Staf dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir dan Badan Tenaga Nuklir Nasional melakukan pembersihan di area yang terkontaminasi limbah nuklir di perumahan di wilayah Serpong, Tangerang, Banten, 17 Februari 2020.
Reuters

Pencemaran radioaktif yang ditemukan di sebuah perumahan di Serpong, Tangerang Selatan yang menimbulkan kekhawatiran akan keamanan, dikonfirmasi bukan berasal dari fasilitas reaktor nuklir di komplek Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), demikian Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Selasa (18/2/2020).

“Kontaminasi bukan dari kebocoran fasilitas reaktor nuklir di Komplek Puspitek, yang memang lokasinya juga ada di Serpong,” kata Menristek Bambang Brodjonegoro dalam jumpa pers di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta, Selasa.

“Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) dan kepolisian sedang lakukan penyelidikan mengapa ada bahan radioaktif di situ. Memang tidak lazim, karena jauh dari reaktor nuklir dan bukan tempat resmi untuk limbah nuklir. Tempat resminya (pembuangan) ada di Puspiptek Serpong,” tambah Bambang.

Kandungan zat radioaktif di atas batas normal di kawasan Perumahan Batan Indah pertama kali diumumkan pada Minggu (16/2/2020). Perumahan ,yang berjarak sekitar 4,5 km dari lokasi reaktor nuklir tersebut,menurut Bapeten tergolong pada radius aman, karena jarak minimal pemukiman dengan reaktor nuklir, khususnya untuk penelitian, adalah 1 km.

Ketika itu, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) tengah melakukan pengujian rutin alat pemantau radioaktivitas lingkungan bergerak (mobile RDMS-MONA) di area Pamulang dan Serpong.

Secara umum, paparan radiasi lingkungan di daerah tersebut normal, namun terjadi peningkatan nilai paparan radiasi di area tanah kosong di Perumahan Batan Indah.

Dari hasil uji di laboratorium PTKMR-BATAN, diketahui tanah tersebut mengandung zat radioaktif jenis Caesium-137 yang mencapai 140 microSV per jam, melampaui batas normal untuk manusia pada level 0,11 microSV/jam.

Proses dekontaminasi dengan mengeruk tanah di lokasi paparan radioaktif masih terus dilakukan. Sementara, hasil uji kontaminasi terhadap sembilan warga perumahan yang diduga terpapar di laboratorium kalibrasi di Pasar Jumat, Jakarta Selatan, akan keluar pada tiga hari mendatang.

Kepala Bapeten Jazi Eko Istiyanto menambahkan, keberadaan zat radioaktif pada lahan kosong diduga kuat berasal dari limbah yang dibuang sembarangan.

"Klasifikasinya bukan kecelakaan nuklir, tapi pencemaran limbah radioaktif dan lingkungan. Jadi jauh sekali dari kecelakaan Fukushima dan Chernobyl," katanya, merujuk pada bencana nuklir di Fukushima, Jepang yang dipicu oleh gempa bumi tahun 2011, dan kecelakaan reaktor nuklir di Chernobyl di Ukraina tahun 1986.

Untuk membantu penyelidikan kepolisian, Bapeten bakal mengumpulkan data perizinan pengguna zat radioaktif Caesium-137 di seluruh Indonesia. Untuk diketahui, zat radioaktif Caesium-137 biasanya dipakai dalam kegiatan medis dan industri.

Kendati demikian, penggunaan Caesium-137 untuk keperluan penyinaran radioterapi telah lama digantikan dengan Co-60 atau zat non-radioaktif LINAC.

Pengangkatan sisa zat radioaktif

Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan memastikan proses pengangkatan sisa-sisa zat radioaktif di sebidang tanah di Perumahan Batan Indah itu akan dilakukan tuntas.

“Dalam hal mendekontaminasi, tim bekerja sejak 12 Februari. Selama itu sudah dikerahkan 100 orang untuk membersihkan tanah yang terkontaminasi,” kata Anhar di Gedung BPPT, Jakarta.

“Saat pengangkutan pertama, kandungan zat mencapai 140 microSV/jam, sekarang sudah 28 microSV/jam. Kami targetkan 2-3 hari ke depan selesai,” tambahnya.

Keseluruhan tanah dan vegetasi bakal dibawa ke laboratorium milik Batan untuk diidentifikasi lebih lanjut.

“Kita akan berusaha mengembalikan daerah itu hingga kembali seperti biasa. Nanti seluruh limbah dari wilayah itu akan kami bawa ke laboratorium untuk diolah menjadi limbah, sesuai dengan karateristiknya,” kata Anhar.

Anhar meminta warga sekitar lokasi untuk tidak panik. Batan memastikan area di sekitar lokasi tidak terpapar dan aman untuk beraktivitas seperti biasa.

Walikota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany menjelaskan, Perumahan Batan Indah dihuni sekitar 1.000 kepala keluarga (kk), sekitar 1.000 di antaranya adalah anak-anak.

Adapun 9 orang yang tengah diobservasi bertempat tinggal di radius 3-5 meter dari titik lokasi penemuan zat radioaktif.

“Kami berharap proses pembersihan tidak sampai 20 hari, sehingga tidak perlu ada remediasi warga. Ya kita percayakan kepada Bapeten dan Batan,” kata Airin.

Komitmen pembangunan PLTN

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Hindun Mulaika menilai penemuan limbah nuklir di dekat pemukiman warga menunjukkan kelalaian pemangku kepentingan dalam menjaga keamanan masyarakat dari bahaya radioaktif.

“Kejadian ini adalah preseden buruk bagi pemerintah dan Batan karena gagal dalam menjaga keamanan masyarakat dari bahaya limbah radioaktif,” kata Hindun.

Rencana pemerintah untuk menggunakan nuklir sebagai salah satu sumber energi pembangkit listrik masa depan pun dipertanyakan, pasalnya menurut Hindun, Indonesia belum memiliki solusi yang kredibel untuk pembuangan limbah radioaktif jangka panjang yang aman.

“Tidak hanya reaktor nuklir yang harus benar-benar aman dari kesalahan teknis, manusia dan bencana alam, penyimpanan limbah nuklir juga perlu perhatian khusus. Kejadian ini adalah peringatan keras bagi pemerintah yang gencar mempromosikan pemanfaatan nuklir di sektor energi,” katanya.

Uji kelayakan terkait rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) tengah dilakukan BATAN di Kalimantan Barat. Studi kelayakan rencananya berlangsung selama dua sampai tiga tahun ke depan.

Dalam Rencana Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) dan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, termuat kemudahan perizinan ketenaganukliran yang bisa diberikan langsung oleh Pemerintah Pusat kepada investor.

Data Lazard’s Levelized Cost of Energy Analysis 2019 menunjukkan, biaya modal pembangunan PLTN adalah yang tertinggi saat ini, di mana secara maksimal dapat menyentuh angka 12.250 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp167 juta per kilowatt.

Sedangkan energi terbarukan, baik itu angin dan surya telah mencapai grid parity (harga yang sama dengan pembangkit konvensional pemasok sistem grid) di banyak negara di dunia.

“Terkait PLTN, kami siap mengawasi teknologi apa pun yang diusulkan Batan atau operator lainnya,” tukas Kepala Bapeten, merespons pertanyaan terkait komitmen pembangunan PLTN.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.