Pemerintah akan Santuni Korban Serangan Terorisme

Pansus Revisi RUU Antiterorisme sedang membahas dengan berbagai instansi terkait untuk menciptakan keadilan bagi para korban.
Tia Asmara
2016.11.18
Jakarta
161118_ID_Samarinda_1000.jpg Polisi berdiri di luar Gereja Oikumene di Samarinda, Kalimantan Timur, setelah seorang pria melempar bom Molotov, 13 November 2016.
AFP

Pemerintah menginginkan adanya kompensasi yang lebih berpihak pada korban aksi terorisme, sementara pasukan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror menangkap tujuh terduga teroris di beberapa lokasi terpisah.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto, menyebutkan mekanisme pemberian santunan bagi korban terorisme belum sepenuhnya didukung oleh Undang-Undang (UU) Antiterorisme yang ada.

“Kami mengusulkan adanya bantuan kompensasi kepada korban terorisme,” ujarnya, kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 18 November 2016.

UU15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memang telah mencantumkan masalah konstitusi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban aksi terorisme, namun pelaksanaannya tidak sepenuhnya memprioritaskan kepentingan korban.

Seperti misalnya, disebutkan korban baru bisa mendapatkan kompensasi setelah ada putusan pengadilan. Sementara, sering terjadi korban adalah dari keluarga yang tidak mampu sehingga mereka harus segera mendapatkan pertolongan.

Selanjutnya Wiranto mengatakan pemberian kompensasi itu akan dipertanggungjawabkan dalam keuangan negara sehingga perlu diatur dalam perundang-undangan.

“Barangnya sudah ada di DPR, belum ditandatangani,” jelasnya, tanpa menyebut jumlah dan bagaimana bentuk kompensasi yang diberikan.

“Ya cukuplah, pokoknya untuk korban dan keluarga,” tambah Wiranto.

Pihaknya juga telah berkordinasi dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang menyatakan siap mengalokasikan anggaran bagi korban terorisme apabila revisi UU telah disahkan.

“Yah kalau ada UU dan memang ada keputusan untuk memberikan santunan, kita tentu harus jalankan,” kata Sri Mulyani kepada wartawan.

Pihaknya sedang menunggu mekanisme yang tepat dari kementerian terkait seperti Kemenpolhukam.

“Bagaimana cara terbaik untuk menangani masalah ini, terutama mereka yang menjadi korban,” jelasnya.

Sambut baik

Koordinator Komunitas Istri Suami Anak (Isana) Dewata, Ni Luh Erniati menyambut baik rencana pemerintah yang akan memberi santunan bagi korban serangan teror.

Erniati kehilangan suaminya, Gede Badrawan, yang merupakan salah satu dari 202 korban tewas dalam Bom Bali 1, pada tahun 2002.

Saat itu, Badrawan berprofesi sebagai kepala pelayan Sari Club, pub terpopuler di Kuta yang menjadi sasaran serangan teror bom oleh Jemaah Islamiyah.

“Kami senang akhirnya perjuangan kami membuahkan hasil. Memang sudah seharusnya pemerintah bertanggung jawab dan melindungi nasib kami,” ujar Erniati saat dihubungi BeritaBenar.

Akibat kejadian itu, menurutnya, banyak keluarga korban dan korban yang hidupnya berubah.

“Kami janda-janda harus menghidupi anak-anak untuk bisa terus bersekolah, kemudian banyak korban cacat sehingga tak bisa hidup normal. Kami ingin pemerintah memahami ini,” katanya.

Dia menambahkan, banyak korban selamat yang butuh perawatan medis berkelanjutan.

“Ada yang luka bakar butuh salep sepanjang hidupnya. Pekerjaan seadanya saja karena keahlian dan fisik sudah berubah,” ujar Erniati, “semoga ini bukan hanya janji semata.”

Berdasarkan data Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), ada ribuan korban dari beberapa serangan bom di Indonesia yang belum mendapatkan kompensasi karena terkendala prosedur.

Adil

Ketua Pansus Revisi RUU Antiterorisme, M Syafii, mengatakan sedang membahas dengan berbagai instansi untuk menciptakan keadilan bagi para korban.

“Tak hanya bagi keluarga korban aksi terorisme, tapi juga keluarga teroris yang tewas di tempat,” katanya saat BeritaBenar meminta tanggapannya.

“Ini yang kita upayakan agar keluarga teroris tak dendam dengan kematian keluarganya,” tambahnya, mengatakan pembahasan Revisi RUU masih terus berlangsung.

“Masih dalam tahap mendengarkan beberapa pendapat dari instansi terkait, mungkin selesai tahun 2017,” jelas Syafii.

Menurutnya ada beberapa pasal kontroversial dalam draft RUU seperti terduga teroris diperbolehkan dibawa penyidik untuk ditahan maksimal enam bulan di tempat tertentu guna dimintai keterangan.

“Ini masih dalam perdebatan, karena dinilai melanggar HAM. Semua aspek harus kita telaah, mulai pencegahan, penindakan dan rehabilitasi korban,” katanya.

Penangkapan

Sementara itu Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Boy Rafli Amar, membenarkan bahwa tim Densus 88 telah menangkap lima terduga teroris di Bekasi, Jawa Barat, dan Kalideres, Jakarta, Jumat.

"Terkait masalah dugaan penangkapan teroris bisa kami sampaikan, benar, hari ini, ada sejumlah penangkapan di daerah Bekasi dan Kalideres. Dugaan keterlibatan lima orang ini masih didalami penyidik," katanya kepada wartawan.

Boy mengaku belum mengetahui peran kelima terduga teroris berinisial WW, S, AU, R, dan D dalam jaringan teroris karena masih menunggu pemeriksaan.

Menurutnya, penangkapan ini hasil dari monitoring dan surveillance yang selama ini dilakukan Densus 88 di DKI Jakarta dan sekitarnya.

Di Kalimantan Timur, Kabid Humas Polda propinsi itu, Kombes Pol. Fajar Setiawan, mengatakan Densus 88 menangkap dua terduga teror di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Jumat pagi.

Keduanya diduga ikut terlibat dalam aksi pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene Samarinda, Minggu lalu, yang menewaskan Intan Olivia Banjarnahor (2,5) dan tiga balita lain terluka parah.

Kedua tersangka yang merupakan warga Samarinda itu diidentifikasi bernama Joko (30) dan Ridho (20). Mereka disebut-sebut bersembunyi di rumah seorang warga setelah aksi teror.

Fajar mengakui pihaknya belum dapat memastikan apa peran kedua terduga teroris itu karena pemeriksaan masih dilakukan.

Gunawan di Balikpapan turut berkontribusi dalam artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.