Mantan Menpora Imam Nahrawi Divonis 7 Tahun Penjara

Imam yang menyangkal semua tuduhan terhadapnya juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp18,1 miliar.
Arie Firdaus
2020.06.29
Jakarta
200629_ID_ImamNahrawi_1000.jpg Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrowi (tengah) berbicara dengan media dalam sebuah konfrensi pers di Jakarta, 19 September 2019, sebelum kemudian mengundurkan diri dari posisinya karena keterlibatannya dalam kasus korupsi.
AP

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Senin (29/6) menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrowi setelah terbukti menerima suap sebesar 26.5 milyar rupiah antara tahun 2014 sampai 2018 yang melibatkan pejabat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Majelis hakim menyatakan Imam, yang juga Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), terbukti “secara sah dan meyakinkan” menerima gratifikasi dan bersama-sama melakukan pidana korupsi terkait pemberian dana hibah Kemenpora kepada KONI.

Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp18,1 miliar, mencabut hak politik untuk dipilih menempati jabatan publik selama empat tahun setelah selesai menjalani pidana pokok, dan menolak permohonan justice collaborator.

"Terdakwa terbukti menerima suap dari mantan Sekretaris KONI Ending Fuad Hamady dan mantan Bendahara KONI Johnny E. Awuy yang dimaksudkan agar terdakwa mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah untuk tahun kegiatan 2018," kata Hakim Ketua Rosmina dalam pembacaan putusan.

"Hal yang memberatkan, terdakwa selaku pimpinan tertinggi di kementerian seharusnya menjadi panutan dan selama persidangan berupaya menutupi perbuatan dengan tidak mengakuinya," ujar Rosmina.

Imam juga diminta membayar denda Rp400 juta atau menjalani hukuman tambahan tiga bulan di penjara.

Sidang diputuskan berlangsung secara daring menyusul penyebaran virus COVID-19 di tanah air. Majelis hakim dan jaksa berada di ruang sidang, sementara Imam di ruang tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Vonis ini lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta atau tambahan enam bulan kurungan untuk Imam. Jaksa sebelumnya juga meminta hakim mencabut hak politik Imam Nahrawi selama lima tahun, dimulai setelah ia selesai menjalani pidana pokok serta uang pengganti sejumlah Rp19,1 miliar.

Menanggapi putusan ini, jaksa penuntut KPK mengaku pikir-pikir.

Imam belum menyatakan apakah menerima atau akan mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Sempat menyangkal

Imam ditetapkan sebagai tersangka korupsi penyaluran dana hibah KONI dari Kementerian Pemuda dan Olahraga oleh KPK pada 18 September 2019, bersamaan dengan Miftahul Ulum yang merupakan asisten pribadinya.

Selain Imam dan Miftahul, KPK sebelumnya telah menetapkan pula lima orang lain sebagai tersangka yakni Ending Fuad Hamidy, Johnny E. Awuy, Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto.

Ending yang merupakan Sekretaris Jenderal KONI telah divonis bersalah dan dihukum 2 tahun 8 bulan penjara, sementara Johnny E. Awuy yang menjabat Bendara Umum KONI divonis 1 tahun 8 bulan.

Mulyana, Adhi Purnomo, dan Eko Triyanto divonis masing-masing 4 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp200 juta dalam persidangan September tahun lalu.

Adapun Miftahul Ulum dihukum empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair tiga bulan kurungan pada Juni kemarin.

Menurut KPK, Imam telah menerima suap sebesar Rp14,7 miliar melalui Miftah sepanjang 2014-2018 dan kedapatan meminta uang Rp11,8 miliar dalam kurun 2016-2018. Secara kesuruhan, ia mendapatkan Rp26,5 miliar dari tindakannya tersebut.

Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, uang tersebut digunakan Imam untuk berbagai keperluan, antara lain menonton balap Formula 1, pembayaran tunggakan kredit, perjalanan ke Melbourne, dan membeli baju.

Terungkap pula bahwa Imam kerap meminta sejumlah uang lewat Miftahul Ulum untuk setiap pengajuan proposal oleh KONI atau setiap kegiatan olahraga, salah satunya saat program terkait Asian Games dan Program Indonesia Emas (PRIMA).

Perilaku sering meminta uang ini pula yang membuat mantan Sekretaris Kemenpora Alfitra Salam dalam persidangan mengaku tidak kuat bekerja bersama Imam. Ia merasa tertekan karena selalu diancam akan diganti bila tidak mampu memenuhi permintaan uang.

Namun dalam pembelaan atau pledoi, Imam menyangkal semua hal itu dan mengaku tidak menikmati sepeser rupiah pun uang suap dan gratifikasi tersebut, seperti disampaikan jaksa.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.