KPU Kukuh Larang Bekas Koruptor Jadi Caleg

Jokowi menyarankan KPU membuat mekanisme pemberian tanda kepada caleg bekas koruptor, bukan langsung melarangnya.
Putra Andespu
2018.06.01
Jakarta
180601_ID_LegislativeCorruption_1000.jpg Seorang pekerja sedang menyapu jalan dekat jejeran bendera partai politik di Simpang Lambaro, Kabupaten Aceh Besar, 27 Mei 2018.
Nurdin Hasan/BeritaBenar

Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap bersikukuh melarang mantan narapidana korupsi mendaftar sebagai calon legislatif (caleg) dalam Pemilu April 2019, meskipun ditentang sebagian kalangan.

“Kami akan jalan terus untuk mendapatkan wakil rakyat yang bersih,” kata Komisioner KPU, Ilham Saputra, kepada BeritaBenar, Jumat, 1 Juni 2018.

Dia menegaskan, larangan bekas koruptor jadi caleg tertuang dalam draf Peraturan KPU (PKPU). Hal itu juga sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Tapi, Presiden Joko “Jokowi” Widodo tak setuju dengan langkah KPU karena menurutnya hal itu akan memberangus hak politik seseorang yang dijamin Undang-Undang 1945.

“Konstitusi memberikan hak, hak seseorang untuk berpolitik,” katanya.

Jokowi menyarankan agar KPU membuat mekanisme memberikan tanda kepada caleg bekas koruptor, bukan langsung melarangnya.

“Boleh ikut tapi diberi tanda mantan koruptor,” ujarnya.

Berbeda dengan Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla justru setuju dengan kebijakan KPU yang melarang koruptor jadi caleg.

“Supaya betul-betul punya wibawa yang baek,” katanya, “kalau orang korupsi kelakuannya kurang bagus kan?”

Pro kontra

Di kalangan anggota parlemen juga tak satu suara menyikapi larangan bekas koruptor jadi caleg.

Ketua DPR, Bambang Soesatyo menuding KPU “merampas hak-hak dasar warga negara untuk dipilih dan memilih” jika tetap menjalankan peraturan tersebut.

“Mantan narapidana setelah menjalani hukumannya dan kembali ke masyarakat, maka hak dan kewajibannya sama dengan warga negara lain. Itu dijamin dalam konstitusi," katanya kepada wartawan.

Menurutnya, hak politik seseorang – termasuk koruptor – hanya pengadilan yang berhak mencabut saat memutuskan perkara.

Politisi Partai Golkar itu meminta KPU memberi hak kepada semua warga negara untuk jadi caleg.

“Soal dipilih atau tidak serahkan ke masyarakat,” ujarnya.

Namun, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera mengatakan larangan bekas koruptor jadi caleg bisa memperbaiki kualitas wakil rakyat dalam Pemilu tahun depan.

"Kualitas elit yang terpilih jadi sedikit lebih baik dengan tidak ada eks pesakitan dalam perkara korupsi terpilih lagi," katanya.

Mardani menegaskan PKS mendukung penuh sikap KPU tersebut.

"Sikap kami merupakan aspirasi masyarakat yang mendukung tak ada lagi caleg mantan koruptor," tegasnya.

Anggota Bawaslu, Fritz Edwar Siregar, menilai KPU akan melanggar HAM jika melarang mantan koruptor jadi caleg.

“Dalam undang-undang tidak ada pelarangan mantan napi tidak dapat menjadi calon legislator,” katanya.

Direktur Pusat Advokasi Pemilu, Mahfud Latunconsina, juga meminta KPU membatalkan peraturan itu karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Tipikor yang mengatur pencabutan hak politik.

“KPU sebagai pengguna undang-undang tidak memiliki kewenangan membuat aturan yang memuat norma baru," ujarnya.

Bisa beda pendapat

Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengatakan pihaknya menghormati semua kritikan dan masukan berbagai kalangan.

“Tetapi mereka juga harus menghormati KPU,” katanya.

Menurutnya, KPU dalam membahas PKPU dengan DPR dan pemerintah sifatnya hanya konsultasi, yang hasilnya tak mengikat sehingga sah saja KPU mempertahankan aturan yang dibuatnya karena lembaga itu berwenang menyiapkan regulasi secara mandiri.

“KPU bisa saja beda pandangan sama pemerintah dan DPR,” ujarnya.

Wahyu menambahkan KPU tetap mempertahankan PKPU yang melarang koruptor jadi caleg.

"Apabila PKPU dirasa enggak sesuai, maka ada mekanisme pengajuannya gugatan ke MA (Mahkamah Agung)," tegasnya.

KPU terdorong mengatur larangan eks koruptor jadi caleg karena dalam UU Pemilu ada diatur calon presiden dan wakil presiden tidak pernah melakukan korupsi dan tindak pidana berat lain. KPU ingin aturan seperti itu juga diterapkan untuk menjaring caleg.

Didukung

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung penuh langkah KPU. Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan seharusnya pemerintah juga satu suara melarang mantan koruptor jadi caleg.

“Harusnya eksekutif dan legislatif itu tegas saja mantan napi tidak boleh diberikan kesempatan untuk posisi-posisi penting dalam pemerintah baik di eksekutif, legislatif maupun di yudikatif,” ujarnya.

Elza, seorang mahasiswa di Jakarta juga sepakat dengan sikap KPU dan KPK.

“Biar DPR enggak diisi para koruptor, jadi mereka jangan dikasih kesempatan nyaleg lagi,” katanya.

Dukungan juga datang dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, yang mendesak KPU mempertahankan larangan bekas koruptor jadi caleg dan meminta pemerintah agar mendukung peraturan itu.

Mereka juga membuat petisi online dukungan terhadap PKPU yang telah ditandatangani lebih dari 78 ribu orang.

Koalisi gabungan lembaga sipil peduli demokrasi dan antikorupsi itu menilai larangan eks koruptor jadi caleg berdampak positif karena bisa memberikan pilihan caleg lebih baik bagi masyarakat serta mengantisipasi anggota DPRD/DPR untuk korupsi.

“Mendorong perbaikan citra DPR/D yang selama ini dinilai korup oleh publik akibat banyaknya anggota yang terlibat kasus korupsi,” tulis mereka dalam pernyataan sikap.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina, menilai KPU harus diberikan kewenangan melarang bekas koruptor jadi caleg.

Pada Pemilu 2014, menurutnya, ada partai politik yang mencalonkan koruptor sebagai kandidat wakil rakyat.

"Catatan ICW di Pemilu 2014 lalu, 59 anggota DPR/DPRD terpilih saat status hukumnya adalah tersangka/terdakwa/terpidana," jelas Almas.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.