4 Nelayan Indonesia Kembali Dilaporkan Meninggal di Kapal Cina

Setidaknya sejak November 2019 hingga kini tercatat 16 ABK asal Indonesia meninggal saat bekerja di kapal Cina.
Tia Asmara & Ronna Nirmala
2020.08.14
Jakarta
200814_ID_Fishermen_china_1000.jpg Seorang petugas polisi mengawal dua tersangka penyelundup jenazah tiga anak buah kapal (ABK) Indonesia yang tewas saat bekerja di kapal penangkap ikan Cina, seusai dihadirkan dalam konferensi pers di Batam, Kepulauan Riau, 14 Agustus 2020.
AFP

Empat lagi anak buah kapal (ABK) asal Indonesia dilaporkan meninggal dunia saat bekerja di atas kapal penangkap ikan milik Cina, demikian laporan polisi dan kementerian terkait, Jumat (14/8).

Tiga jenazah pelaut Indonesia ditemukan oleh aparat Kepolisian Daerah Kepulauan Riau pada Rabu (12/8) di sebuah kapal milik nelayan lokal di Pelabuhan Sekupang, Kota Batam.

Ketiga jenazah tersebut dipindahkan dari kapal ikan Fu Yuan Yu 829 yang tengah berlayar melewati perairan perbatasan Batam dan Singapura menuju Argentina, sebut polisi.

Ketiga jenazah diketahui bernama Syaban (22) dan Musnan (26) asal Aceh dan Dicky Arya Nugraha (23) asal Donggala, Sulawesi Tengah.

Dengan keempat kematian itu, setidaknya 16 pelaut Indonesia yang bekerja di kapal ikan Cina telah meninggal sejak November 2019 demikian data yang dihimpun pejabat dan lembaga advokasi keselamatan ABK asal Indonesia.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepulauan Riau, Kombes Arie Dharmanto, mengatakan pemindahan tiga jenazah diduga terjadi karena kapal berbendera Cina tersebut takut tersandung kasus hukum di Indonesia karena insiden serupa yang pernah terjadi sebelumnya.

“Jadi kapal Fu Yuan Yu 829 itu tidak bersandar, di perairan terluar saja. Mereka tidak berani merapat, lalu mereka kontak pihak agen untuk ambil mayatnya,” kata Arie kepada BenarNews.

Pihak agen, kata Arie, lalu menyewa nelayan lokal untuk menjemput ketiga jenazah tersebut.

“Ada tiga orang yang jemput. Dari pengakuan sementara, mereka dapat upah sampai ratusan juta rupiah,” kata Arie.

Kepolisian telah menahan tiga orang penjemput jenazah untuk pemeriksaan lebih lanjut dan menetapkan dua agen perekrut ABK sebagai tersangka tindak pidana perdagangan orang.

“Kami telah menahan dua tersangka, J dan E, masing-masingnya adalah direktur dan manajer dari perushaan perekrut. Sekarang (statusnya) masih diselidiki,” kata Arie.

Ketiga jenazah saat ini berada di Rumah Sakit Badan Pengusahaan (RSBP) Batam, Kepulauan Riau, untuk menjalani otopsi, tukas Arie.

Awal Juli, Polda Kepri menahan dua kapal penangkap ikan berbendera Cina setelah adanya laporan kematian seorang nelayan Indonesia yang jenazahnya disimpan di dalam lemari pendingin.

Dari insiden tersebut, polisi telah menetapkan enam orang tersangka, satu di antaranya adalah mandor kapal Lu Huang Yuan Yu 118 yang berkewarganegaraan Cina, Song Chuanyun (50).

Proses pemeriksaan terhadap keenam tersangka masih berjalan, ungkap kepolisian.

Satu ABK di Peru

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Indonesia mengkonfirmasi kabar meninggalnya seorang pelaut asal Indonesia di atas kapal penangkap ikan Cina, Long Xing 629, yang tengah berlayar di perairan Peru.

“Ada satu ABK yang meninggal di kapal Long Xing 629, inisial SA,” kata juru bicara kementerian, Teuku Faizasyah, kepada BenarNews.

Faizasyah mengatakan, pihaknya juga telah menghubungi KBRI Beijing dan pihak perusahaan kapal di Tiongkok untuk mengkonfirmasikan hal ini. Kendati demikian, informasi terkait penyebab kematian nelayan tersebut masih belum bisa diketahui.

“Posisi kapal masih di daerah perairan Peru sehingga belum banyak informasi yang diperoleh terkait penyebab kematian,” kata Faizasyah.

Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementeria Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan saat ini kementerian juga telah dengan KBRI di Lima, Peru untuk mendapatkan kejelasan informasi.

“Apakah jenazah akan diturunkan di Peru atau di lokasi lainnya kami belum tahu, tapi posisi jenazah masih di kapal,” kata Judha.

Insiden meninggalnya pelaut Indonesia di kapal Long Xing 629 bukan pertama kali terjadi.

April 2020, empat warga Indonesia yang bekerja di kapal Long Xing 629 tewas, tiga di antaranya meninggal dunia di atas kapal dan kemudian jenazahnya dilarung ke laut pada akhir Desember 2019 dan Maret 2020.

Satu lainnya meninggal dunia di Busan, Korea Selatan, karena menderita sakit paru-paru pada 27 April saat kapal tengah bersandar.

Kematian tersebut menjadi pembicaraan publik setelah sebuah video yang menggambarkan para pekerja Cina dari atas kapal melarung jenazah seorang ABK Indonesia ke laut, tersebar di media sosial.

Ada 46 warga Indonesia yang bekerja di empat kapal berbendera Cina yang terdiri dari 15 orang bekerja di Long Xing 629, 8 WNI di Long Xin 605, 20 WNI di Long Xing 606 dan 3 WNI di kapal Tian Yu 8, menurut Kemlu.

Sebanyak 44 di antaranya telah kembali ke Indonesia pada April dan awal Mei 2020, sementara dua lainnya masih berada dalam kapal Long Xing 629 untuk berlayar.

Kepolisian telah menahan tiga tersangka yang menyalurkan nelayan untuk bekerja di kapal ikan Cina tersebut. Berkas dua di antaranya sudah dinyatakan lengkap dan menunggu proses hukum lanjutan di kejaksaan.

Belum maksimal

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh. Abdi Suhufan, menilai upaya pemerintah untuk mencegah jatuhnya korban lain dari praktik perbudakan di laut belum maksimal.

Abdi melihat sampai saat ini pemerintah belum membuat kebijakan yang secara spesifik berorientasi untuk mengurangi risiko kerja paksa dan perdagangan orang.

“Belum ada pendataan, pembinaan kepada manning agent legal dan ilegal serta "audit" serta evaluasi kepada perusahaan tersebut,” kata Abdi kepada BenarNews.

Abdi menambahkan, mayoritas korban pelaut Indonesia di kapal Cina masih berusia sangat muda. Hal ini dikarenakan peluang dan ksempatan kerja di industri perikanan tangkap dalam negeri sangat terbatas sehingga mereka memilih bekerja di luar negeri dengan segala resiko yang ada.

“Pemerintah perlu melakukan kampanye dan edukasi tentang resiko dan pengenalan kondisi kerja di kapal ikan asing serta sosialisasi tentang hak pekerja untuk melindungi para ABK,” tambah.

Ia menambahkan proses hukum yang berjalan di Cina untuk mencari pelaku tindak kekerasan di kapal Cina masih berjalan di tempat karena belum ada satupun tersangka yang ditetapkan oleh pihak Cina.

“Saran kami pemerintah mesti berdialog dan membuat tim bersama dengan Cina untuk menginvestigasi kasus ini sebab pelakunya adalah kapal berbendera Cina, ujar dia.

Sementara itu, pihak Kemlu Indonesia mengatakan hingga saat ini masih menantikan hasil investigasi yang dilakukan pemerintah Cina atas insiden kematian pelaut Indonesia lainnya.

“Langkah-langkah diplomatik telah dilakukan,” kata Joedha dalam jumpa pers mingguan, Kamis. “Sampai saat ini Indonesia menunggu hasil penyelidikan dan penegakan hukum oleh otoritas RRT (Cina).”

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.