Lembaga HAM kecam komentar anti-LGBT oleh pemimpin daerah

Komnas HAM dan Human Rights Watch menyerukan pemerintah tidak membuat aturan diskriminatif.
Dandy Koswaraputra
2023.01.09
Jakarta
Lembaga HAM kecam komentar anti-LGBT oleh pemimpin daerah Dalam foto tertanggal 23 Februari 2016 ini seorang pengunjuk rasa pembela hak-hak kaum LGBT tersungkur ketika bentrok dengan polisi di Yogyakarta. Kelompok minoritas gay di Indonesia dalam satu dekade terakhir semakin terdiskriminasi dengan kuatnya konservatisme di Tanah Air yang juga dipicu oleh pernyataan diskriminatif tokoh-tokoh pemerintah dan pemimpin agama.
[Suryo Wibowo/AFP]

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Senin mendesak pihak berwenang untuk menghormati hak kaum minoritas seksual menyusul pernyataan anti-LGBT oleh wali kota Medan dan Makassar baru-baru ini.

Wali Kota Medan Bobby Nasution, yang juga menantu Presiden Joko “Jokowi” Widodo, menyatakan pekan lalu bahwa kota yang dipimpinnya “anti-LGBT”, sementara Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto menyatakan dukungan terhadap rancangan peraturan daerah (raperda) yang melarang kampanye untuk hak-hak LGBT yang diusulkan anggota DPRD.

“(Terhadap) statemen Walikota Medan dan Raperda DPRD Makassar, Komnas HAM mengingatkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan perlakuan hukum yang adil,” kata anggota Komnas HAM Anis Hidayah kepada BenarNews.

Menurut Anis, undang-undang melarang adanya pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok golongan status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, dan lain-lain.

Bobby meminta warga Medan untuk menghindari perilaku LGBT dan mengatakan hal itu tidak sesuai dengan ajaran agama maupun budaya lokal, CNN Indonesia melaporkan.

"Sepanjang saya jalan dari depan Kantor Wali Kota, saya lihat kok yang cowok sama cowok (berpasangan), nggak ada ya, Kota Medan nggak ada LGBT, kita anti-LGBT!" kata Bobby seperti dikutip CNN Indonesia.

Sementara itu Wali Kota Makassar Ramdhan mengatakan Minggu bahwa rancangan peraturan daerah yang diinisiasi DPRD Makassar sudah mulai dibahas seperti dilaporkan Kompas TV.

"Kami sangat mendukung penggodokan itu dan kita memang sejak awal menolak LGBT itu karena kita adalah ‘manusia beragama dan beradat’," ujarnya.

Jika raperda itu disahkan, maka kampanye atau aktivitas yang berbau LGBT tidak lagi dibenarkan, katanya.

Raperda ini bisa dikatakan bertolak belakang dari sejarah budaya di wilayah itu, di mana suku Bugis di provinsi Sulawesi Selatan memiliki tradisi panjang pengakuan atas lima gender. Sebagai contohnya adalah bissu, yang diakui sebagai gender kelima, yang dinilai bukan laki-laki atau perempuan tetapi mewakili keseluruhan spektrum gender. Bissu dulu pernah memiliki kedudukan terhormat karena diyakini memiliki kemampuan spiritual khusus.

Peneliti Human Rights Watch Andreas Harsono menegaskan pejabat Indonesia di semua tingkatan perlu melindungi kelompok LGBT dari kekerasan dan diskriminasi, termasuk pejabat daerah, dan mencabut semua aturan diskriminatif tersebut.

“Jika tidak, hal itu akan meningkatkan biaya sosial dan menurunkan peluang ekonomi di daerah terdampak,” kata Andreas kepada BenarNews.

Andreas menilai bahwa munculnya fenomena anti-LGBT ini disebabkan oleh merebaknya paham konservatisme berbasis agama di berbagai tingkatan sosial pada masyarakat Indonesia.

“Banyak faktor yang berkontribusi terhadap munculnya konservatisme termasuk kelompok Muslim tradisional yang melemah, pengaruh Wahabi yang lebih besar, politik sektarian dan lain-lain,” kata Andreas.

Wahabisme adalah gerakan fundamentalisme Islam di abad ke-18 yang dipimpin oleh ulama Arab Saudi Muhammad bin Abdul Wahhab, yang didasarkan pada purifikasi Islam dengan aturan moral yang ketat dan konservatif.

Pekan lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Utara menyatakan dukungan terhadap pernyataan Bobby yang menolak perilaku LGBT di Medan karena kelompok dinilai menyalahi ajaran agama Islam dan tidak sesuai dengan Pancasila.

"MUI sudah jelas prinsipnya, kehadiran LGBT itu ditolak. Jadi harus kita apresiasi tinggi kepada Wali Kota Medan, karena Beliau komit dengan kepentingan masyarakat. Apalagi itu tidak sesuai dengan ajaran agama dan kepribadian Pancasila," kata Ketua MUI Sumatra Utara, Maratua Simanjuntak, Senin (2/1), seperti dikutip CNN Indonesia.

Pada 2 Desember tahun lalu, pemerintah Amerika Serikat membatalkan kunjungan utusan khusus negara itu untuk perlindungan hak kaum LGBTQI+, Jessica Stern, ke Indonesia, setelah MUI mengecam keras kunjungan itu. LGBTQI+ adalah singkatan dari lesbian, gay, biseksual, transgender, queer dan interseks.

Human Rights Watch pada saat itu mengatakan MUI tidak memiliki kekuatan untuk menghentikan Stern mengunjungi Indonesia.

“Di negara mana pun, seseorang seperti Jessica Stern disambut untuk berkunjung terutama karena dia akan membicarakan masalah penting,” kata Andreas Harsono kepada BenarNews, menambahkan bahwa hak LGBT – suka atau tidak suka – adalah masalah yang sangat penting.

Menurut organisasi kelompok LGBT, GAYa Nusantara, sejak tahun 1993 Kementerian Kesehatan Indonesia menyatakan homoseksualitas bukan lagi dianggap gangguan jiwa (penyakit).

Kecuali Aceh - satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan Syariah Islam, keberadaan kaum LGBT tidak dilarang dalam peraturan hukum di Indonesia hingga saat ini.

Namun demikian, dalam satu dekade terakhir, penolakan terhadap kaum minoritas ini semakin gencar dilakukan, diakomodir oleh pemerintah dan tokoh masyarakat.

Peraturan daerah di Aceh atau Qanun pada tahun 2014 menyebutkan setiap orang yang melakukan hubungan homoseksual diancam dengan hukuman paling banyak 100 kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 gram emas murni, atau penjara paling lama 100 bulan.

Pada bulan Mei tahun lalu, Kementerian Luar Negeri memanggil Duta Besar Inggris untuk Indonesia guna memprotes pengibaran bendera pelangi yang identik dengan kelompok LGBT di halaman kedutaannya di Jakarta dan mempostingnya di akun Instagram untuk memperingati Hari Internasional menentang Homofobia, Transfobia dan Bifobia.

Juga tahun lalu, pengadilan militer menghukum dua anggota TNI dengan penjara tujuh bulan dan pemecatan karena terbukti melakukan tindakan hubungan sesama jenis.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.