Putus Bersalah Perusahaan Pembakar Hutan, MA Diapresiasi

Dalam kasus itu Pengadilan Tinggi sempat memenangkan PT National Sago Prima.
Arie Firdaus
2019.01.02
Jakarta
190102_ID_Riau_ForestFire_1000a.jpg Foto udara yang diambil pada 22 Februari 2018 ini memperlihatkan asap yang berasal dari pembakaran hutan di Riau, Sumatra.
AFP

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyambut baik keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan kasasi atas kasus pembakaran hutan yang dilakukan PT National Sago Prima di Riau, tahun 2015.

Keputusan itu dinilai sebagai keberpihakan lembaga peradilan terhadap lingkungan hidup. Apalagi perusahaan itu harus membayar ganti rugi Rp1 triliun lebih, jumlah terbesar selama ini yang dikenakan kepada sebuah perusahaan karena diputuskan bersalah dalam kasus pembakaran hutan.

"Kami mengapresiasi putusan yang memperjuangkan keadilan lingkungan itu," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani kepada BeritaBenar, Rabu, 2 Januari 2019.

Kemenangan kasasi ini ibarat titik balik bagi pemerintah dalam sengketa melawan anak perusahaan PT Sampoerna Agro tersebut.

Sebelumnya dalam tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan gugatan kementerian tidak beralasan sehingga menggugurkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan vonis bersalah untuk National Sago Prima.

"Semoga keputusan ini bisa memberi efek jera terhadap perusahaan pelaku kejahatan lingkungan," tambah Ridho Sani.

"Sejauh ini, penegakan hukum tegas terlihat sudah memberi dampak kepatuhan dengan adanya penurunan jumlah titik panas di areal konsesi lahan.”

Apresiasi serupa disuarakan aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Zenzi Suhadi yang memuji keputusan MA.

Namun ia berharap pemerintah dapat mengawal putusan itu dan berani bersikap tegas hingga nanti ke tahapan eksekusi putusan pengadilan.

"Karena itu yang paling penting," kata Zenzi saat dihubungi.

Merujuk data Walhi, pemerintah telah berhasil mengumpulkan sekitar Rp18 triliun dari perusahaan-perusahaan yang diputus bersalah merusak lingkungan lewat pengadilan sejak 2015, atau sejak dibentuknya Direktorat Jenderal Penegakan KLHK.

Berdasarkan data KLHK, setidaknya terdapat 567 kasus pidana terkait lingkungan hidup yang sudah dibawa ke pengadilan sejak 2015.

Sepuluh kasus telah beroleh putusan tetap (inkracht) dengan total nilai ganti rugi dan biaya pemulihan yang dikumpulkan mencapai Rp18 triliun. Sementara 132 kasus di antaranya berujung kesepakatan penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

Sengketa sejak 2015

Terkait putusan kasasi MA, BeritaBenar mencoba menghubungi kuasa hukum National Sago Prima, Harjon Sinaga, hanya saja tak beroleh balasan.

Namun di laman Kontan, Harjon tak berkomentar panjang lebar atas vonis mahkamah, termasuk tentang kemungkinan langkah hukum lanjutan yang disiapkan kliennya, semisal peninjauan kembali.

"Sampai saat ini masih belum dapat informasinya (putusan kasasi). Kami juga perlu konsultasi ke klien untuk hal ini," terang Harjon di laman tersebut.

Sengketa pemerintah dan National Sago Prima bermula dari kebakaran hutan di Riau pada 2015. Belakangan salah satu titik api diketahui berasal dari lahan kebun milik PT Nasional Sago Prima di Pulau Meranti.

KLHK kemudian menggugat National Sago Prima ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Agustus 2018. Perusahaan pun diputus bersalah.

Mereka dinilai terbukti secara tidak langsung atau sengaja terlibat dalam pembakaran hutan di lahan konsesi seluas 3.000 hektar dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp319 miliar dan biaya pemulihan senilai Rp753 miliar.

Tak terima dengan putusan pengadilan tingkat pertama, National Sago Prima kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta, dan dalam putusannya majelis hakim memenangkannya.

Namun kementerian membalas dengan mengajukan kasasi ke MA, hingga berujung kemenangan.

Bukan hanya menyeret perusahaan, kementerian pada 2015 juga menjerat seorang petinggi National Sago Prima yang bernama Erwin. Ia dilaporkan melakukan pidana pembakaran lahan.

Sempat dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Bengkalis di Riau, Erwin kemudian divonis bersalah dan dihukum tiga tahun penjara dan denda Rp3 miliar oleh MA pada level kasasi.

Mengenai pertimbangan keputusan yang memenangkan KLHK kali ini, juru bicara MA Abdullah tak merinci.

Ia hanya menyatakan bahwa putusan itu diketuk palu majelis yang dipimpin Soltany Mohdally pada 17 Desember lalu.

"Saya belum melihat rincian putusannya," kata Abdullah, beralasan.

"Yang pasti kasasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dikabulkan.”

Tanggapan DPR

Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengurusi isu lingkungan, Muhammad Nasir, berharap kementerian terus meningkatkan pengawasan di lapangan kendati telah sukses memenangkan sejumlah perkara di pengadilan, termasuk dalam perkara teranyar melawan National Sago Prima.

"Karena masalah tidak akan berhenti. Perusahaan tidak akan kapok," ujarnya kepada BeritaBenar.

“Komisi VII akan meminta penambahan anggaran juga, agar satuan kerja di bawah Direktorat Jenderal Penegakan Hukum bisa bekerja lebih baik.”

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.