TNI Hentikan Sementara Kerja Sama dengan Militer Australia

Arie Firdaus
2017.01.04
Jakarta
160104_ID_Australia_620.jpg Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Menteri Pertahanan Australia Marise Ann Payne memimpin delegasi masing-masing dalam pertemuan bilateral di Kementerian Pertahanan Indonesia di Jakarta, 21 Maret 2016.
AFP

Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) menghentikan sementara kerja sama dengan militer Australia (Australian Defence Force/ADF).

Penghentian itu dipicu dugaan penghinaan dalam materi pelajaran di akademi pasukan khusus Australia. Hal ini ditemukan saat seorang pelatih dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) mengajar di akademi tersebut.

"Salah satunya alasan memang soal itu (materi pelajaran)," ungkap Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Wuryanto kepada BeritaBenar, Rabu, 4 Januari 2017.

Tapi, dia enggan merinci lebih lanjut isi materi pelajaran yang dianggap melecehkan Indonesia tersebut.

Dilansir harian Kompas, materi latihan yang dipermasalahkan adalah terkait “penghinaan” terhadap Pancasila yang merupakan ideologi Indonesia.

"Saya tak bisa menjelaskan lebih rinci. Intinya terkait masalah teknis, lah," ujar Wuryanto.

"Kerja sama antara dua negara seharusnya kan saling menguntungkan dan saling menghormati."

Dia menambahkan, penghentian kerja sama itu berlaku di semua bidang, mulai dari pendidikan, latihan bersama, hingga kunjungan antarpejabat militer kedua negara.

Ditanya sampai kapan? Wuryanto menjawab, "Jika Australia telah menyempurnakan dan memperbaiki, kerja sama bisa kembali dilanjutkan."

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Istana Bogor mengatakan akan menemui Menteri Pertahanan Australia pada akhir Januari nanti, untuk membicarakan masalah tersebut.

Ia berharap pertemuan itu bisa memperbaiki masalah yang tengah terjadi antara kedua negara.

Sejauh ini, menurut Ryamizard, ADF telah menjatuhkan sanksi terhadap anggota militer Australia berpangkat letnan yang diduga memberikan materi pelajaran yang menghina Indonesia.

"Sudah ditegur, sudah dihukum," kata Ryamizard, seperti dikutip dari Kompas.com.

"Jangan gara-gara 'curut-curut' enggak jelas itu, hubungan negara enggak bagus. Enggak baik juga."

Menteri Pertahanan Australia Marise Payne dalam keterangan tertulis mengatakan akan mengusahakan perbaikan hubungan sesegera mungkin.

Pasalnya, kata dia, Australia berkomitmen untuk membangun hubungan pertahanan yang baik dengan Indonesia.

"Tentara Australia memandang ini sebagai masalah serius," katanya.

Bukan pertama

Penghentian kerja sama militer antara Indonesia dan Australia diinstruksikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo lewat Telegram Nomor 1545 Tahun 2016, bertanggal 29 Desember 2016.

Telegram itu ditujukan pada Panglima Angkatan Bersenjata Australia, Air Chief Marshal Mark Donald Binskin.

Dalam telegram itu, Gatot menginstruksikan penghentian segala kerja sama, termasuk latihan dengan ADF.

Penghentian kerja sama militer Indonesia-Australia pada dasarnya bukan kali pertama terjadi.

Pada 2013, Indonesia melakukan hal serupa setelah terkuak penyadapan Badan Intelijen Australia (ASIO) terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Penyadapan itu terbongkar dari informasi yang dibocorkan Edward Snowden, mantan kontraktor Badan Nasional Keamanan Amerika Serikat (NSA).

Panasnya hubungan Indonesia dan Australia yang berujung penghentian kerja sama militer itu mereda setelah Kementerian Luar Negeri kedua negara meneken kode etik terkait perilaku penyadapan di Nusa Dua, Bali, pada 2014.

Hubungan itu terus membaik hingga Oktober tahun lalu, Indonesia dan Australia sempat bersepakat untuk menggelar patroli bersama di kawasan Laut Cina Selatan yang tengah bersengketa.

‘Apresiasi’

Ketua Komisi I DPR yang menangani masalah Pertahanan dan Luar Negeri, Abdul Kharis menyambut positif penghentikan kerja sama militer dengan Australia.

"Saya mengapresiasi ketegasan TNI," katanya kepada BeritaBenar.

Meski begitu, dia berharap penghentian itu tak berlangsung selamanya karena Australia masih "tetangga" terdekat yang memiliki banyak keuntungan untuk Indonesia.

Abdul menambahkan, Komisi I DPR berencana akan memanggil Panglima TNI pada 10 Januari nanti.

"Jangan sampai ini mengganggu hubungan bilateral lah,” katanya.

Adapun juru bicara kepresidenan Johan Budi mengatakan, keputusan penghentian kerja sama militer dengan Australia adalah keputusan sepihak yang diambil TNI.

“Iya, itu bukan keputusan presiden,” kata Johan Budi saat dihubungi.

Apakah Presiden Joko “Jokowi” Widodo akan memanggil Panglima TNI terkait keputusan sepihak itu, Johan tak menjawab.

Soal langkah sepihak itu, Kapuspen TNI Wuryanto menolak berkomentar.

Tak berdampak buruk

Pengamat militer dari Universitas Padjajaran, Muradi menilai penghentian kerja sama militer tak akan merugikan karena Indonesia tidak memiliki ketergantungan apapun pada Australia.

“Baik alutsista (alat utama sistem pertahanan) ataupun strategis. Menjaga stabilitas kawasan pun tidak, karena justru Indonesia ‘pemain utama’,” katanya.

“Jadi, keputusan pemerintah sudah benar. Itu langkah benar untuk menjaga marwah bangsa. Kalau tidak, mereka bisa melakukan hal yang lebih dari ini.”

Pengamat keamanan dari Imparsial, Al Araf mengutarakan hal serupa. Dia menyebutkan Indonesia tak akan memperoleh dampak buruk dari penghentian kerja sama militer itu.

Begitupun, Al Araf menilai tindakan TNI yang menghentikan kerja sama sebagai tindakan terburu-buru.

Seharusnya, lanjutnya, pemerintah menginvestigasi lebih lanjut untuk membuktikan apakah penghinaan tersebut betul-betul dilakukan.

“Jangan sampai terjadi kekeliruan sehingga menimbulkan reaksi berlebihan,” pungkas Al Araf.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.