Pakar: Minimnya Partisipasi Perempuan dan Kinerja DPRD Lemahkan Capaian IDI

Oleh Aditya Surya
2015.08.13
150813_ID_ADITYA_IDID_700.jpg Seorang pria memberikan suara dalam pemilihan presiden di Jakarta, 9 Juli 2014.
AFP

Dosen Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan meskipun Index Demokrasi Indonesia (IDI) tahun ini mencapai angka tertinggi sejak tahun 2009, tetapi peranan perempuan serta kinerja  DPRD masih lemah.

“Jumlah perempuan yang mewakili daerah masih rendah dan performa DPRD sampai sekarang masih buruk,” ujar peneliti LIPI Musdahh Mulia kepada BeritaBenar hari Kamis.

“Minimalnya kinerja DPRD diukur dari rendahnya jumlah peraturan daerah yang diinisiasi DPRD serta minimalnya rekomendasi DPRD kepada pemerintah daerah,” lanjut Musdah yang juga merupakan salah seorang tim ahli dalam perumusan IDI.

Faktor positif

Angka IDI tahun ini merupakan hasil penilaian dari keseluruhan proses demokrasi di tahun 2014, kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin saat peluncuran IDI.

Tahun 2014 angka IDI mencapai 73,04  (dengan skala 100 sebagai angka maksimum). Indeks ini lebih besar daripada tahun 2013 yang hanya sebesar 63,72 , atau meningkat sebesar 9,32 poin.

“Aspek-aspek hak politik mengalami kenaikan 17,47 poin. Kenaikan ini disumbang oleh kenaikan variabel hak memilih dan dipilih sebesar 24,96 poin. Ini menggambarkan sisi baik dari penyelenggaraan pemilu," jelas Suryamin.

Syarif Hidayat yang juga merupakan anggota perumus IDI menambahkan, salah satu faktor tingginya angka IDI tahun 2014 adalah peningkatan kualitas Daftar Pemilih Tetap (DPT).

“DPT meningkat dari 30 pada pemilu 2009 menjadi 74,64 di tahun 2014, tetapi angka ini sayangnya tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas politik Indonesia,” kata Syarif kepada BeritaBenar hari Kamis.

Dia menambahkan bahwa angka protes dan mogok kerja meningkat dari 18, 71 di tahun 2009 menjadi 13,73 di tahun 2014.

“Kebebasan berekspresi secara prosedural sudah baik, tapi diekspresikan dengan kekerasan, jadi belum secara substantif,” tegas Syarif.

Menurut Suryamin faktor utama peningkatan IDI di tahun 2014 adalah karena membaiknya kualitas pemilu.

“Sisi baik dari pemilu di tahun 2014 adalah peningkatan aspek politik yang mencapai 17, 47 poin dan hak memilih serta dipilih sebagai salah satu variable pengukuran juga meningkat,” jelas Suryamin.

Faktor negatif IDI

Suryamin juga menjelaskan beberapa faktor pelemah IDI di tahun 2014.

“Salah satunya adalah politik uang selama pemilu 2014. Ini termanifestasi dalam serangan fajar, kampanye dengan memberikan uang, pemalsuan KTP serta kotak suara yang hilang,” jelas Suryamin.

Faktor negatif lainnya menurut Suryamin adalah minimalnya kaderisasi dalam tubuh partai politik.

“Dampak ini terlihat sampai sekarang bahwa minat kader partai dalam Pilkada sangat rendah,” kata pengamat politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf.

“Karena itu penting agar partai politik ikut berpartisipasi dalam Pilkada,” lanjutnya.

Dia mengimbau agar kampanye selama Pilkada dilakukan secara sehat dan tidak melakukan provokasi.

Variable IDI

Maswadi mengatakan IDI dinilai dari tiga aspek yaitu kebebasan sipil, hak politik, dan lembaga demokrasi. Setiap aspek mempunyai variable dan jumlah keseluruhan variable adalah 11 dengan 28 indikator.

IDI merupakan program kerjasama yang dilakukan oleh BPS, Kementrian bidang Politik Hukum dan Keamanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Kementrian Dalam Negeri dengan UNDP Indonesia yang dilakukan sejak tahun 2009.

“IDI penting karena angka ini menggambarkan capaian kinerja demokrasi dari tiga unsur: pemerintah, partai politik, dan masyarakat,” kata Maswadi.

Menurut Maswadi metodologi penghitungan IDI cukup komprehensif karena menggunakan empat sumber data yakni ulasan surat kabar lokal, ulasan dokumen seperti peraturan daerah dan peraturan gubernur, focus group discussioun (FGD), serta wawancara mendalam.

Musdah mengatakan hasil capaian IDI sebaiknya bisa dijadikan rujukan yang bisa mendorong peran masyarakat dalam politik Indonesia.

“Perempuan mari lebih aktif dalam politik. Kaderisasi harus ditingkatkan dari sekarang dan DPRD harus lebih aktif menyikapi situasi politik dan sosial di daerahnya,” kata Musdah.

“Ini saatnya membangun Indonesia,” tutup Musdah.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.