Penolakan Meluas, Pemerintah Percepat Sertifikasi Halal Vaksin MR

Menkes mengatakan imunisasi MR terhadap masyarakat yang tak ada kaitannya dengan aspek syariat akan tetap dilakukan.
Keisyah Aprilia
2018.08.07
Jakarta
180707_ID_Vakin_1000.jpg Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek yang didampingi Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Asrorun Niam Sholeh (tengah), menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, 6 Agustus 2018.
Keisyah Aprilia/BeritaBenar

Menyusul penolakan yang makin meluas dari sejumlah daerah, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berjanji akan mempercepat proses sertifikasi kehalalan vaksin measles dan rubella (MR).

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, setelah bertemu pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat di Jakarta, Senin, 6 Agustus 2018, menyatakan sertifikasi halal untuk vaksin MR menjadi perhatian serius pemerintah.

Ia menambahkan pihaknya bakal segera mengirim surat kepada produsen vaksin, Serum Institute of India (SII), untuk memberi data yang dibutuhkan demi mempercepat proses sertifikasi.

"Sertifikasi kehalalan ini kewenangan MUI. PT Biofarma sebagai importir agar segera (melengkapi) dokumen kepada LPPOM MUI. Kami dari Kementerian Kesehatan juga akan menyurati SII untuk menanyakan kembali tentang bahan vaksin," katanya kepada wartawan.

Nila menyebutkan, imunisasi MR terhadap masyarakat yang tak ada kaitannya dengan aspek syariat akan tetap dilakukan sesuai ketentuan teknis.

“Sedangkan pelaksanaan imunisasi MR bagi masyarakat yang mempertimbangkan aspek kehalalan atau kebolehan vaksin secara syar’i bisa menunggu sampai MUI mengeluarkan fatwa tentang pelaksanaan imunisasi MR," katanya.

"Waktu kita cukup panjang dari Agustus sampai September. Kementerian Kesehatan akan tetap memberikan pelayanan, sambil kita percepat proses sertifikasi," ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono.

Sertifikasi halal

Pertemuan dengan MUI dilaksanakan dua hari setelah pemerintah memulai imunisasi MR yang digelar serentak di 28 provinsi di luar Pulau Jawa.

Awal Agustus pemerintah mencanangkan sebulan penuh imunisasi MR menyasar 31,8 juta anak Indonesia dengan tujuan terbebas dari measles (campak) dan rubella (cacar jerman), dua penyakit yang cukup menular.

Namun, kampanye vaksinasi yang dilakukan pemerintah itu tidak berjalan mulus karena terjadi penolakan di sejumlah daerah akibat vaksin tersebut belum mendapat sertifikasi halal dari MUI.

MUI Riau pada 2 Agustus menyurati Pemerintah Provinsi Riau yang meminta penundaan vaksinasi karena belum jelas status kehalalannya dan tak memaksakan program itu bagi umat Islam.

"Vaksin MR ini belum disertifikasi halal oleh MUI. Kalau sudah halal tidak ada masalah. Vaksin yang harus masuk ke tubuh umat muslim harus halal dan suci. Tidak bisa tidak," kata Ketua MUI Riau, M Nazir Karim saat dihubungi BeritaBenar.

Ia menambahkan, semestinya proses sertifikasi dirampungkan sebelum imunisasi massal dilakukan. Apalagi jika seandainya vaksin tak lolos uji sertifikasi atau mengandung zat haram, MUI punya mekanisme tersendiri yang mengaturnya.

"Dalam Islam, kalau memang tak ada cara lain dan anak-anak berisiko mati tanpa vaksin MR itu memang boleh, walaupun ada zat haram. Tapi dinyatakan begitu harus oleh ahli dan berkompeten," imbuh Nazir.

MUI Sulawesi Barat juga meminta Kemenkes menghentikan sementara pemberian vaksin MR karena belum memiliki sertifikasi halal dari MUI.

"Yang kami sayangkan dari Kemenkes, seolah-olah di berbagai daerah menyatakan telah ada sertifikasi halal, padahal sebenarnya belum ada," kata Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI Sulawesi Barat, Masduki Baidlowi saat ditemui di Jakarta.

Fatwa khusus

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat, Asrorun Niam Sholeh, mengatakan vaksinasi sebagai upaya pencegahan penyakit dibenarkan secara syariat. Namun, produk vaksin digunakan perlu dinilai dan ditetapkan hukum kehalalannya.

Komisi Fatwa MUI, lanjutnya, mempertimbangkan percepatan penetapan fatwa vaksin MR setelah dilakukan proses audit oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).

"MR produk dari India belum tersertifikasi halal melalui MUI. LPPOM MUI dalam posisi menunggu data-data dari Kementerian Kesehatan dan PT Biofarma selaku importir," ujarnya kepada BeritaBenar.

Dia menambahkan, tidak tertutup kemungkinan nantinya MUI mengeluarkan fatwa khusus jika vaksin MR mengandung bahan yang diharamkan dalam Islam.

“Ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, bisa dikeluarkan sertifikat halal bila terbukti clear dari sisi bahan, tidak ada anasir yang terbukti haram atau najis," ujarnya.

"Kemungkinan yang kedua, bila ditemukan ada unsur pembentuknya haram, dengan penjelasan bahwa bila tidak diimunisasi akan mengakibatkan mudharat kolektif di masyarakat, maka terhadap yang haram tadi bisa dibolehkan untuk digunakan, dengan catatan tidak ada alternatif lain yang halal atau bahaya jika tidak divaksinasi sudah sangat mendesak.”

Menurut dia, kasus serupa pernah terjadi pada 2002 saat pemerintah menggencarkan imunisasi polio.

Pemeriksaan pada vaksin polio diketahui terkandung unsur nonhalal. Namun, vaksin itu tetap digunakan untuk imunisasi dengan alasan kedaruratan kesehatan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.