Malaysia: 2 Nelayan Indonesia Diculik di Perairan Dekat Sabah

Awak kapal yang selamat mengatakan para penculik berbicara Suluk, dialek lokal Filipina.
Zam Yusa
2018.09.11
Kota Kinabalu, Malaysia
180911-MY-kidnap-620.jpg Dua nelayan Malaysia berada di perahu setelah diselamatkan dari perairan Sulu dalam foto tanpa tanggal yang dirilis oleh militer Filipina, 23 Maret, 2017.
AFP/Westmincom

Dua nelayan Indonesia diculik Selasa pagi di perairan lepas pantai timur Sabah, Malaysia, oleh anggota kelompok perompak dari Filipina selatan untuk uang tebusan, demikian kata seorang polisi Malaysia.

Penculikan itu adalah kejadian pertama yang dilaporkan di Laut Sulu dan Laut Sulawesi sejak Maret 2017, menurut sebuah badan yang memerangi perompakan di laut lepas yang berbasis di Singapura. Para nelayan itu diculik sekitar tengah malam dekat pulau Gaya di dekat distrik Semporna Malaysia, menurut Komisaris Polisi Sabah, Omar Mammah.

"Kedua nelayan itu diculik oleh dua tersangka yang membawa senapan M16, yang naik ke perahu mereka dan membawa mereka ke lokasi yang tidak diketahui," kata Omar dalam konferensi pers di Kota Kinabalu. Dua awak kapal lainnya yang bersembunyi, selamat.

“Kami yakin kasus penculikan terkait dengan kelompok yang menculik untuk uang tebusan, namun kami masih belum menerima permintaan tebusan. Kami juga tidak menutup kemungkinan kasus ini terkait terorisme. ”

Para korban diidentifikasi sebagai kapten kapal Samsul Saguni (40) dan asistennya, Usman Yunus (35), kata Omar.

Seorang awak kapal yang mengaku bernama Bakri mengatakan dia yakin para penculik berasal dari Filipina selatan karena mereka berbicara Suluk, sebuah dialek lokal dari negara tersebut.

“Saya tidak mengerti apa yang mereka katakan tetapi mereka berbicara Suluk, bahasa yang selalu saya dengar. Sebelumnya, saya mendengar suara perahu mendekati perahu kami,” katanya kepada BeritaBenar.

“Saya melihat ada sesuatu yang salah ketika saya ke dek kapal dan menemukan bahwa lampu dimatikan. Dalam kegelapan, saya melihat bayangan dua pria membawa senapan, yang membuat saya kembali ke dek bawah dan bersembunyi.”

Bakri mengatakan dia bersembunyi selama satu jam.

“Saya terus berdoa kepada Allah untuk menyelamatkan saya saat saya berbaring diam di bawah papan kayu dan karung-karung goni. Satu jam kemudian, rekan saya lainnya yang juga bersembunyi memanggil saya dan mengatakan bahwa penculik telah pergi dengan nakhoda dan asisten kapal,”kata Bakri.

Omar mengatakan pejabat Malaysia telah menghubungi rekan-rekan mereka di Filipina dan menunggu perkembangan informasi.

Sementara para pejabat tidak mengidentifikasi kelompok dibalik penculikan tersebut, Abu Sayyaf, kelompok militan bersenjata yang berbasis di Filipina selatan, dikenal sebagai pelaku penculikan, pemboman dan pemenggalan selama dua dekade terakhir.

“Berdasarkan pengakuan awak kapal, kami yakin orang-orang itu membawa senapan M16 dan naik perahu. Kami tidak yakin berapa banyak orang di perahu mereka disamping dari dua orang yang naik,” kata Omar.

Sejarah pembajakan

Omar mengatakan penculikan itu adalah yang pertama terjadi di Sabah tahun ini dan kapal nelayan tersebut memiliki izin untuk beroperasi selama jam malam di Zona Keamanan Sabah Timur.

Kepala Menteri Sabah Shafie Apdal mengatakan pihak berwenang Malaysia akan fokus pada menyelamatkan para korban penculikan.

“Saya meminta tindakan ini diambil meskipun korban penculikan adalah orang Indonesia,” katanya saat perayaan Tahun Baru Hijriah di ibu kota Sabah.

"Kami akan mengintensifkan patroli dan pengumpulan intelijen kami sehingga kami dapat menemukan para pelaku dan korban penculikan ini," katanya.

“Kami akan memastikan para korban ditemukan dalam keadaan selamat karena mereka diculik dari perairan kami dan ini adalah tanggung jawab kami kepada Indonesia.”

Penculikan itu adalah yang pertama di Laut Sulu dan Laut Sulawesi dalam hampir 18 bulan, menurut Nicholas Teo, wakil direktur di pusat informasi Perjanjian Kerjasama Regional Pemberantasan Pembajakan dan Perampokan Bersenjata terhadap Kapal di Asia (ReCAAP), yang berbasis di Singapura.

“Yang terakhir adalah 23 Maret 2017, dekat Basilan, Filipina selatan,” kata Teo kepada BeritaBenar dalam pesan WhatsApp.

Pantai timur Sabah dipisahkan dari Filipina selatan oleh Laut Sulu dan Laut Sulawesi. Pada Juni 2017, Filipina, Malaysia, dan Indonesia meluncurkan patroli trilateral bersama yang bertujuan menjaga perairan laut bersama mereka dari perompak dan kelompok militan.

Sebanyak 40 insiden perompakan dan perampokan bersenjata terhadap kapal - 29 terjadi dan 11 rencana yang digagalkan – telah dilaporkan terjadi di Asia sejak Januari hingga Juni, menurut ReCAAP. Sebagai perbandingan, ada 40 insiden aktual dan tujuh upaya yang digagalkan selama periode yang sama pada tahun 2017.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.