Pemerintah Didesak Selesaikan Masalah Papua Melalui Dialog

Menko Polhukam menyatakan pihaknya terbuka melakukan dialog dengan masyarakat Papua asal tidak menuntut kemerdekaan.
Rina Chadijah
2019.09.03
Jakarta
190903_ID_Papua_1000.jpg Mahasiswa Papua dengan tubuh dan wajah dicat warna bendera Bintang Kejora lambang gerakan organisasi Papua Merdeka, melakukan demonstrasi di Medan, Sumatra Utara, 31 Agustus 2019.
AP

Pemerintah Indonesia didesak untuk mengedepankan dialog dalam menghadapi gejolak di Papua, sementara itu polisi menyebutkan lima penambang emas dibunuh dalam kekerasan terbaru di provinsi timur Indonesia tersebut.

Peneliti Tim Kajian Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisah Putri Budiatri, mengatakan pemerintah harus lebih bijak menyelesaikan kompleksitas masalah di Papua, dimana pendekatan keamanan bukanlah jawaban.

"Pengiriman pasukan ke Papua dengan alasan keamanan berpotensi menambah masalah dan membuka potensi pelanggaran HAM baru," katanya kepada BeritaBenar di Jakarta, Selasa, 3 September 2019.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan telah mengirimkan 6.000 pasukan TNI-Polri untuk menenangkan situasi di dua provinsi itu.

Untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat serta langkah pengamanan, Kapolri bersama Panglima TNI Jenderal Hadi Tjahjanto berkantor di Papua selama sepekan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, menyebut polisi telah menetapkan 68 tersangka kasus kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

Polisi juga menangkap delapan aktivis Papua pengibar bendera Bintang Kejora yang dilarang pemerintah Indonesia, dua di antaranya kemudian dibebaskan, saat aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, pekan lalu.

Sejumlah organisasi pegiat hak asasi manusia (HAM) telah mendesak kepolisian untuk membebaskan mereka.

Polri juga telah menahan Tri Susanti dan SA setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran rasis atas mahasiswa Papua di Jawa Timur, pertengahan Agustus lalu, dimana para mahasiswa itu digeruduk massa dan aparat bersenjata lengkap yang sempat menahan mereka, atas tuduhan pelecehan terhadap bendera Merah Putih.

Massa dan aparat juga meneriaki mereka dengan sebutan “monyet”. Insiden ini menjadi pemantik gelombang demo dalam dua pekan terakhir di Papua dan Papua Barat yang sebagian berujung rusuh.

Pendekatan dialogis

Aisah menyebutkan, berdasarkan hasil penelitian, akar masalah Papua ialah pelanggaran HAM, diskriminasi etnis dan ketimpangan pembangunan.

Pendekatan militeristik yang ditempuh pemerintahan sebelumnya, kata dia, seharusnya tidak diikuti pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo dalam menangani gejolak di Papua.

“Kasus-kasus pelanggaran HAM yang tidak selesai berpotensi bertambah menimbulkan kebencian lebih besar dari masyarakat terhadap pemerintah,” katanya.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, meminta pemerintah jujur dalam mengatasi gejolak di Papua.

Dia menyesalkan ada upaya pembenturan etnis asli Papua dan masyarakat pendatang di Papua yang seolah dibiarkan.

“Ada upaya untuk menggiring konflik etnis di Papua yang sudah muncul. Ini semakin berbahaya dengan memperparah keadaan yang harusnya tidak dibiarkan,” ujarnya saat dihubungi.

Dia mendesak pemerintah melakukan pendekatan dialogis dan menghindari kekerasan terhadap warga sipil di Papua.

Menko Polhukam, Wiranto mengaku bahwa pihaknya terbuka melakukan dialog dengan masyarakat Papua asalkan tidak menuntut berpisah dari Indonesia.

"Dialog itu penting, dibutuhkan. Dialog untuk memperbaiki yang perlu ditingkatkan tapi kami sudah tertutup jika untuk berdialog soal keinginan merdeka," ujarnya kepada wartawan, menambahkan keinginan referendum sudah tidak relevan lagi karena Papua dan Papua Barat pernah melakukan referendum dan dinyatakan sah sebagai wilayah Indonesia.

Tokoh senior Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif, minta Jokowi menyelamatkan Papua dengan meningkatkan kearifan lokal dan nasional.

“Papua ini masuk ke Indonesia itu kan bukan tahun 1945. Jadi tidak sama dengan Aceh, tapi belakangan. Itu harus dipahami. Jadi pendekatannya bukan hanya sosial ekonomi, tapi juga psiko-antropologis” katanya di Padang, Sumatra Barat.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan meski anggaran pembangunan Papua lebih tinggi dari daerah lain, hal itu tak mengurangi semangat sebagian kalangan untuk memisahkan diri dari Indonesia.

“Kita harus mengetahui betul masalah yang terjadi di daerah. Mudah-mudahan kita mendapat penyelesaian yang baik, walaupun terjadi kesalahpahaman,” ujarnya.

Sedangkan Wakil Presiden terpilih, Ma’ruf Amin berharap penyelesaian konflik di Papua ditempuh melalui pendekatan budaya seperti yang pernah dilakukan mantan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

"Penyelesaian Papua ini tidak soal keamanan saja, tapi juga budaya, nanti PBNU yang akan merumuskan seperti apa langkahnya," katanya seperti dilansir laman Kompas.com.

Jumlah korban

Sementara itu Brigjen Dedi hari Selasa menyebutkan sejumlah penambang emas dibunuh kelompok yang belum diketahui dalam penyerangan di Kabupaten Yahukimo, Papua.

“Lima orang meninggal karena parang dan anak panah dan sisanya melarikan ke dalam hutan,” katanya kepada wartawan di Mabes Polri.

“Kampung Gustrik itu dikuasai juga sama kelompok penyerang. Saat ini aparat sedang menuju ke sana,” tambahnya.

Kapolres Boven Digoel, AKBP Samsul Rizal, menyatakan pihaknya telah menyelamatkan 47 pendulang emas, yang kabur dalam Kampung Minim, Yahukimo, karena diserang kelompok tak dikenal.

Kapolres Jayapura Kota, AKBP Gustan Urbinas, menyatakan empat warga tewas setelah unjuk rasa yang berakhir rusuh di Jayapura, Kamis pekan lalu.

"Kami berharap tidak ada lagi aksi balas dendam antar warga hingga menimbulkan kasus baru," katanya seperti dikutip dari kantor berita Antara.

Wakil Bupati Deiyai, Hengky Pigai menyatakan delapan warga sipil dan seorang anggota TNI tewas dalam bentrokan di daerahnya, pada 28 Agustus lalu.

“Jumlah korban masyarakat sipil sudah delapan orang meninggal. Yang dirawat di rumah sakit, ada 16 orang. Itu korban yang sudah ditemukan,” katanya seperti dilansir laman Jubi.co.

Sebelumnya, Polri menyatakan, dua warga sipil dan seorang personel TNI tewas dalam unjuk rasa yang awalnya damai di kantor bupati Deiyan, tapi kemudian berubah menjadi anarkis.

Menko Polhukam menyatakan pemerintah akan membatasi akses warga negara asing baik turis mancanegara maupun wartawan media asing ke Papua dan Papua Barat.

Pernyataan ini menanggapi empat warga Australia yang dideportasi pada hari Senin karena berpartisipasi dalam demonstrasi pro-kemerdekaan Papua.

"Sementara kita akan membatasi, membatasi itu bukan berarti tidak sama sekali tentu ada filter tertentu yang berhubungan dengan masalah keamanan, masalah keselamatan dan lainnya," kata Wiranto.

Menurut dia, pembatasan ini bukan semata-mata ingin membatasi ruang gerak orang asing di Papua namun justru untuk melindungi orang asing supaya tidak menjadi korban konflik di Papua.

Menggemakan persatuan dan kesatuan bangsa, ratusan warga Papua yang tinggal di Jakarta menggelar acara musik dan tarian Yospan Papua di sela-sela kegiatan Car Free Day (CFD) Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Minggu, 1 September 2019.
Menggemakan persatuan dan kesatuan bangsa, ratusan warga Papua yang tinggal di Jakarta menggelar acara musik dan tarian Yospan Papua di sela-sela kegiatan Car Free Day (CFD) Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Minggu, 1 September 2019.
AFP

Demonstrasi pro dan anti Papua merdeka

Sementara itu di luar Papua akhir minggu lalu dan awal minggu ini ditandai dengan sejumlah aksi solidaritas baik pro dan anti berpisahnya Papua dari NKRI.

Puluhan pelajar Papua di Medan hari Sabtu lalu dengan membawa bendera Bintang Kejora – lambang gerakan kemerdekaan Papua, melakukan demonstrasi menyuarakan kemerdekaan Papua dari Indonesia. Keesokan harinya demonstrasi dengan tuntutan yang sama dilakukan oleh puluhan mahasiswa Papua di Bandung.

Sementara pada hari Minggu, ratusan warga Papua yang tinggal di ibukota menggelar acara musik dan tarian tradisional “Yospan Papua” di sela-sela kegiatan Car Free Day di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta, menggemakan pesan perdamaian di Papua dan tetap tegaknya wilayah tersebut sebagai bagian dari Indonesia. Acara ini dihadiri juga oleh Menko Polhukam Wiranto.

Pesan yang sama juga didengungkan oleh sejumlah organisasi masyarakat di Yogyakarta dan Surabaya yang turun ke jalan pada hari Senin, dengan membawa bendera merah putih dan poster-poster bertuliskan Papua adalah Indonesia.

M. Sulthan Azzam di Padang, Sumatra Barat, dan Tia Asmara di Jakarta turut berkontribusi dalam artikel ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.